"Na, lo ada acara gak sekarang?" tanya Aslan sambil berlari kecil.
Gadis cantik itu melepas earphone yang di pakainya tanpa menghentika langkahnya. Athena masih berpikir, dan kemudian menoleh ke samping. Menatap Aslan sekilas, dan kembali menatap lurus ke depan.
"Banyak ya Na?" tanya Aslan.
"Ada sih, tapi masih nanti malem," sahut Athena, "Emangnya kenapa?"
"Gue mau ngajak lo pergi."
"Kemana?"
"Kemana aja asal sama lo."
Langkah Athena berhenti, di ikuti dengan Aslan yang juga ikut berhenti. Keduanya saling menatap, tapi kali ini tatapan gadis itu berbeda. Sangat sulit untuk di mengerti oleh Aslan, ini sangat berbeda dari biasanya.
Cowok itu mulai mendekat, menyingkirkan rambut-rambut tipis Athena ke belakang. Tatapannya yang penuh kasih sayang itu membuat dahi Athena bertaut.
"Gue curiga deh sama lo," ucap Athena serius.
"Kok curiga Na?"
"Jujur aja deh, lo ada rasa kan sama gue?"
Pertanyaan itu membuat Aslan tersenyum tipis. Tangan kanannya mulai membelai rambut panjang itu dengan pelan, dan beralih menyentuh pipi Athena sambil mengelusnya dengan jempol.
"Oke, gak usah basa-basi Na. Gue suka sama lo, gue sayang sama lo, meskipun belum ke arah cinta, tapi gue pengen jadi orang penting dalam hidup lo," sahut Aslan dengan penuh keyakinan.
Athena membisu, tak ada sangkalan darinya. Ia tidak bisa berpikir sekarang, ada yang aneh dengan perasaannya. Athena menatap Aslan bingung, sedangkan cowok itu mulai mendekapnya dengan erat.
Mengelus puncak kepalanya sambil menepuk-nepuk lembut. Sentuhan itu terasa nyaman, Athena menyukainya. Rasanya seperti kembali pada masa dulu, di mana kedua orang tuanya masih sangat mencintainya.
"Aslan?" panggil Athena.
"Gue tahu kok Na lo gak ada perasaan sama gue, tapi ijinin gue buat punya perasaan sama lo."
"Gue gak mau lo punya harapan besar ke gue Lan."
"Gak usah di pikirin Na! Gue berani suka sama lo, itu artinya gue udah mikirin semua risiko yang ada di depan sana," sahut Aslan.
"Tapi... gue ngerasa gak enak Lan." Athena melepas pelukannya, menatap cowok yang ada di depannya dengan raut muka sedih.
Aslan segera menangkup wajah mungil itu, senyuman manisnya membuat Athena ikut tersenyum tipis.
"Kenapa gak enak sih Na? Cukup jadi temen gue aja Na, jadi partner belajar gue, jadi temen ngobrol gue," ucap Aslan, "Gue cuman pengen itu aja kok, gak lebih."
"Yakin?"
"Yakinlah, gue yakin banget."
Athena tersenyum lebar, menggenggam tangan kanan Aslan dengan begitu erat, dan berkata, "Yaudah, yuk pergi! Ke tempat yang bisa bikin gue tersenyum lebar!"
****
Keindahan senja kali ini mampu membuat senyuman lebar pada gadis itu. Dari sekian banyak peristiwa menyenangkan, hanya senja dengan pohon kelapa yang membuatnya tersenyum dengan begitu lebar.
Suara ombak pantai di dengarkan dengan begitu khusyu'. Seakan-akan itu adalah alunan musik merdu yang membuat hatinya terasa nyaman, dan tenang.
Athena tersenyum, menoleh ke arah Aslan yang sibuk mengambil foto senja. Sadar jika gadis itu menatapnya, ia segera menoleh dan mencubit pipi Athena gemas.
"Jalan ke sana yuk!" ajak Athena sambil menunjuk bibir pantai.
"Jalan di bibir pantai maksudnya?"
Athena mengangguk.
Aslan segera menggenggam tangan gadis itu, membawanya pergi menuju bibir pantai. Mereka berjalan dengan beriringan, membiarkan ombak membasahi sepatu indah itu.
"Gue baru tahu kalau Pulau Kelapa secantik ini waktu sore," ucap Athena tanpa menatap lawan bicaranya.
"Emang lo kemana aja kalau liburan?"
