"Kalau gue gak kuat?" Athena mulai menatap manik mata Aslan lamat-lamat.
Membuat pemilik iria cokelat itu harus melepas kontak mata. Ia tidak bisa berlama-lama menatap Athena, rasanya malu. Sekaligus ada perasaan yang tidak biasa yang terus mendorongnya untuk tersenyum.
"Aslan?"
"Iya Na?"
"Udah jam segini lo gak tidur? Gue takut nyokap atau bokap lo ke sini terus marah-marah," ucap Athena takut.
"Engga kok Na. Btw Na, gue mau ke alfamart di ujung gang sana, lo mau nitip sesuatu gak?" tanya Aslan sebelum akhirnya beranjak.
"Samyang carbonara sama kopi ya."
"Oke!"
"Jalan kaki Lan?" tanya Athena.
Aslan menoleh dan memberikan anggukan di sertai senyuman.
"Naik motor gue aja, tuh nganggur tuh!" Athena menunjuk motornya yang terparkir rapi di sebelah mobilnya.
"Kuncinya?"
"Ada di sana."
"Oke, gue pergi ya, lo jaga diri baik-baik! Kalau ada apa-apa langsung telepon gue, oke!"
Gadis itu tertawa kecil, "Gak akan ada apa-apa. Aman!"
"Ahaha! Beneran ya, jangan sampai lo kenapa-kenapa gara-gara sendirian!"
"Iya, udah sana pergi!"
"Oke, bye-bye!!"
🍐
Karyawan manita itu mengemasi belanjaan Aslan sedikit lamban, membuat pemiliknya harus melihat-lihat jam untuk beberapa kali. Padahal hanya sedikit yang di belinya seharusnya karyawan wanita itu bisa sedikit lebih cepat.
"Udah minum kopi Mba?" tanya Aslan untuk basa-basi.
"Belum Mas, maaf ya saya lamban. Ini waktunya jam tidur saya, tapi temen saya susah di bangunin buat gantian jaga," jelasnya sambil tersenyum kecut.
Aslan mengangguk sungkan, mengambil barang belanjaannya, dan kemudian berjalan menuju pintu keluar.
"Beh! Emang paling cakep sesekolah, di tambah sama body yang udah pasti pas!" ucap cowok berambut ikal itu.
"Gue suka liatin fotonya pas lagi main ahahaha!" sahut si mata sipit sambil memperlihatkan sosok perempuan yang nampak pada layar ponselnya.
"Sayang banget dia galak, coba kalau frienly udah gue jadiin pacar si athena."
"Jelas woy! Entar gantian jadi pacar gua, giliran kita Ahahaha!" sahut si mata sipit sambil tertawa.
Aslan mendengus, meletakkan kantong kereseknya pada motor, dan berjalan dengan cepat. Menghampiri sekumpulan anak cowok yang duduk tak jauh darinya.
Tanpa basa-basi, Aslan menendang meja hingga meja itu pergi menjauh. Dua anak cowok yang duduk di sana menatapnya bingung.
"Lo kenapa Bro? Ada masalah?" tanya cowok berambut ikal itu.
Aslan tak menyahut, ia langsung memberikan serangan pada cowok bermata sipit itu. Pukulan pada pipi kanan secara berutal, dan berkali-kali terus di terimanya.
Cowok itu terkulai lemas, darah terus keluar dari sudut bibirnya dengan begitu deras. Hal itu tak membuat Aslan berhenti, sakit hatinya masih belum mereda. Emosinya harus segera di tuntaskan malam ini juga.
"Woy! Mati anak orang!" teriak cowok berambut ikal sambil mencoba untuk menarik Aslan.
Aslan mendengus, ia segera berbalik, dan menendang perut cowok itu. Memberikan dua pukulan pada pipi kanan, dan kiri kemudian berdiri dengan tegap.
Mengambil napas panjang, dan berkata, "Itu pelajaran karena lo udah berani lecehin athena! Sampai gue denger lagi lo ngelecehin athena, abis lo bedua!"
***
Cowok itu berlari dengan begitu cepat. Langkahnya semakin cepat dengan beberapa teman sekolahnya yang ikut berlari, menghampiri pintu pagar sekolah yang hendak tertutup rapat. Langkahnya terhenti di depan pos satpam, helaan napas panjang keluar dengan deru napas yang kasar.
