Chereads / ATLAN MA / Chapter 21 - M E M B A I K

Chapter 21 - M E M B A I K

Kaki jenjang dengan sepatu putih itu mengambil langkah mantap memasuki perpustakaan. Aroma buku tercium bersama dengan aroma debu. Ini adalah aroma yang sangat menenangkan setelah aroma khas hujan, mungkin jika menghirupnya lebih lama lagi perasaan tak enak, dan stres itu menghilang secara perlahan.

Sekat hitam terlihat sangat indah dari kejauhan, langkahnya mendekati setiap lemari cokelat besar. Berbagai macam buku dengan ketebalan yang berbeda berjajar dengan rapi. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, seulas senyum Athena berikan untuk segudang ilmu yang ada di hadapannya. Ini kali pertamanya dia merasa senang melihat deretan buku dalam hidupnya.

Athena memilih beberapa buku tebal, dan buku yang lumayan tipis. Dia membawa buku-buku itu menuju rak yang ada di pojok, dan dekat dengan jendela kaca. Sinar matahari menyorot, membuat lampu alami yang memudahkan Athena untuk membaca dengan nyaman.

Satu per satu bukunya dia baca sambil duduk berselonjor. Tak terasa dia selesai membaca semua buku yang baru saja diambilnya. Padahal Athena baru saja memulai membaca, dan telah selesai. Dia menoleh ke arah jam dinding, sekarang masih pukul dua belas siang. Satu jam lagi waktunya masuk kelas bahasa German.

Gadis itu menghela samar, beranjak dari duduknya. Mencari-cari buku dengan judul, dan isi yang akan membuatnya semakin penasaran. Namun, semua buku yang ada di rak bawah sudah dia baca. Rak atas belum sempat karena terlalu tinggi, Athena juga merasa malas untuk mengambil kursi. Akan tetapi, jika bukan buku-buku baru yang dia baca tidak akan terasa seru lagi.

Dengan berat hati Athena melangkah pergi, mengambil kotak yang berisi empat anak tangga. Mengambil buku itu menggunakan benda tersebut, tapi dirinya masih kurang tinggi. Buku yang Athena cari masih kurang satu jengkal lagi untuk dia dapatkan.

Gadis itu mendengus, memperhatikan sekitarnya sejenak, dan mulai berjinjit. Mengambil buku bersampul merah keemasan dengan susah payah, tapi sayangnya ketika bukunya sudah di dapatkan, kotak kayu yang dia pijaki terasa licin. Kehilangan keseimbangan sampai jatuh ke belakang, tapi gadis itu tidak merasakan lantai dingin.

Seseorang menangkapnya, tapi ini berbeda. Bukan seperti di film, Athena terdiam. Dia merasa sedang berada di ambang udara, tapi detik berikutnya lantai dingin itu terasa sekarang. Tak apa, Athena tak merasa kesal, tubuhnya memang terasa berat.

"Maaf, maafin gue!" ucap Athena sebelum menjauhkan tubuhnya dari dada bidang orang asing itu, dia menoleh dengan bibir yang terbuka sedikit, "Astaga! Maafin gue Lan, gak tau kalau itu lo ternyata," lanjutnya cepat sambil membantuk Aslan untuk beranjak.

Cowok itu terkekeh kecil, membersihkan seragamnya yang terlihat kotor, dan kembali menatap Athena lamat-lamat. Detik berikutnya, tangan kanan Aslan terulur, membersihkan pipi Athena yang kotor akibat debu.

"Lo gak papa?" tanya Aslan.

"Gue jatohnya numpang Lan, seharusnya gue yang nanya, lo gak papa?" sahut Athena.

"Engga, gue gak papa. Cuman lantai doang, gak sakit. Btw, lo di sini baca buku apa? Tadi juga nyari buku apa sampai bisa jatoh gitu."

Athena tersenyum kikuk, menoleh ke atas, dan kembali menatap lawan bicaranya, "Itu novel, yang gue ambil genre fantasi, kumpulan penyihir sama anak-anak imortal. Keren loh, lo udah pernah baca atau belum? Kalau belum baca yang jilid satu dulu, yang gue ambil ini jilid dua."

"Di sini ada novel?" kening Aslan bertaut heran.

