Kelas bahasa Jerman telah usai beberapa menit yang lalu. Athena menyimpan semua alat tulisnya ke dalam ransel sebelum beranjak, tapi seseorang yang berdiri di ambang pintu membuat kedua alisnya bertaut.
Athena mengambil langkah pergi, meninggalkan kelasnya dengan langkah yang mantap. Namun, gadis yang tadi berdiri di ambang pintu itu menghampiri Athena sambil menyekal lengan kecil itu dengan erat.
Athena menoleh, kening gadis itu semakin bertaut dalam. Tatapannya yang menajam, dan semakin berubah menyeramkan tak membuat gadis berambut blonde itu takut. Malahan senyum sinis dia singgungkan sekarang.
"Gue Lea."
"Ya terus?" sahut Athena tak peduli, melepas cekalan Lea dengan kasar.
"Suruh nyokap lo ngejauhin bokap gue! Lo gak ngerti kan gimana perasaan nyokap gue sekarang?!" teriak Lea dengan wajah yang merah padam.
Kening Athena bertaut dalam, orang-orang yang ada di koridor sekarang memberikan tatapan bingung ke arah Athena. Namun, gadis itu tetap tidak peduli, hubungannya dengan Leisha pun sudah selesai, seharusnya Lea paham, dan tidak membahas wanita itu lagi.
Namun, dia rasa pria bernama Kevin itu telah berbohong pada Athena, dan Leisha. Atau mungkin saja Lea yang berbohong, kedua orang tuanya telah bercerai, tapi Lea masih belum bisa menerima semua itu.
"Nyokap gue selalu nangis tiap malem, gue juga muak banget ngeliat nyokap lo yang selalu ngegandeng bokap gue! Gue muak Athena!"
"Terus gue harus apa?! Kevin bilang kalau udah cerai, dan nyokap gue juga udah pisah sama bokap. Sekarang gue gak punya hubungan lagi sama leisha, seharusnya lo itu marah ke leisha, bukan ke gue!" sahut Athena dengan berteriak.
Lea menatap gadis itu dengan mata yang membulat, warna merah dengan air mata yang sekarang menggenang. Dia tidak percaya dengan sahutan Athena barusan, sebarusnya Athena meminta maaf atau melakukan hal lain yang tidak memalukan seperti ini.
"Athena, nyokap lo itu ngerusak keluarga gue sebelum orang tua gue pisah! Lo tau gak sih Na? Astaga! Kenapa lo gak paham juga? Kenapa lo malah marah balik ke gue? Seharusnya lo itu minta maaf ke gue!" ucap Lea di sela isakannya.
Athena menatap Lea jijik, sudut kiri bibirnya tertarik ke atas. Lea terlihat sangat jelek, dan penuh dengan rasa iba jika melihat kondisi gadis itu. Namun, Athena tidak merasa bersalah ataupun merasa kasihan, ini kesalahan Leisha, dan harus wanita itu yang meminta maaf untuk semua yang telah wanita itu lakukan. Bukan Athena.
Athena mendesah kesal, melipat kedua tangannya di depan dada, dan berkata, "Gue gak paham, gue gak ngerti, dan gue males ngobrol sama lo." Setelah mengatakan itu, dia pergi, tapi baru beberapa langkah suara teriakan itu membuat Athena berhenti.
Lea berteriak histeris, air matanya keluar dengan deras. Memukul kepalanya dengan kedua tangan sebelum berbalik, dan mendorong Athena dengan berlari kencang.
Athena tersungkur di dekat pintu kelas dua belas IPS4. Tubuhnya terasa sakit akibat lantai kotor itu, helaan napasnya keluar sebelum beranjak.
"Bangsat!" umpat Athena sebelum menarik rambut panjang Lea dengan kencang. Memberikan tatapan tajam untuk beberapa detik, dan kemudian menampak pipi kanan gadis itu beberapa kali.
Lea memekik kesakitan, dia memberikan perlawanan. Menendang kaki Athena dengan keras, tapi usahanya tetap sia-sia. Athena tidak merasa ke sakitan, malah sebaliknya. Rasa kesalnya semakin memuncak, dan mendorong Lea hingga kepalanya terbentur bak sampah yang terbuat dari keramik.