Aslan mendengus, tenaganya terkuras habis karena berlari, tapi tak ada keberhasilan yang dia raih. Pukul tujuh lebih dia dengan teman-temnnya yang lain harus berdiri di dekat pos satpam.
Tempat khusus untuk siswa/siswi yang telat untuk datang tepat waktu.
Suara detap kaki berhak tinggi itu terdengar, membuat mereka semua menoleh dengan kening bertaut. Wanita berjas hitam dengan kacamata bulat berwarna hitan itu berjalan menghampiri mereka.
Raut muka kesal nampak tercetak begitu jelas. Fatmawati selaku guru BK berdiri di depan anak-anak yang datang tak tepat waktu itu, helaan napas kasar dia keluarkan sambil berkacak pinggang.
"Kalian ini selalu aja telat! Ada sepuluh orang di sini yang datang selalu telat, dan sisanya hanya beberapa kali," ucap Fatmawati dengan kesal.
"Maaf Bu Fatma, saya baru kali ini datang telat," sahut Aslan dengan acungan tangan.
"Iya, saya tahu, tapi tetap saja ini perbuatan tercela. Gak ada ampun hari ini, mau yang baru telat atau telat udah lama, dan jadi kebiasaan!" Kalimatnya di selesaikan dengan perhatian yang beralih pada pintu pagar.
Semua siswa yang datang terlambat termasuk Aslan ikut menoleh. Kening Aslan bertaut ketika mobil hitam melintasi tempatnya dengan pelan. Gadis itu datang dengan terlambat, dan memberikan anggukan pada Fatma melalui jendela mobilnya.
Wajah sombong, dan angkuh selalu tercetak dengan sempurna. Aslan hanya bisa menghela samar, Athena selalu mendapatkan bangku VIP dalam situasi apa pun, tidak sepertinya yang menjadi murid biasa tanpa ada embel-embel VIP.
"Bu, tadi athena juga telat, kenapa harus ada perbedaan di antara kita? Kita ini murid di sini, seharusnya drajat saya, kita semua, sama athena itu sejajar," ucap Aslan dengan lantang.
Kening Fatmawati mengernyit di balik kacamata bulatnya, kedua tangannya kembali berkacak pinggang, dan betkata, "Khusus untuk anak akselerasi mendapatkan tempat VIP untuk semua situasi, perbedaannya kalian hanya siswa biasa, dan athena siswa khusus yang selalu meraih penghargaan resmi yang membuat sekolah bangga."
"Olimpiade kemarin, masih bisa di bilang bangga Bu Fatma? Bukannya athena mempermalukan sekolah karena tidak datang kemarin?"
"Hanya satu kali, saya yakin ada masalah yang jauh lebih penting dari olimpiade. Kenapa kamu masih memojokkan saya hanya karena athena tidak mendapat hukuman? Saya menjalankan tugas sekarang!" sahut Fatma lebih kesal.
Aslan hanya berdecih, dan kembali mendengus kesal, "Kekuasaan membuat hukum menjadi tumpul, uang merubah segalanya. Kalau kaya gini saya juga mau Bu Fatma."
"Mau apa?"
"Ngasih banyak uang ke sekolah supaya dapet bagian VIP yang athena dapet. Tapi kayanya bakalan susah, enak di sekolah doang, tapi di rumah jadi miskin."
"Kamu ngomong apa sih Aslan?"
Aslan menggeleng, mengangkat bahunya acuh dengan senyuman sinis yang dia berikan. Rasa takut menghilang seketika di benaknya, padahal dia tahu jika membuat keributan dengan Fatmawati, bisa-bisa buku hitamnya bettambah menjadi beberapa lembaran merah.
"Yaudah Bu, mendingan sekarang Ibu ngasih kita hukuman! Saya udah gak sabar buat di hukum, kayanya seru pagi-pagi olahraga di lapangan," ucap Aslan dengan kekehannya.
Fatma tidak mengerti dengan tingkah laku Aslan yang berbeda, terlalu berani, dan membuatnya kebingungan, "Oke, hukuman hari ini tidak ringan, kalian lari lima putaran di lapangan basket, terus kumpulin semua sampah dari halaman depan sampai belakang!"