"Ada, khusus di rak ini sama rak sebelah sana." Athena menunjuk rak sebelah utara dengan tangan kirinya.

Dehaman keras terdengar begitu mereka kembali berbincang. Athena, dan Aslan saling bertatap untuk beberapa detik. Gadis itu memberikan kode untuk duduk sebelum memungut novel tebalnya yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Pustakawannya baru ya?" bisik Aslan.

Athena mengangguk, "Iya, kalau yang dulu udah hapal sama gue. Gak suka komen kalau gue bikin ribut, sama tidur, malahan suka nolongin gue."

"Nolongin gimana?" kening Aslan kembali bertaut.

"Pas bolos gue tidur di sini, guru nyariin ke sini tuh kebetulan, sama mba rani di bilangin kalau gak ada ke situ. Untungnya lagi gue gak ada nulis daftar hadir tiap mau bolos," jelas Athena dengan kekehannya yang lirih.

Aslan ikut terkekeh, temannya yang satu ini memang sangat nakal, tapi entah kenapa otaknya tetap encer. Semuanya Athena ambil, semua kemampuan dia miliki tanpa merasa kesusahan. Perhatian Aslan beralih pada tumpukan buku di samping kiri Athena ketika kekehannya terhenti.

"Itu buku novel semua?" tanyanya.

Athena menggeleng, menutup kembali novel tebalnya itu, dan berkata, "Sebagian novel yang tipis, kalau yang tebel itu ada kamus bahasa asing sama buku astronomi."

"Lo suka astronomi? Yang apa? Semua atau cuman beberapa doang?" kali ini Aslan terlihat begitu bersemangat dengan senyum yang sangat lebar.

Sekarang Athena tahu jika cowok di depannya ini juga tertarik dengan ilmu yang menurutnya terlalu rumit itu.

"Tata surya, galaksi, itu aja sih. Gue penasaran aja sama mereka, jadi gue baca. Ternyata seru juga, ada banyak hal, dan ilmu baru yang gue dapetin. Lo suka juga?"

Aslan mengangguk bersemangat, "Terutama fisika bintang."

"Gue gak suka bagian itu."

"Kenapa?"

"Ada bagian bintang yang mati atau redup, dia hampir sama kaya lampu. Bedanya lampu masih bisa di benerin supaya bisa hidup lagi, kalau bintang?"

Aslan kembali tertawa geli mendengar jawaban Athena yang sangat lucu itu. Entah bagaimana bisa gadis seperti Athena yang terlihat galak itu bisa memiliki sisi yang lembut, dan lucu. Cara berpikirnya pun terkesan aneh sekarang.

"Lo kenapa anjir?!" ketus Athena.

"Lo lucu Na. Gak ada yang abadi Na, gak ada yang abadi. Semuanya punya batesannya, gak bisa abadi kaya Tuhan. Bumi kita juga udah mulai tua, itu artinya kan bumi punya umur," jelas Aslan, "Lagian kenapa lo keliatan sedih sih pas bilang bintang mati?"

Athena mengangkat bahunya acuh, mengalihkan pandangannya pada buku tebal bersampul merah keemasan itu, dan berkata, "Gak tau, gue suka sedih aja kalau baca atau ngobrolin sesuatu yang ada kata mati."

"Lo trauma?"

"Engga, gue gak punya trauma. Udahlah, lupain aja! Gue males bahas itu lagi, mending bahas yang lain yuk!" Athena kembali menoleh, menatap Aslan dengan senyum tipis itu.

Aslan mengambil napas panjang, mendongakkan kepalanya untuk berpikir. Dia masih tidak tahu tentang obrolannya nanti, tema apa yang akan di sukai Athena? Tema apa yang membuat gadis itu nyaman berada di dekatnya sekarang?"

"Aslan, menurut lo pergi ke psikiater atau psikolog itu gimana? Lo ngerasa biasa aja, atau bakalan nganggep orang itu gila?"

"Karena gue udah paham, jadinya gue maklumin. Gue dukung malahan karena semua orang butuh psikiater, gak cuman orang yang lagi sakit doang," sahut Aslan yang kali menatap Athena lekat.

"Ah! Oke."

"Emang kenapa Na?"

"Gak papa."