"Biasanya gue ke Eropa, kalau gabut ke Korea," sahut Athena datar.
"Gabut ke Korea Na? Wah! Segitu banyaknya ya uang lo," ucap Aslan tak percaya.
Athena tertawa kecil, "Uang gue emang banyak, tapi kebahagiaan gue dikit Lan."
"Lo kenapa Na? Cerita aja sama gue! Gue siap jadi pendengar yang baik buat lo."
Athena mengambil napas panjang, menatap langit senja sekilas, dan kemudian menatap wajah Aslan dengan senyuman lebarnya.
"Gue pernah punya temen Lan, terus mereka pergi waktu gue banyak ngeluh. Mereka berubah, jadi orang yang beda dalam sekejap," jelas Athena, perhatiannya kembali pada pasir pantai.
"Ngeluh?"
"Iya, gue suka cerita soal masalah gue. Tapi mereka nganggep gue orang yang lemah, gue dianggep aneh. Sejak itu... gue gak pernah lagi punya temen, gue gak pernah mau percaya sama yang nanamnya manusia."
"Termasuk orang tua lo?"
Gadis itu tertawa kecil, "Bahkan diri gue sendiri pun gak bisa gue percaya.
"Kenapa?"
"I don't know about this, but i feel kalau gue ini gila."
Kening Aslan bertaut dalam, "Maksudnya Na?"
"Gue udah gak waras Lan, gue ini gila. Siapa sih yang mau temenan sama orang gila kaya gue? Orang yang gak punya hati, orang yang suka ngebully orang lain. Siapa coba?"
Langkah Aslan berhenti, dan Athena pun ikut berhenti. Keduanya hanya saling bertatap dengan iringan suara ombak beserta burung yang mulai pulang menuju rumahnya.
"Gue Na, gue mau jadi temen lo," ujar Aslan.
"Liat nanti aja deh Lan, jangan ngasih gue harapan! Gue gak mau ngerasa sakit lagi nanti."
"Kalau ini bukan sekadar harapan gimana Na?"
"Manusia cuman bisa bikin rencana sama kalimat Lan, Tuhan yang bakal nentuin. Gak usah ngasih harapan ke orang lain, gak usah bikin rencana yang gak pasti!" sahut Athena dengan senyuman tipisnya.
"Na?" panggil Aslan sedih.
Gadis itu kembali tersenyum lebih lebar, dan kemudian memeriksa jam yang ada di dalam ponselnya.
"Udah jam setengah enam, gue harus pulang Lan."
"Oke, ayo!" Aslan memberikan tangannya, tapi Athena menggeleng, "Kenapa?"
"Gue pergi ke rumah yang dulu, jadi kita beda arah."
"Gapapa gue anter."
"Gak usah! Kita beda arah, ntar lo kemaleman pas pulang," ucap Athena sedikit kesal, "Gue duluan!"
Gadis itu memberikan senyuman tipis, dan berlari meninggalkan Aslan yang masih berdiri sambil menatap punggung kecil itu.
****
Lantai berwarna putih bersih itu mulai kotor dan basah akibat sepatu milik gadis cantik itu. Ia berjalan dengan tenang, memperhatikan banyaknya manusia yang ada di dalam rumahnya malam ini.
Banyak lighting, beserta kamera yang mulai aktif. Keheningan membuat langkahnya terdengar, dan suara tawa milik ayahnya pun terdengar samar.
Athena menghela, ia mulai mempercepat langkahnya menuju ruang tamu.
"Sayang, akhirnya udah pulang. Mama sama Papa kangen banget sama kamu," ucap Leisha sambil memeluk Athena erat.
Athena tersenyum lebar, membalas pelukan Leisha, dan berkata, "Banyak tugas di sekolah, kelas tambahan juga ada banyak Mah."
Wanita itu melepas pelukannya, mengelus rambut panjang puterinya dengan lembut sambil menyinggungkan senyuman rindunya.
"Sekarang kamu ganti baju, terus kita makan ya!"
Athena mengangguk, dan berjalan mendekati Nerman. Mencium kedua pipi ayahnya, dan kemudian pergi menuju lantai atas.
Ia segera mengganti pakaiannya dengan dress pendek berwarna putih. Wajahnya pun telah di poles dengan makeup, dan terlihat sangat natural.
Setelah selesai, Athena pergi keluar untuk menemui keluarganya. Duduk di meja makan tepat di depan Leisha.
"Hai! Athena, lama gak ketemu."