'Gue udah di depan.'
Pesan singkat itu mampu membuat Athena tersenyum manis. Dia segera meraih ransel yang tergeletak di atas meja belajarnya, dan berlari keluar. Langkahnya nampak terburu-buru, berubah menjadi lebih cepat sampai akhirnya berhenti tepat di depan Aslan.
Gadis itu melihat ke arah kiri, dan kanan, mencari-cari sesuatu yang seharusnya ada di dekat sini. Namun, benda itu tidak terlihat, atau mungkin sengaja di sembunyikan.
"Nyari apa sih Na?" tanya Aslan bingung.
"Mobil atau motor lo mana?"
"Ada di rumah, bukannya udah sepakat terserah gue ya hari ini?"
"Iya, tapi... itu artinya kita jalan?" Athena membulatkan kedua matanya terkejut.
Sementara Aslan mengangguk dengan senyum tipisnya. Dia segera menarik lengan kanan Athena erat, dan mengajaknya untuk berjalan menyusuri komplek. Suasana pagi yang sangat sunyi, dan hawa dingin itu membuat Athena bergidik ngeri.
Ini bukan kali pertamanya dia berjalan kaki di pagi hari, tapi suasananya sangat berbeda kali ini. Entah kenapa rasanya sangat dingin, seakan-akan ada salju di sekitarnya.
Athena menghela samar, menyenggol lengan kiri Aslan, dan berkata, "Buka sweater lo dong!"
"Buat apa?" lagi-lagi kening cowok itu bertaut dalam.
"Udah cepetan buka!"
Aslan tidak tahu alasannya apa, tapi dia memilih untuk menuruti perintah Athena sekarang. Melepas sweaternya, dan langsung di rampas gadis itu dengan kasar.
Athena menghentikan langkahnya, di ikuti Aslan yang sekarang memperhatikan gadis di depannya ini.
"Kalau dingin tuh bilang, jangan malah nyuruh pake ngegas!" ucap Aslan dengan gelengan kepalanya.
"Lo gak peka anjir, lo tuh gak peka!" sahut Athena kesal, memperbaiki penampilannya agar lebih cantik sebelum kembali melanjutkan perjalanannya dengan menggandeng lengan kiri Aslan erat.
Jalanan besar yang ramai terlihat di depan mata keduanya. Suara klakson sudah terdengar meskipun ini masih pagi, pukul enam lewat lima belas, Jakarta sudah sangat ramai. Banyak penumpang motor yang menggunakan pakaian seragam sekolah, berbeda motif, dan warna tentunya.
Aslan menghela samar, menuntun Athena untuk duduk di halte bus. Mereka saling berpandangan sejenak, dan kembali menatap lurus ke depan.
Athena berpikir jika dia akan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, tapi ternyata tidak. Menunggu bus bersama Aslan di jam segini sambil mendengarkan klakson kendaraan itu lumayan menyenangkan. Itu seperti iringan musik klasik yang mungkin hendak berubah menjadi romantis, tapi tidak bisa.
Kekehannya keluar, Aslan menoleh dengan kekehan kecilnya, "Lo kenapa dah Na?"
Athena menggelengkan kepalanya, "Jam segini basanya gue masih tidur, tapi sekarang udah ngantri bus sama lo. Ini aneh, tapi lebih aneh lagi karena gue mau ngelakuin hal ini. Padahal sebelumnya gak mau."
"Oh ya? Berarti gue orang pertama dong yang berhasil ngajak lo keluar pagi-pagi?"
Gadis itu kembali menganggukkan kepalanya, "Eh! Tapi kenapa kita gak jalan aja? Lo bilang kan hari ini jalan kaki, kenapa harus nunggu bus?"
"Kalau jalan kaki tuh butuh waktu lama, nanti malah telat. Lagian bus bentar lagi dateng, kurang lima menit lagi sampe."
***
Kendaraan besar nan panjang itu berhenti dengan suara khasnya. Beberapa siswa turun setelah memberikan uang tagihan perjalanan.
Athenan, dan Aslan turun terakhir. Mereka masih berdiri di dekat kebun bunga, memperhatikan puluhan siswa yang sekarang memasuki kawasan sekolah dengan berlari. Ini masih pukul enam empat lima, masih ada lima belas menit untuk mereka berjalan kaki sebelum bell masuk.
