"Athena!"
Suara familiar itu membuat Athena menoleh ke belakang, memberikan senyuman paling lebar dengan lambaian tangan pada Aslan yang sedang berlari menghampirinya.
Aslan berdiri tepat di samping Athena dengan napas yang terengah-engah. Salah satu tangannya menggenggam pagar pembatas roftoop. Keringat ada di mana-mana, entah apa yang baru saja dia lakukan sampai membuatnya kelelahan seperti ini.
"Akhirnya ketemu, tadi gue cari di kelas akselerasi katanya lo udah pulang duluan. Gue telepon juga gak di angkat, lo tau gak sih gue khawatir?" omel Aslan.
Athena tertawa kecil dengan gelengan kepalanya, "Kenapa khawatir? Gue baik-baik aja, gak ada yang perlu di khawatirin Aslan!"
"Gak mungkin, bokap sama nyokap lo gak mungkin diem aja kan pas tau lo masuk ruang BK? Makanya lo sekarang di sini, sendirian."
Mengingat kejadian tadi siang sore membuat Athena bergeming. Sorot matanya beralih pada lantai, tak terlihat bahagia. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang aneh di sini, sesuatu yang akan membuatnya semakin gelisah.
Dia mengingkan sikap baik kedua orang tuanya sejak dulu, tapi bukan secara tiba-tiba berubah. Seharusnya secara perlahan, atau mungkin karena Athena tidak menetap di rumah Nerman? Atau karena dia yang terlalu jauh sampai tidak tahu jika kedua orang tuanya mulai berubah menjadi orang yang baik, dan penyayang? Athena tidak tahu.
"Athena?" panggil Aslan lembut.
Cowok itu mendekap wajah Athena, membuatnya mendongak agar bisa menatap manik mata Aslan. Namun, Athena melepasnya, membuat jarak sedikit sebelum berbalik. Kedua tangannya menyentuh pembatas roftoop.
"Aslan, gue gak bisa mikir sekarang. Lo tau, tadi bokap sama nyokap ada di ruang BK. Pak darian udah cerita semua kronologinya, tapi sebelum itu lea cerita kalau dia korban. Waktu liat cctv, pak darian bilang kalau semuanya salah, dan harus dapet hukuman. Tapi... bokap gue gak setuju, mereka sempet adu mulut lama, terus bokap milih buat keluar ruangan," jelas Athena dengan begitu panjang, kali dia kembali menatap lawan bicaranya dengan mata yang memicing karena sinar matahari yang menyengat, "Siapa yang salah di Lan? Gue atau lea? Kenapa pak darian bilang kalau gue salah, padahal gue ngebela diri gue sendiri."
"Na, gue paham lo itu korban sebenarnya di sini. Tapi... apa yang lo lakuin juga gak bagus, seharusnya gak lo ladenin si lea!"
Salah satu sudut bibir Athena terangkat sedikit. Cara berpikir Aslan sama dengan Darian. Pantas saja sistem hukumnya aneh, cara berpikir manusia juga aneh ternyata. Masih banyak orang yang belum bisa berpikir secara kritis, seharusnya semua orang di ajari untuk berpikir kritis, open minded, agar bisa tahu mana yang salah, dan mana yang benar.
"Misalnya gini, lo di begal, tapi lo ngelawan sampai gak sengaja si begal itu mati. Lo di vonis dua tahun penjara karena udah bunuh pembegal, mereka bilang lo tersangka utamanya. Sekarang siapa yang salah, siapa yang korban, dan siapa yang jadi pelaku?"
"Si begal."
"Nah! Itu maksud gue, jadi di sini gue gak salah. Gue cuman ngebela diri gue sendiri, kenapa lo sama kaya darian tadi? Kenapa waktu lo yang jadi korban baru paham posisi gue? Kenapa harus jadi korban dulu?" ucap Athena sedikit kesal, "Aslan, kita gak harus jadi korban buat paham gimana posisi korban!"
"Maaf Na, gue kurang teliti barusan."
"Gak papa, gue ngerti. Oh iya, anehnya bokap gue ini ngedukung apa yang gue lakuin. Sampai-sampai gue bingung sendiri, dan masih gak percaya sampai detik ini. Lo tau gak sih Lan, bokap gue cium kening kepala gue tadi?! OM-gooness! Ini kali pertamanya Aslan, dan gue ngerasa antara bahagia sama panik!"
