"Na, capek gue Na ngikutin lo yang lari mulu," ucap Aslan setelah duduk di salah satu kursi di depan indomart.
"Sama," sahut Athena, meminum yogurt cimory rasa strowberry favoritnya.
Aslan mencoba untuk menormalkan deru napasnya yang tak karuan. Setelah di rasa normal, ia ikut meminum yogurt cimory miliknya, dengan satu roti rasa cokelat.
"Na, gue boleh nanya gak sih Na?" tanya Aslan agak takut.
"Nanya apa?"
"Tapi jangan marah ya!"
"Tergantung topiknya, kalau nyimpang ya gue marah," sahut Athena.
"Kayanya sih engga deh."
"Yaudah, nanya aja!"
"Kenapa mereka ngejar lo sih?" tanya Aslan setelah diam beberapa saat.
Athena menghela panjang, meletakkan bungkus cimory yang telah habis di atas meja sambil memainkan kuku-kukunya.
"Jadi tuh dia temennya orang yang gue pukul di sekolah tadi. Gue ngevideo dia yang lagi bully temen kelasnya, terus gue pukulin dia," jelas Athena, "Jadi dia minta bantuan zeno, tapi zeno gak bisa bantu tadi sore. Terus malah mau gebukin kita di tempat tadi sama temen-temennya yang lain."
"Tadi sore lo kan juga di kepung, tapi lo gak takut. Kenapa sekarang lari?"
"Soalnya mereka adik kelas, cuman anak kelas sepuluh doang. Kalau yang tadi kan campur tuh, ada dari sekolah sebelah, sama orang yang ntah dari mana."
Sekarang Aslan paham dengan semua kejadian hari ini, di tambah lagi dengan Athena yang memiliki niat baik, tapi malah menyimpang dengan perbuatan negatifnya.
Di balik sifatnya yang pemarah, dan selalu emosi dalam kondisi apa pun. Athena juga memiliki sisi baiknya, meskipun selalu mengambil keputusan dalam emosi.
"Terus kenaps ponselnya lo buang?" tanya Aslan yang semakin bingung.
"Emang kenapa?"
"Lo gak ada niatan buat lapor?"
"Tanpa lo kasih tahu juga udah gue laporin, videonya juga udah gue kasih ke guru BK," jelas Athena.
Aslan kembali menghela, ia semakin tidak paham dengan sekolah barunya. Penguasa bisa melakukan segalanya, dan penguasa yang juga seorang penindas selalu di benarkan oleh pihak sekolah. Mereka terus membiarkan Athena, dan tidak pernah ada yang menyadarkan Athena tentang perbuatan kejinya di sekolah.
"Na?" panggil Aslan.
"Apa?"
"Tadi kalau kita gak lari, kita bakalan menang."
"Kok bisa?"
"Gue jago beladiri, gue bisa karate," sahut Aslan.
Athena menatapnys sinis, beranjak dan berkata, "Sombong."
"Gue kan ngasih tahu Na."
"Sama aja sombong," sahut Athena sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan Aslan.
"Na, Athena? Mau kemana Na?" teriak Aslan sebelum berlari menyusul Athena.
"Pulang!"
"Ikut Na, tungguin gue!"
***
Tumpukan buku itu tertata rapi di depan Athena. Dengusan membuat raut mukanya berubah kesal, ia pun harus memindahkan beberapa makanannya di meja lain.
Aslan selalu menyebalkan, padahal olimpiadenya masih lama, tapi cowok itu sudah menyiapkannya sejak dini. Athena menganggapnya terlalu ambisius, apa lagi keinginannya untuk menang, dan masuk kelas akselerasi membuat Athena semakin tidak menyukainya.
"Ini semua materi yang bakalan keluar besok," ucap Aslan sembari membagi buku-bukunya untuk Athena.
"Besok? Orang masih lama."
"Na, persiapan jauh-jauh hari itu penting!"
"Iya, tapi gak di kantin juga bahas materinya! Gue pengen makan, laper!" sahut Athena ketus.
Aslan hanya tersenyum kecil, dan kemudian duduk di depan Athena. Senyumannya masih mengembang, tak ada niatan untuk membubarkannya. Padahal gadis di depannya itu menatap Aslan datar.
"Lo masih laper?" tanya Aslan basa-basi.
"Menurut lo?"
"Gak tahu, gue aja gak liat lo udah selesai makan."