Namun, Athena mencegah Aslan untuk melangkah. Menarik lengan cowok itu, dan mengajaknya berlari meninggalkan kawasan sekolahnya.
"Na, mau ke mana?" teriak Aslan.
"Gue laper, makan dulu yuk!"
Kedua netra Aslan membelalak kaget, dia tak habis pikir dengan Athena. Padahal dia masih bisa makan di kantin dengan waktu yang masih panjang, tapi lebih memilih pergi, dan mencari tempat yang jauh dari sekolah.
Helaan napasnya keluar begitu langkahnya terhenti tepat di depan mall besar. Namun, nyatanya Athena masih mengajaknya untuk berjalan masuk, langkahnya lumayan cepat, tapi tidak membuatnya kelelahan lagi.
Kini mereka duduk di salah satu meja MCD yang dekat dengan jendela. Pemandangan kota terlihat jelas dari atas sana, kendaraan yang terlihat itu juga berukuran kecil, dan yang paling baik adalah asap yang tidak ikut masuk ke dalam gedung sekarang.
Gadis itu tersenyum, memperhatikan Aslan dengan kaki kanan yang terus bergerak. Seakan-akan kakinya terserang tremor secara tiba-tiba.
"Kenapa harus ke sini sih Na?" tanya Aslan yang mulai tak nyaman.
"Kan udah gue bilang kalau gue ini laper, jadi kita sarapan di sini aja!" sahut Athena dengan begitu santainya.
"Ini udah jam setengah delapan, udah waktunya buat masuk kelas. Ini udah yang kesekian buat gue bolos, lo tau gak sih Na."
Athena mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengunyah burger kejunya dengan perlahan. Dia tahu akan hal itu, tapi kolom miliknya jauh lebih bangak ketimbang milik Aslan.
Cowok itu jauh lebih aman di banding dirinya yang masuk ke dalam kelas akselerasi. Jadwal yang padat dengan banyak peraturan yang tidak di sukai Atnena selalu muncul, dan semuanya sangat susah untuk di langgar.
Athena menghela samar mengingat peraturannya, dan sekarang sudah jelas tidak ada yang bisa memaafkan setiap kesalahan yang dia buat, "Udah deh Aslan, mendingan lo makan aja kentang goreng pesenan lo itu, atau liatin pemandangan aja biar lebih seger!"
Aslan hanya mendengus sebagai jawabannya, dan hal itu membuat Athena tertawa geli. Dia kembali menyantap burgernya sampai habis tak tersisa, "Oh iya, nanti abis lulu lo mau ke amana Lan? Mau ambil jurusan apa di kampus?"
"Lo sendiri pengen apa?"
"Hm, sejujurnya gue pengen ambil teknik sipil, tapi sayangnya bokap sama nyokap gue nyuruh buat ambil arsitektur. Padahal gue gak jago gambar, cuman jago matematika doang."
"Kenapa gak ambil ekonomi bisnis aja? Emangnya nanti siapa yang bakalan nerusin perusahaan bokap lo?" kening Aslan bertaut dalam.
"Bokap gue gak punya perusahaan, lebih tepatnya kerja di perusahaan. Tahun depan tempat kerjanya bakalan di pindah, kata bokap sih bakalan menetap."
"Ha? Mau ke mana?"
"Jerman, baru itu aja sih yang gue denger. Gue gak ngerti tepatnya kapan, tapi yang jelas bokap bakalan ngajak gue buat ke jerman. Dulu udah pernah gue ikut ke belanda, waktu masih kelas satu smp. Tapi kan gue bebel ya, jadi ya gitu." Athena terkekeh geli mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Gitu gimana?"
"Itu... gue kabur ke indonesia. Bokap sama nyokap nyariin gue setengah mati. Lapor sana, lapor sini, sampai akhirnya gue yang nelepon mereka kalau ada di rumah. Sejak saat itu mereka menetap di indonesia."
"Jadi dari dulu suka pindah-pindah negara?" Aslan memberikan tatapan tak percaya.
Athena mengangguk, "Bahkan keliling negara kita aja udah, semua tempat udah gue jelajahi."