Chereads / ATLAN MA / Chapter 23 - shak sbs

Chapter 23 - shak sbs

"Athena lo di panggil pak toni!"

Aslan, dan Athena menoleh ke arah kanan. Terlihat cowok tinggi tengah berdiri di dekat tirai berwarna hijau itu dengan raut muka cemasnya. Athena tidak mengenalnya, tapi di lihat dari name tag yang dia pakai bisa terbaca  kata Doni.

"Kenapa?" sahut Athena datar.

Doni menggeleng cepat, sekarang semakin terlihat kecemasan, dan kepanikan itu, "Lo harus ke ruang BK sekarang, di tunggu sama mereka semua!"

"Oke, makasih buat infonya, lo bisa pergi!"

Cowok sedikit gempal itu bergeming sejenak, kemudian menatap Athena sekali lagi sebelum berlari keluar. Athena hanya menatap kepergiannya dengan kening bertaut heran, entah ada apa dengan Doni. Padahal Pak Toni menanggilnya, bukan Doni.

"Lo mau ke BK sekarang?" tanya Aslan.

Athena memberikan anggukan sebelum beranjak, "Lebih cepet selesai lebih baik Lan."

"Tapi kenapa baru sekarang di panggilnya Na? Bukannya gak ada yang berani ya?"

"Keluarga gue bukan donatur lagi di sekolah ini, gak punya saham juga, jadi gak punya wewenang. Mereka semua bisa ngelakuin apa aja ke gue sekarang, tapi gue gak takut. Masa bodo buat hukumannya, lagi pula gue ngerasa kangen juga di hukum," jelas Athena sebelum melangkah pergi.

***

Athena membuka pintu kayu itu dengan cepat. Kedua alisnya bertaut dalam, dia tidak tahu jika kedua orang tuanya akan berada di sini. Menghembuskan napas samar sebelum melangkah masuk, dan duduk di sebelah Nerman.

Raut mukanya nampak biasa saja, padahal suasana di dalam ruangan ini terasa menegangkan. Di tambah lagi raut muka ibu Lea yang nampak sangat marah.

"Athena, Lea sudah menceritakan semua kronologi yang ada," ucap Pak Darian sebelum menghembuskan napas panjang, "Ini sangat mengecewakan Athena."

"Bapak salah, dia yang mulai duluan!" sahut Athena kesal.

"Lo yang mulai, kenapa malah nyalahin gue yang korban?!" Lea kembali menangis sesenggukkan, menatap Pak Darian dengan tatapan memohon, "Pak, saya ini korban Pak, tolong kasih Athena hukuman yang setimpal!"

"Enak aja lo bilang korban, yang korban itu gue!"

"Athena, jaga bicara kamu!" bentak Melvin - Ibu Lea.

Gadis itu melirik ke arah Melvin dengan tatapan yang begitu tajam, tapi perhatiannya segera beralih pada Nerman yang tiba-tiba saja menggenggam tangan kanannya lembut.

"Pa, aku gak salah," ucap Athena.

Nerman mengangguk, senyum tipis itu muncul sebelum dia mengalihkan pandangannya pada Darian, "Pak, menurut saya lebih baik kita lihat cctv yang ada di sini. Itu akan menjadi jawaban, dan bukti yang akurat."

"Saya setuju," ucap Leisha.

Kening Lea bertaut, dia terlihat sedikit panik, "Tapi Pak Darian, wajah saya sudah cukup untuk di jadikan bukti terkuat!"

"Tenang Lea, rekaman cctv juga bisa menjadi bukti yang lebih kuat. Jika kamu tidak bersalah, mohon untuk tidak panik, dan ikuti aturan!" sahut Pak Darian.

Darian beranjak dari duduknya, mengambil laptop yang berada di belakang meja kerjanya. Kembali duduk sambil mengotak-atik benda itu sampai memunculkan rekaman.

Keningnya bertaut dalam, jelas sekali adegan tanpa suara itu. Athena tak membuat kesalahan, tidak menyerang terlebih dahulu, tapi menyerang secara brutal ketika Lea membuat kesalahan. Helaan napas berat keluar ketika perhatiannya berfokus pada Lea, dan Athena secara bergantian.

"Saya gak tau apa penyebab kalian sampai berantem seperti itu, tapi Lea ini salah kamu karena membuat Athena marah. Kamu mendorongnya secara sengaja, dan tidak mau meminta maaf. Sedangkan Athena juga salah, seharusnya hanya membalas sekali atau tidak membalasnya, tapi kamu malah membalas perbuatan Lea secara brutal, dan berkali-kali hingga Lea menjadi babak belur seperti ini," ucap Pak Darian dengan pelan.

