"Nyokap sama bokap lo emang suka gitu ya? Pamer bakat anak?"
Gadis itu berjalan mendekati pagar pembatas, merasakan angin malam yang mulai menerpanya. Membuat rambut panjangnya terbang sesuka hati.
"Iya, mereka suka bangga-banggin gue di depan tamu-tamu mereka doang," sahut Athena.
"Hm, jahat juga ya," sahut Zikra yang ntah sejak kapan ikut berdiri di samping Athena.
"Lo tinggal di luar negeri, tapi bisa fasih bahasa Indonesia ya."
Zikra tertawa renyah sebelum menoleh ke arah Athena, "Itu gara-gara masih ngobrol sama temen, terutama sama keluarga juga sih yang nyuruh pake bahasa Indonesia."
"Pasti enak ya tinggal sendirian, gak akan ngerasa tekanan batin gara-gara kemauan orang tua."
Zikra kembali tertawa, tapi tidak membuat ekspresi datar Athena berubah sama sekali. Gadis masih menatap Zikra datar, dan menunggu jawaban dari cowok yang masih saja tertawa.
"Enak sih enak, cuman gue suka kangen sama omelan nyokap, kangen sama kasih sayang mereka. Pokoknya gue kangen rumah," jelas Zikra, "Emangnya kenapa?"
"Gapapa."
"Lo mau tinggal sendiri emang?" tanya Zikra dengan salah satu alis yang naik ke atas.
"Iya, gue pengen jauh dari mereka."
"Kenapa?"
"Harus ada jawabannya?" tanya Athena.
"Ah! Engga kok, kalau lo gak mau jawab juga gapapa."
Athena tak menjawab, ia segera berbalik, dan berjalan keluar meninggalkan Zikra.
"Na, mau kemana?" panggil Zikra.
"Pergi, ke tempat yang jauh."
"Ikut!"
***
Helaan napas kembali keluar dari bibirnya. Satu gelas kopi, dan satu gelas jus semangga telah habis. Cowok itu kembali menatap jam yang ada di ponselnya, dan sampai pukul sembilan malam pun, Athena tak kunjung datang.
Tak ada pesan, ataupun telepon yang di kirimkan gadis itu pada Aslan. Membuatnya harus menunggu, dan kembali menyambungkan teleponnya pada Athena, tapi untuk yang ke sekian kalinya, tak ada jawaban.
Aslan tidak mengerti, ia pun merasa bodoh karena mau menunggu di tempat ini sampai pukul sembilan malam. Padahal sudah jelas, Athena mengatakan jika dia tidak bisa datang.
"Bego!" gumamnya sebelum beranjak dengan menggendong tas ransel berwarna hitam itu.
***
Mobil berwarna hitam tanpa atap itu berjalan di bawah langit malam yang gelap dengan kecepatan di atas rata-rata. Lampu-lampu jalanan mulai meredup, kendaraan lain pun tak ada yang ikut melintas.
Banyaknya pohon di pinggir jalan yang tak terlihat itu membuat ekspresi Zikra berubah menjadi ngeri. Seakan-akan ia merasa jika sedang berkeliling di tempat yang jauh dari perkotaan.
"Kita mau kemana?" tanya Zikra yang masih sibuk memperhatikan jalanan di luar jendela.
Gadis dengan kacamata hitam itu hanya tersenyum miring, dan berkata, "Ke ujung dunia."
Cowok itu mulai menatap lurus ke depan, senyumnya terlihat begitu merekah. Kedua tangannya mulai di angkat sambil berteriak, "Lebih cepet Na!!"
Athena tertawa sambil menambahkan kecepatannya.
"Wow! First impression sama lo emang beda sih, dan kali ini vibesnya juga beda!" teriak Zikra senang.
"Lo mau mati gak?"
Zikra menoleh, raut mukanya berubah sedikit pucat sekarang, "Ha? Gimana-gimana?"
"Mau mati? Gue udah bosen idup, kalau mau, di seberang sana ada jurang," jelas Athena santai.
"Lo gila?!"
"Masih waras, kan gue nanya dulu. Kalau mau ya ayo, kalau engga yaudah."
"Engga Na, gue masih pengen idup."
"Oke."