"Belajar sendiri dah lu! Gue nyusul pas abis makan." Athena kembali meletakkan piring makanan itu di depannya, "Gini aja dah, lu baca agak keras, gue yang dengerin."
"Boleh, kita mulai bab apa dulu?" tanya Aslan bersemangat.
"Terserah lo aja dah, gue lagi males mikir."
"Apa ya Na? Gue juga bingung mau belajar dari mana."
"Mulai dari soal tahun lalu aja gimana? Dari sana kita bisa tahu apa aja yang beneran keluar," sahut Athena sambil mengunyah makanannya.
Aslan mengangguk, dan mulai mengeluarkan lembaran soal yang tersimpan dalam tasnya.
"Gue baca, dengerin ya Na!" titah Aslan.
"Oke."
Cowok itu mulai membaca satu persatu soal, dan Athena mencoba untuk menjawabnya. Beberapa soal yang tidak di ketahui jawabannya, membuat mereka berdua menjadi berdiskusi, dan mencari materi lengkapnya dalam buku.
Mereka terlihat akrab untuk beberapa hari. Meskipun Athena masih suka berbicara ketus, dan Aslan yang selalu memaafkannya.
Piring itu telah kosong, es teh manisnya pun juga ikut habis. Athena menghela, dan mulai mengambil buku yang menjadi bagiannya.
"Ini buku perpus?" tanya Athena.
"Iya, kenapa?"
"Lo bilang pinjem berapa lama?"
"Dua mingguan."
"Ada lima belas buku, dan lo ngasih gue tujuh?" tanya Athena heran.
"Yang delapan biar gue aja, kalau gue kasih banyak, ntar lo stres," jelas Aslan.
Athena tertawa mendengar penjelasan Aslan, "Gue mantan anak akselerasi, udah biasa dapet materi banyak. Gak usah ngerasa kasihan!"
"Makanya itu Na, gue kasih segitu biar lo santai."
"Um! Gitu, terus total uangnya berapa? Gue ikut iuran buat pinjem bukunya."
"Tadi sih gue keluarin tiga puluh ribu, tapi gak usah di ganti! Santai aja sama gue," sahut Aslan cepat.
"Yaudah, kalau gak mau."
"Btw, gue boleh nanya gak sih Na?" tanya Aslan agak ragu.
"Apa?"
"Lo masuk kelas akselerasi dari kapan?"
"Dari SD, kalau gak salah mulai kelas empat," sahut Athena yang mencoba untuk mengingat.
"Jadi sekarang umur lo berapa?"
"Lima belas tahun."
"Ha? Anjir, muda banget!" sahut Aslan terkejut.
"Kenapa? Lo pengen gue panggil Abang gitu?"
"Engga, cuman nanya doang."
****
Wanita paruh baya dengan kacamata kotak itu terus menerangkan tentang sejarah Indonesia semasa Belanda menjajah. Banyak siswa yang mulai tidur di dalam kelas, tapi tak ada niatan untuk berhenti menjelaskan materi siang ini.
Tak lama setelah menjelaskan, keningnya bertaut dalam. Wanita itu memperhatikan gadis yang sedang tidur, bangkunya ada di urutan nomor dua darinya.
"Kenapa Bu?" tanya Wildan bingung.
"Itu yang tidur Athena bukan?" tanyanya dengan kening yang masih bertaut dalam.
Wildan yang duduk di samping Athena itu mengangguk sebagai jawaban finalnya.
"Tumben, kenapa dia? Sakit?"
"Gak tahu sih Bu, daritadi pagi keliatan gak semangat. Aura jahatnya juga gak keluar," sahut Wildan jujur, dan di jawab gelak tawa oleh teman sekelasnya.
Bu Ani menggelengkan kepalanya pelan, dan kemudian kembali melanjutkan materinya yang hampir selesai itu.
Disana, dekat dengan jendela kelas. Aslan sibuk memperhatikan gadis yang sedang tertidur lelap, sesekali ia tersenyum karena mengingat hal lucu. Namun, perasaan kesal juga ikut keluar ketika mengingat tentang Athena yang sangat menyebalkan.
"Pelajaran kita sampai disini saja ya, untuk hari tidak ada tugas rumah," ucap Bu Ani sembari merapikan barang-barangnya.
"Iya Bu!!" sahut seluruh siswa.
"Athena gak di bangunin Bu?" celetuk Rere.
"Jangan, kasian dia! Saya pamit ya!"
"Terima kasij Bu Ani!"
Wanita itu mengangguk dengan tersenyum sebelum akhirnya pergi.