"Hallo! Athena."
Kening Athena bertaut dalam, sapaannya tak di gubris. Ia segera masuk ke dalam, dan mencari di mana Leisha berada.
Wanita itu duduk di tepi ranjang dengan gaun tidur beserta makanan di atas ranjang. Rahang Athena semakin mengeras, ia merasa jijik dengan tingkah laku Leisha kali ini.
"Kenapa Na? Kenapa jadi orang gila di luar tadi?" tanya Leisha dengan senyuman tipisnya.
Athena tertawa kencang sambil menatap manusia menjijikkan di depannya itu.
"Udah selesai ketawanya Na? Sekarang boleh mama minta buat keluar?"
"Ahahaha! Oke, aku bakalan keluar kok Ma," sahut Athena sebelum akhirnya pergi meninggalkan kantor dengan kepala yang masih berdiri tegap.
*****
"Papa tau semuanya?"
"Iya, papa tahu semuanya," sahut Nerman sambil menyeruput kopi hitam panasnya.
Athena menghela, suasana kafe malam yang tenang tidak membuat amarhnya meredam. Ia semakin merasa kesal, rasanya ingin membunuh manusia-manusia yang membuatnya kesal.
"Besok sidang pertamanya, kamu bisa pikirin mulai sekarang. Kamu mau tinggal sama siapa? Kalau misalnya masih pengen tinggal sendiri, papa gak akan maksa," ucap Nerman sambil memberikan kunci rumahnya, "Tapi papa minta jangan tinggal sama mama!"
Athena tertawa kecil, mengambil kunci rumahnya dan berkata, "Siapa juga yang mau tinggal sama manusia kaya dia? Aku juga gak mau tinggal sama papa."
"Kenapa?"
"Udah deh Pa, aku gak mau tinggal sama papa ataupun mama. Aku mau tinggal sendirian, jangan maksa!"
Pria paruh baya itu tersenyum tipis, "Rumah papa selalu terbuka buat kamu Na."
"Hm, aku tahu kok Pa."
"Athena, kamu masih punya papa sama mama yang utuh. Meskipun udah gak satu atap lagi, tapi kita berdua tetap orang tua kamu."
Athena tak menjawab, ia sibuk memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang melalui jendela.
"Athena, kapan kamu masuk ke kelas akselerasi lagi? Papa gak suka liat kamu di kelas normal itu."
"Gak tahu, aku males buat belajar. Aku capek, aku pengen istirahat," sahut Athena sebelum beranjak, "Aku mau pulang Pa."
"Papa anter ya Na!"
"Gak usah, aku mau ke sekolah dulu buat ambil tas yang ketinggalan."
Pria paruh baya itu tersenyum kecut, tatapannya terlihat sangat merindukan keberadaan Athena. Rindu dengan aktivitas keluarga yang terasa bahagia.
*****
"Athena!!"
Suara itu membuat Athena menoleh, keningnya bertaut dalam. Cowok yang di kenalnya tengah berlari dengan kencang. Raut mukanya terlihat khawatir, tapi langsung di ubah dengan memberikan senyuman manis.
Athena menghela, melipat kedua tangannya di depan dada sambil menyandarkan bahunya pada pintu kelas.
"Apa?" tanyanya ketus.
"Lo darimana aja? Gue cariin, main ngilang aja. Kenapa sih? Terus ngapain lagi ke sekolah?" ujar Aslan dengan berbagai pertanyaan.
"Pertama bukan urusan lo, kedua gue ke sini buat ambil tas."
Aslan menghela panjang, napasnya masih belum normal.
"Bukannya kita temen ya Na? Kalau temen, berarti gue bisa ikut masuk ke dalam urusan lo itu," sahut Aslan.
"Gak semua urusan bisa lo masukin! Jadi mendingan lo diem!" teriak Athena.
"Na?" panggilnya lembut.
Athena menatap manik mata Aslan dengan tajam. Rahangnya mulai mengeras, bola matanya pun berubah menjadi merah. Gadis itu merasa kesal, emosinya masih belum stabil. Rasanya ingin pergi, berlari menjauhi masalah yang tak ada habisnya ini.
"Na?" Aslan mendekat, mengelus bahu kanan Athena dengan lembut.
Namun, gadis itu mendorong Aslan dengan kasar. Membuka tasnya, dan melempar semua barang yang ada di dalam sana dengan berutal.
"Jangan ikut campur!" teriak Athena kesal.
Aslan tidak peduli, ia segera mendekap Athena erat. Mengelus puncak kepala gadis yang sedang merasa putus asa itu dengan lembut.
"Aslan jangan ikut campur!"
"Na, tenang Na!" sahut Aslan.