"Udah gue bilang kalau gue gak punya hubungan lagi sama lesha, lo itu harusnya marah sama dia, bukan sama gue! Udah tau kan akibatnya sekarang?!" ucap Athena dengan kesal.
Lea tak menjawab, dia sibuk menghapus jejak darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Rasanya sakit, tapi Lea masih bisa menahan. Dia segera bangkit, kedua tangannya mengepal dengan begitu erat hingga buku-buku kukunya memutih.
Athena masih tidak paham dengan kesalahan ibunya, dan itu membuat Lea semakin geram. Dia memberikan satu pukulan pada pipi kanan Athena hingga membuat gadis itu menoleh ke belakang. Sayangnya sudut bibir itu tidak mengeluarkan darah seperti miliknya.
"Lo bisa gak sih Na minta maaf sama gue? Kalau minta maaf bakalan kelar masalahnya!" ketus Lea.
"Masalahnya gue gak mau, dan gue gak ngerasa bersalah!" Athena mencengkram kuat kedua bahu Lea, "Lo gak ada hak buat ngedorong atau mukul gue kaya tadi!"
"Jadi lo doang yang punya hak?!"
"Gue gak pernah nyerang orang duluan, dan gak pernah buat masalah sama orang lain!"
Lea berdecih, itu kebohongan. Semua orang yang ada di sini juga tahu jika Athena sangat suka membuat ulah, membully anak yang tidak bersalah, dan memukul orang dengan seenaknya tanpa rasa iba. Dia selalu melakukan hal gila.
"Athena!" Aslan berteriak sambil mencoba untuk keluar dari kerumunan orang-orang itu, mencekal pergelangan tangan kiri Athena dengan erat sebelum membawanya pergi.
"Kita belum selesai Na!" teriak Lea.
***
"Gue gak papa Aslan."
"Bibir lo sekarang lebam Na, tangan kanan lo juga ada goresan. Kotor semua terutama kemeja putihnya," sahut Aslan yang masih mencari-cari perlengkapan P3K yang entah ada di mana sekarang.
Gadis itu memperhatikan dirinya, membuka almamater berwarna hitam miliknya. Di lihatnya jas itu dengan lamat-lamat, dan benar yang di katakan Aslan, lengan atas bagian kanannya koyak. Meskipun tangannya tidak terasa sakit, tapi bisa dia yakini jika lukanya sangat dalam.
Sesuatu menyentuh lengannya dengan rasa dingin, membuat Athena menoleh dengan kening bertaut. Dia meletakkan jas almamaternya di samping kiri, dan berkata, "Gue gak papa Aslan."
"Lo itu kenapa-kenapa Athena, ini luka yang harus di obati. Gak dalem emang, tapi pertolongan pertama wajib di kasih!"
Athena terkekeh, memperhatikan wajah Aslan yang sedang serius itu dengan senyum tipis. Cowok itu sangat peduli dengannya, bahkan lebih dari siapa pun terutama kedua orang tuanya. Andai saja Aslan miliknya, atau saudara kandungnya, mungkin Athena tidak akan merasa kesepian hingga detik ini. Atau mungkin dia tidak akan tahu apa itu kesepian.
"Kenapa berantem Na?" tanya Aslan tanpa menatap lawan bicaranya.
"Dia anak dari calon suami nyokap gue. Katanya nyokap gue jadi orang ketiga, sampai ngebuat orang tuanya pisah. Padahal gue gak ngerti apa-apa, kevin bilang ke gue kalau dia itu lajang. Itu ke salahan kevin sama leisha, gak ada hubungannya sama gue. Tapi lea berani buat teriak, ngebentak, dan ngedorong gue di depan orang-orang," sahut Athena dengan marah.
Aslan tahu, dan paham bagaimana perasaan Athena saat ini. Terlihat dari sorot matanya jika dia merasa malu, dan kecewa. Namun, Athena tidak bisa mengekspresikan perasaan itu sekarang, hanya bisa di pendam, dan terganti dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Tapi bukan berarti lo ngeladenin dia kan?"
"Dia harus dapet pelajaran karena udah berani ngela-"
"Athena lo di panggil pak toni!" potong seseorang yang sedang berdiri di dekat tirai pembantas ranjang UKS.