"Udah saya bilang Pak, saya gak salah. Dia yang mulai duluan, saya gak salah!" sahut Athena yang masih tidak terima.

"Sabar Athena, ini kesalahan kalian berdua. Tidak perlu saling menyalahkan!"

"Berdua? Pak, saya-" perkataannya terhenti karena Nerman kembali menggenggam tangan kanannya dengan erat, membuatnya menoleh dengan tatapan kesal.

"Baik, saya terima anak saya bersalah, tapi Pak Darian ini adalah hal yang biasa. Pertengkaran kecil, dan anak saya membela dirinya ketika sedang di tindas. Apakah pembelaan diri dianggap sebagai perilaku tidak terpuji yang harus mendapatkan hukuman? Saya rasa tidak," ucap Nerman dengan begitu tenang, "Jika seperti itu sistemnya, seharusnya tidak ada yang namanya keadilan. Tidak harus ada polisi atau bimbingan konseling di sekolah ini karena tidak bisa menyelesaikan kasus."

"Saya tau betul apa yang Bapak katakan, tapi Pak-"

"Jika Bapak di tindas tanpa membuat kesalahan, apa Bapak akan diam saja? Atau melakukan hal yang sama seperti yang anak saya lakukan?"

Kalimat itu membuat Darian tak bisa berkata-kata lagi. Dia bingung harus bagaimana, keduanya salah menurutnya, tidak ada yang bertindak secara benar, dan terpuji.

"Pak Nerman, jika saya memaafkan Athena, nanti para siswa akan mengikuti apa yang Athena lakukan," ucapnya.

"Jika seperti itu, apakah anak saya harus di salahkan? Pak Darian, semua manusia di berikan otak untuk berpikir, mereka manusia, dan seharusnya bisa memilih mana yang benar, dan mana yang buruk. Mana yang boleh di lakukan sesuai keinginan, dan mana yang tidak boleh karena hanya ikut-ikutan."

"Tapi mereka remaja Pak."

"Kalau begitu, itu adalah tugas untuk Bapak sebagai bimbingan konseling. Memberikan arahan, memberikan edukasi agar tidak hanya ikut-ikutan!" ucap Nerman sebelum beranjak, dan masih menggandeng lengan putrinya, "Saya, dan keluarga pamit, terima kasih!" lanjutnya.

Athena terus memandangi lengannya yang di genggam Nerman sampai akhirnya langkah beserta cekalannya terhenti tepat di depan kelasnya. Pria itu menatapnya lekat-lekat dengan senyum bangga, sementara Leisha melipat kedua tangannya dengan memasang wajah malas. Mungkin dia ingin segera pergi karena merasa tidak dianggap sejak tadi.

"Papa gak marah?" tanya Athena takut-takut.

Nerman tertawa kecil, mendekap putrinya dengan penuh kasih sambil mengelus puncak kepala Athena pelan, "Kenapa papa harus marah kalau anak papa sedang membela diri?"

Athena tidak mengerti, ini sangat berbeda. Seharusnya Nerman marah, dan membuatnya kesal setengah mati seperti dulu, tapi ini berbeda, dan membuatnya sampai bingung. Apa lagi Leisha yang terus saja membisu di tempatnya.

Nerman melepaskan dekapannya, menyentuh kedua pundak Athena, dan berkata, "Athena, lakuin yang menurut kamu benar! Kadang kita perlu egois. Kita harus bisa bedain mana yang bisa di sabarin, dan mana yang bisa di kasarin. Gak semua orang itu baik, gak semua orang bisa di percaya, dan gak semua orang bisa ngambil keputusan yang adil. Kamu benar di mata papa, tapi salah di mata darian."

Athena tak menjawab, dia terus menatap manik mata itu lekat-lekat. Jantungnya berdegub lebih cepat sekarang.

"Belajar yang rajin ya, papa sayang sama kamu," ucapnya lagi sebelum mengecup puncak kepala Athena, dan melenggang pergi bersama Leisha.

Entah apa yang terjadi dengannya, yang jelas Athena merasa asing. Mungkin perasaan aneh ini datang karena Nerman tak pernah melakukan hal itu, atau mungkin karena dia terlalu membenci ayahnya.

Athena tersenyum kecil, memperhatikan punggung Nerman, dan Leisha sampai tak terlihat sebelum dia masuk ke dalam kelasnya.