"Lan, gue benci hidup gue Aslan!"
"Pukul aja Na, gapapa!"
Suara tangisan Athena semakin mengeras, Aslan pun semakin mengertkan pelukannya. Ia tidak mau terjadi apa-apa dengan gadis itu.
"Aslan.... nyokap gue... dia jahat banget sama gue Lan... gue harus apa?!"
"Na, sekarang lo keluarin semua emosi lo itu aja. Nanti kita bicarain soal masalah lo," sahut Aslan pelan, "Nangis aja gapapa!"
"Aakh! Aslan, gue capek. Boleh gak sih gue pergi Lan? Gue pengen istirahat." Athena mendongak, menatap Aslan dengan tatapan sendunya.
Cowok itu menyapu rambut-rambut halus milik Athena yang berada di sekitar mata. Menghapus air mata dengan kedua jempolnya sambil memberikan senyuman tulus.
"Lo boleh istirahat kok Na, mau sekarang istirahatnya?" tanya Aslan.
"Anter gue ke rooftop!" titah Athena sebelum melepaskan dekapan Aslan.
"Mau ngapain?" kening Aslan bertaut dalam.
"Istirahat, supaya gue lebih tenang."
"Di rumah gak bisa Na?"
"Kalau di rumah gak ada saksi, kalau di sini kan ada lo. Lo bisa jadiĀ saksi mata gue waktu terjun ke bawah," jelas Athena dengan senyuman miring.
"Na, lo jangan gila! Lo gak bisa mutusin tali kehidupan!"
Gadis itu tertawa nyaring, ia tidak bisa mendeskripsikan perasaannya sekarang. Hanya tawa keras yang bisa di keluarkan, Athena merasa kesal.
"Gue capek idup!!" teriak Athena kesal.
"Lo pikir abis terjun hidup lo bakalan santai? Engga Na! Jangan bego!"
"Idup gue udah ancur Lan, ancur! Tuhan gak adil sama gue, semuanya gak adil!!"
"Na, lo gak boleh ngomong kaya gitu!"
"Terus aja Lan, terus aja larang gue!" teriak Athena ketus, "Kita emang gak akan bisa jadi akrab, kita itu beda!" lanjutnya sebelum melenggang pergi dengan berlari.
Aslan mendengus, memungut barang-barang, dan tas milik Athena sebelum berlari mengejar gadis gila itu.
***
"Besok kita ulangan harian ya, untuk bab dua dan bab tiga," ucap Bu Ani sambil membereskan barang-barangnya.
"Buat remedial gimana Bu? Kapan tuh waktunya?" sahut Wildan dengan cengirannya.
"Ujian aja belum kok udah nanya remed sih Wil? Kamu percaya banget kalau bakalan remedial ya?"
"Ahahaha! Udah yakin dia Bu!" celetuk Safha.
"Iya Bu, saya udah yakin kalau nilai saya di bawah lima puluh," sahut Wildan dengan tawa nyaringnya.
Seisi kelas ikut tertawa, termasuk Bu Ani. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan, kemudian berjalan sedikit ke depan sambil menggendong tasnya.
"Sudah dulu ya, saya ada kelas sebentar lagi. Selamat pagi!" Bu Ani memberikan senyum, lalu melenggang pergi.
Anak-anak di dalam kelas itu mulai memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas. Mengganti dengan buku bahasa Indonesia yang akan di mulai sebentar lagi.
Suara bising yang timbul tiba-tiba saja lenyap, mereka semua memperhatikan pintu kelas yang mulai terbuka itu. Namun, helaan napas mulai keluar, mereka semua kembali memulai perbincangan.
Gadis yang baru saja masuk itu mendengus, berdiri di samping bangkunya sambil menatap Wildan sinis.
"Telat Na?" tanya Wildan basa-basi.
"Gak usah nanya!" sahut Athena sebelum meletakkan tas ranselnya di atas meja.
Wildan mulai menghela panjang, ia merasa bersalah karena telah bertanya pada teman sebangkunya itu.
"Dua hari lagi ada ulangan harian bahasa Inggris Na, jangan lupa belajar!" ucap Wildan lagi.
Athena hanya berdeham, kemudian berjalan menghampiri Aslan yang duduk tak jauh dari bangkunya.
"Kenapa Na?" tanya Aslan sambil mendongak.
"Mau ikut gue gak?"
"Kemana?"
"Jawab aja, mau apa engga?"
"Sekarang Na? Bentar lagi pelajaran bahasa Indonesia," sahut Aslan tak enak.
"Bolos sekali doang gak bikin lo jadi bego kok." Athena segera menggandeng lengan kiri Aslan, mengajak cowok itu untuk berjalan keluar dengan sedikit terburu-buru.