"Loh! kenapa Pak? Kelas akselerasi kan keren Pak buat Athena," sahut Andre.
"Gue gak mau lagi masuk ke sana, kenapa?!" sahut Athena ketus.
"Gapapa kok Na, kelas ini selalu jadi kelas lo kok," sahut Andre dengan senyuman lebarnya.
Pak Riki hanya tertawa kecil, dan berkata, "Yang baik ya sama Athena, jangan ada yang nakal!"
"Iya Pak!!"
"Baik, saya pamit, selamat pagi!"
"Pagi Pak!!"
Pak Riki berjalan keluar, dan Athena berjalan menuju bangkunya yang di huni oleh cowok pindahan itu. Tatapannya masih saja datar, membuat Aslan menautkan kedua alisnya.
"Minggir! Ini bangku gue," titah Aslan.
"Gue udah di sini semenjak dua minggu yang lalu," sahut Aslan.
"Mulai hari ini, ini bangku gue! Pindah gak lo?!" teriak Athena dengan emosi yang masih belum padam.
"Lo aja kali Na, yang pindah! Kita semua juga gak nyaman ada lo di kelas," ucap salah satu gadis yang duduk di dekat jendela kelas.
Athena menoleh, menatapnya dengan tatapan tajam. Ucapan itu membuatnya merasa marah, dan membuat kakinya melangkah untuk pergi. Namun, Aslan mencekal pergelangan tangannya dengan erat.
"Lepasin!" titah Athena.
"Udah, gak usah ngajak orang war! Gue bakalan pindah kok," ucap Aslan.
"Dia yang nyari ribut duluan."
"Udah-udah, santai! Becanda doang si Via, gak usah di dengerin!" Aslan mulai beranjak tanpa melepas pegangannya pada Athena, mengambil rasanselnya, dan mendekatkan wajahnya pada telinga Athena, "Lo cantik kalau lagi marah."
"Gak usah bercanda!" sahut Athena sambil mendorong Aslan, dan meletakkan tasnya dengan kasar di atas meja.
Cowok itu hanya tersenyum sebelum melepaskan cekalannya, "Yang betah di sini!"
"Gak usah sok akrab sama gue!"
"Orang ngasih perhatian salah, ngajak ribut juga salah, mau lo apa sih Na?"
"Lo diem, gue seneng!" sahut Athena sebelum melenggang pergi.
"Na, mau kemana?" teriak Aslan.
"Bukan urusan lo!"
****
Kelas telah usai, guru beserta siswa berjalan keluar untuk pergi mengunjungi kantin. Namun, Athena hanya diam di tempat duduknya sambil menatap papan tulis yang ada di depannya.
Gadis itu menghela panjang, mengeluarkan ponselnya dari dalam almamater yang sejak tadi bergetar. Nama Leisha tercetak di sana, tatapannya masih datar, dan kemudian ia segera menempelkan benda pipih itu pada telinga kanannya.
"Kamu mau rumah yang ada di mana lokasinya?" tanya Leisha di seberang sana.
Sudut bibir Athena tertarik ke atas, "Kirim aja uangnya, nanti aku yang beli sendiri rumahnya. Mama gak perlu tau!"
"Terus mobilnya?"
"Beliin mobil keluaran terbaru, tapi bukan dari Indonesia!"
"Oke, minggu depan mobil kamu udah ada di rumah," sahut Leisha.
"Oke." Setelah itu, Athena segera menutup sambungan teleponnya, dan kembali menyimpan benda itu di dalam saku almamaternya.
Pintu kelas terbuka lebar, menampakkan sosok gadis yang membuat kesalahan pagi ini. Salah satu sudut bibir Athena kembali terangkat, seringaian yang menyeramkan.
Athena segera beranjak, berjalan mendekati Via yang kini membersihkan alat tulisnya.
"Sampah kok bersihin sampah sih?" ucap Athena.
Via menoleh, kedua bola matanya memutar. Raut muka gadis itu terlihat tidak nyaman, ia tidak menyukai situasi kali ini.
"Siapa yang lo sebut sampah?" tanya Via.
"Elu lah, siapa lagi di kelas yang lagi beresin sampah?"
"Gue gak lagi beresin sampah, gue beresin alat tulis."
"Oh! Jadi sampah yang gue maksud itu alat tulis buat lo," ucap Athena dengan tawa yang mengejek.
"Na, ini gak lucu. Lo mau apa sih?"
"Ah! Lo udah gak sabar ya ternyata." Athena berjalan mendekat, sedangkan Via berjalan mundur.