"Kenapa harus panik?" kening Aslan bertaut dalam.
"Bokap bukan orang yang kaya gitu, mungkin ada sesuatu yang dia sembunyiin. Atau mungkin aja marahnya di tahan, tapi nanti waktu gue udah ada di rumah."
Aslan memiringkan kepalanya ke kiri, memikirkan apa yang di katakan Athena barusan. Dia rasa ini hanya perspektif Athena yang belum tentu benar, mungkin saja Nerman sudah tahu jika putrinya sangat membutuhkan dukungan darinya. Butuh banyak kasih sayang. Mungkin saja begitu karena semua manusia bisa berubah seiring berjalannya waktu.
Aslan mengelus lengan kanan atas Athena pelan, mengubah posisi gadis itu agar bisa melihat senja dengan leluasa dengan dirinya yang sekarang berdiri tepat di belakang Athena. Menyentuh, dan menggenggam kedua tangan Athena erat dengan senyum yang sangat lebar sekarang.
"Jangan panik Na! Tuhan itu tau yang terbaik buat lo, bisa jadi ini semua doa lo yang udah Tuhan kabulin. Seharusnya lo seneng, gak malah bingung kaya gini!"
Memang benar yang di katakan Aslan barusan, tapi Athena masih merasa tidak nyaman. Dia sangat yakin jika ada sesuatu yang akan dia terima nantinya, sesuatu yang akan Nerman berikan, dan harus dia terima sebagai rasa terima kasih. Atau mungkin dari Leisha yang ingin Athena datang ke pernikahannya nanti.
Athena menghela samar, semua beban pikirannya tidak bisa hilang begitu saja. Ini membuatnya was-was, rasanya tidak ingin pulang ke rumah.
"Na, ayo pulang! Udah maghrib, waktunya buat istirahat sama bersihin badan yang jadi sarang bakteri!" ucap Aslan.
Athena mendongak, "Tapi tungguin gue ya!"
"Maksudnya?"
***
Mobil VW beetle versi convertible berwarna putih itu terparkir tepat di sebelah rumah mewah dengan pagar berwarna putih yang menjulang tinggi. Gadis berkacamata hitam itu masih memperhatikan rumahnya yang ada di ujung, kira-kira jaraknya sepuluh meter dari tempatnya saat ini.
Hembusan napas panjang terdengar tepat di sebelahnya, membuat Athena menoleh sambil melepaskan kacamata edisi terbatas itu, "Lo kenapa?"
"Lo yang kenapa! Ngapain kita di sini sih? Rumah gue masih jauh, kalau mau mantau rumah lo itu bisa dari balkon kamar gue Na, gak harus di sini!" sahut Aslan kesal.
"Ini demi keamanan, udah tunggu beberapa menit lagi ya! Gue cuman mastiin aja kalau bokap sama nyokap gak ke rumah."
"Beberapa menit? Ini udah jam delapan malem, itu artinya kita udah dua setengah jam keliling komplek sambil diem di sini! Nih, nyokap gue nelepon dari tadi!" Aslan memperlihatkan log panggilan tak terjawabnya.
Hal itu membuat Athena mendesah, dan menyalakan mobilnya untuk melaju cepat. Tak lama mereka sampai tepat di depan rumah Aslan, tapi seorang wanita dengan daster biru tua itu berlari ke arahnya dengan membawa sapu.
"Eh! Mas Aslan dari tadi di cariin ibu, katanya udah keterlaluan gara-gara belum pulang," ucapnya dengan logat sunda yang sangat kental.
"Iya Mba, makasih ya!" sahut Aslan sambil membereskan barang-barangnya. Memberikan ucapan terima kasih pada Athena sebelum dia keluar sambil mengajak asisten rumah tangganya itu.
"Mas itu siapa? Mobilnya bagus, edisi terbaru kalau gak salah kemarin baca berita. Anak orang kaya ya?"
Aslan tersenyum tipis, "Temen, tetangga depan itu Mba."
"Oalah, kaya banget ya ternyata."