Tak lama setelah kata "oke" itu keluar, Athena segera mengerem mobilnya dengan sangat mendadak. Membuat Zikra harus memegang sabuk pengamannya dengan kencang, sambil berteriak ketakutan.
"Athena, lo gila! Gak waras!" teriak Zikra setelah mobil itu berhenti di jurang.
"Itu jurang, kalau gak berhenti kita bakalan mati."
"Bener-bener gak waras lo Na!"
"Emang."
***
Suara nampan yang di letakkan secara kasar itu membuat Athena mendongak. Menatap Aslan yang sekarang berdiri di depannya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Tatapan cowok itu terlihat marah, tapi Athena tidak peduli. Ia memilih untuk melanjutkan acara makannya, seakan-akan Aslan tidak ada di depannya.
"Lo ke mana kemarin?" tanya Aslan sambil ikut duduk di depan Athena.
"Udah gue bilang kalau gue sibuk."
"Na, kita mau olimpiade. Lo bisa gak sih jadi team yang baik buat gue? Jangan kaya gini!"
"Gue gak minta satu team sama lo."
"Iya gue tau soal itu! Dan begonya gue kemarin nungguin lo dari jam enam sore, sampai jam sembilan malem," ucap Aslan kesal.
Perdebatan kecil itu membuat para pengunjung kantin memperhatikan kedua remaja itu, dengan tatapan yang tidak percaya. Apa lagi waktu mendengar jika mereka berdua satu team untuk lomba nanti.
"Gue baru sadar kalau bego gara-gara lo, gue bego karena mau nungguin lo, sambil berharap kalau lo bakalan dateng," omel Aslan lagi.
"Udah gue bilang kalau gue gak bisa dateng," sahut Athena ketus.
"Gue tau, tapi harusnya waktu gue telepon itu di angkat! Lo gak ada rasa bersalah sama sekali?"
"Urusin aja perkejaan lo sendiri, atau urusin aja si aca! Gue gak selera buat berantem sama lo pagi ini."
Aslam tertawa hambar, kali ini ia tidak mau mendengarkan alasan Athena. Ia memilih untuk mengomeli gadis yang sedang makan tanpa menatap wajah Aslan.
"Gue gak mau! Kita satu team, dan lo harus nurut sama gue!"
Habis sudah kesabaran Athena, ia segera beranjak sambil memukul meja dengan kedua tangannya. Suara pukulan yang begitu besar itu membuat seluruh penghuni kantin kembali memperhatikannya, terutama Aslan yang sekarang sedang mendongak.
"Gue udah bilang gak bisa, kenapa lo maksa?" tanya Athena yang masih memelankan suaranya.
"Karena waktunya udah mepet, gue gak mau ketinggalan jauh."
Nampan makanan milik Athena di buang dengan begitu cepat. Suara pecahan mangkok beserta piring tak membuat Aslan menoleh, ia tetap fokus menatap Athena yang sedang menahan amarahnya.
"Gue muak sama lo, gue gak mau satu team sama lo! Harusnya lo paham, dan harusnya lo gak ngotot buat ngasih perintah ke gue!" teriak Athena, "Lo gak ngerti kesibukan orang, yang lo tau cuman olimpiade!"
"Gak gitu Na."
"Gak gitu apa?! Lo lebih mikirin olimpiade, bener kan? Sekarang mendingan lo belajar sendirian!" teriak Athena sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan kantin.
Aslan menghela panjang, perhatiannya masih fokus pada punggung kecil yang telah menghilang dari pandangannya itu.
***
"Selamat pagi anak-anak!" ucap pria paruh baya itu dengan senyuman yang merekah.
"Pagi Pak!!" sahut seluruh siswa XI IPS4.
Tak lama setelah sahutan itu, Athena berjalan masuk ke dalam kelas dengan meneteng tas ranselnya yang terlihat tidak memiliki isi apa pun.
"Hari ini, Athena akan belajar dengan kalian di kelas ini," ucap Pak Riki.
"Kenapa Pak?" tanya Wildan bingung.
"Iya Pak kenapa sih Pak? Kelas akselerasi kan keren Pak buat Athena," sahut Andre.
"Gue gak mau lagi masuk ke sana, kenapa?!"