Gadis itu mencoba untuk menjauhi Athena, namun tembok tak mengizinkan. Punggungnya menempel pada tembok, dan Athena hanya menyeringai sambil mencoba untuk menyapu rambut yang ada di pipi Via.
"Kenapa? Lo takut ya?" tanya Athena sebelum tertawa jahat.
"Gue gak takut, yang harusnya takut itu lo Na!"
"Kok gue? Kenapa sama gue?"
"Karena lo itu pelaku perundungan!" teriak Via.
Raut muka Athena berubah menjadi kesal, kedua tangannya berpindah pada kerah kemeja Via. Meremas kerah berwarna putih itu dengan begitu kuat, tatapannya pun mulai menajam. Nyali Via mulai menciut, ia takut sekarang.
"Lo bilang apa?" tanya Athena dengan menekan setiap kata yang di keluarkan.
"Na, gue bercanda Na."
Athena tak menggubris ucapan Via, ia memilih untuk menampar pipi kanan gadis itu dengan begitu keras. Memberikan cap merah dari jari lentiknya. Via hanya bisa menangis, dan berteriak kesakitan. Tak ada keberanian untuk melawan Athena yang memiliki sifat seperti iblis itu.
"Na, sakit Na!" ucap Via di sela tangisnya.
"Itu buat yang tadi pagi, dan ini buat yang barusan!"
Tangan kanannya mulai menjambak rambut Via, dan menggiring gadis yang sedang menahan sakit itu untuk keluar dari dalam kelas.
Beberapa siswa yang berada di luar kelas mulai menoleh, menatap Athena dengan tatapan ngeri. Tak ada yang berani untuk pergi melapor, bahkan untuk mengambil potret foto perundungan pun tidak ada yang berani.
Via tersungkur, darah segar dengan goresan tipis tercetak pada keningnya. Rasa perih, dan sakit pada bagian pipi beserta rambutnya hanya membuat Via menangis sesenggukan. Ia membutuhkan pertolongan, tapi tak ada yang berani membantunya dari iblis jahat Athena.
"Enak gak Vi?" tanya Athena dengan gelak tawanya.
"Athena!"
Teriakan itu membuat Athena menoleh, senyumannya semakin merekah. Kedua tangannya pun mulai di simpah di belakang tubuhnya sambil menunggu cowok yang memanggilnya berdiri di hadapan Athena.
"Uuh! Pahlawan kesiangan udah dateng," ucap Athena.
"Lo gila ya Na, kalau dia kenapa-kenapa gimana?!" tanya Aslan dengan nada tinggi.
Cowok itu mulai membantu Via berdiri, dan menyuruh dua gadis yang berdiri tak jauh darinya untuk membawa Via ke UKS.
"Cita-cita lo dulu pasti pengen jadi pahlawan super ya? Makanya selalu ngebantu orang yang gue bully."
Rahang Aslan mengeras, ia segera mencengkram kedua pundak Athena dengan kuat, dan berkata, "Lo bisa jaga cara bicara lo gak sih Na?! Gue muak sama tingkah lo yang kaya setan!"
"Ini tingkah gue, kenapa lo yang repot?"
"Na, itu nyawa orang Na yang lo pake buat mainan! Lo gak mikir kalau sampe kejadi apa-apa gimana?!" teriak Aslan yang tidak paham dengan isi kepada Athena.
Athena hanya tertawa, dan berkata, "Kenapa lo peduli sama nyawa mereka? Kenapa lo peduli sama gue? Kenapa lo peduli sama apa yang gue lakuin?"
"Gue gak peduli sama lo, gue peduli sama orang yang lo bully!"
Athena menatap tajam Aslan, dan segera melepas cengkraman cowok itu dengan kasar, "Gue kasian sama lo lama-lama, terlalu peduli sama orang asing."
"Kasian? Lo gila ya?" tanya Aslan.
Gadis itu berjalan mendekat, membersihkan debu yang menempel pada pundak kanan Aslan dan berkata, "Keahlian lo pasti suka ikut campur urusan orang lain, terus suka jadi pahlawan super yang dateng di waktu yang gak tepat."
"Sesuka hati lo mau sebut gue apa, yang jelas gue masih punya hati."
Athena mengambil beberapa langkah ke belakang sambil tertawa kecil, kemudian mengubah eskpresinya menjadi datar kembali.
"Dasar sampah!" ucap Athena sebelum melenggang pergi meninggalkan Aslan.