Chereads / ATLAN MA / Chapter 8 - p s i k o p a t h

Chapter 8 - p s i k o p a t h

"Kenapa sih Sinta? Mau marah ya sama gue? Biasanya lo cuman diem sambil nangis, tapi kali ini lo gak nangis," ucap Indah, membungkukkan badannya agar bisa melihat wajah Sinta.

"Ndah, makan yuk! Gue laper nih, dia udah gak asik buat di ajak main," ucap Septi.

Indah menghela, menegakkan kembali badannya, dan berjalan mundur. Sebelah sudut bibirnya masih sama tertarik ke atas, ia merasa begitu puas hari ini.

Namun, suara buku jatuh itu membuat keningnya bertaut dalam. Tatapannya kembali menajam, dan langkahnya mulai mendekati Sinta dengan cepat.

"Kenapa?! Lo berani sama gue?!" teriak Indah sebelum menjambak rambut panjang milik Sinta.

"Gue muak sama lo!" sahut Sinta yang ikut menarik rambut Indah.

Indah tak bisa menahan amarahnya, dengan cepat tubuh mungil Sinta telah ambruk. Tergeletak di atas ubin lantai, tatapannya semakin menajam. Indah mulai mendekati Sinta dengan perlahan, dan kembali menjambak rambut panjang itu dengan kuat.

Gadis kecil itu merontak kesakitan, lehernya terasa sakit karena harus mendongak. Posisi yang tengkurap itu membuatnya tak berdaya, di tambah lagi ada beban di bagian kaki, dan juga pahanya.

"Rina, Septi, jangan duduk di sana!" teriak Santi, tapi hanya di jawab dengan gelak tawa.

"Guys, biarin dia duduk, kasian," ucap Indah.

Rina, dan Septi mulai beranjak dengan raut muka kesal. Indah juga ikut menjauh, dan Santi mulai bernapas lega. Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk, menata ulang rambutnya yang sudah tak karuan.

Rasanya ingin menangis, dan berteriak, tapi tak akan ada yang mendengarkan. Kelasnya pun sudah sepi, hanya ada mereka berdua. Kalau pun Sinta berteriak, sudah di pastikan Indah akan memberi penyiksaan yang lebih kejam dari ini.

"Indah udah!" teriak Santi dengan isakannya yang mulai keluar.

Indah hanya tertawa sambil menyemprotkan air berwarna merah itu pada kemeja putih Santi. Setelah habis, ia mulai duduk. Menatap wajah Santi yang sudah terlihat jelek, mencengkram kerah kemejanya dengan senyuman jahat.

"Masih berani ngomong gak lu?" tanya Indah.

"Ndah, sakit tahu Ndah badan gue. Gue capek Ndah, kemeja gue juga jadi merah gara-gara lo," sahut Santi tanpa menatap manik mata Indah.

"Bangsat!" Indah segera menampar pipi Santi berkali-kali, membuat gadis kecil itu menangis sesenggukan.

Pipi Santi kembali memerah dengan warna ungu yang ikut terpancar. Sudut bibirnya juga mengeluarkan darah, tapi Indah tak kunjung selesai. Ia masih menarik, dan menampar Santi yang mulai melemas.

"Wah! Keren banget."

Suara itu membuat Indah menoleh, menatap gadis cantik yang sedang berdiri di ambang pintu sambil merekam sebuah video miliknya.

"Hapus videonya!" titah Indah.

"Siapa lo berani ngasih perintah ke gue?" tanya Athena sebelum menyimpan ponselnya ke dalam saku kemeja.

"Siniin gak ponselnya!" teriak Indah.

"Gak mau."

"Oh, berani lo ya sama gue!" Indah mendorong Santi, dan berjalan mendekati Athena dengan cepat, "Siniin atau lo bakalan tau akibatnya!"

Athena hanya menatap Indah datar, seringaian kembali terlihat pada wajahnya, "Emang berani?"

"Bacot!" teriak Indah, dan di jawab dengan tarikan rambut oleh Athena.

Gadis itu berteriak kesakitan, cengkraman Athena jauh lebih kuat darinya. Indah bisa merasakan jika rambutnya telah rontok, rasa perih beserta darah di rasakannya sekarang.

"Masih berani sama gue?" tanya Athena pelan.

"Lepasin rambut gue!!"

Athena hanya tersenyum, ia terlalu  senang melihat kesengsaraan Indah. Hal itu membuat cengkraman tangannya semakin menguat, dan Indah semakin merasa kesakitan.

"Ampun, gue minta maaf!" teriak Indah yang tak tahan dengan perih di kepalanya.

"Bentar masih belum," sahut Athena sebelum menampar Indah beberapa kali, "Itu buat lo yang sok berani sama gue, buat lo yang sok berkuasa, dan buat lo yang udah ngebuat dia kesakitan."

Hanya tiga tamparan, tapi membuat memar di pipi Indah sama persis dengan Sinta. Sudut bibirnya juga mengeluarkan darah, dan hidungnya ikut mimisan.

"Gue minta maaf," ucap Indah di sela isakannya.

Athena hanya menghela, dan mendorong Indah hingga tersungkur di dekat Sinta. Di lihat tangan kirinya yang kini mulai penuh dengan rambut, dan sedikit bercak darah.

"Ewh! Jijik banget deh," ucap Athena jijik, ia segera membereskan rambut yang rontok itu, dan mengelap bercak darah Indah pada dinding kelas, "Gak usah sok berkuasa lagi lo!"

"Iya-iya, maafin gue!" sahut Indah ketakutan.

"Bagus," ucap Athena sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan kelas X IPA1.

*****

Suara bell akhir pelajaran telah berbunyi. Seluruh siswa di setiap kelas mulai memasukkan setiap alat tulis ke dalam tas masing-masing. Berjalan sedikit berlari menuju pintu kelas, dan mulai menuruni setiap anak tangga.

Athena hanya mengehal di dekat anak tangga. Melihat kerumunan masa itu membuatnya agak pusing, apa lagi ada beberapa kelompok anak kelas sepuluh yang sedang berdiri di bawah sana sambil memberikan tatapan tajam padanya.

Setelah lumayan sepi, Athena berjalan dengan perlahan. Tatapannya masih saja datar, sampai akhirnya ia berhenti di anak tangga nomor dua dari bawah sana.

Sekumpulan cowok itu mulai menutup jalan, dan salah satunya berdiri di bawah sana dengan jarak yang lumayan jauh dari teman-temannya.

Helaan napas kembali keluar, di tambah dengan putaran bola mata malas, "Sampah semua."

"Gak usah lama-lama, gue minta ponsel lo doang!" ucap cowok itu.

Athena tertawa, ia tahu sekarang siapa yang menyuruh mereka semua, "Oh! Si bangsat ya yang nyuruh lo ke sini, astaga! Lucu banget sih kalian semua."

"Gak usah basa-basi deh! Kasih aja ponsel lo, atau kita semua yang bakalan ambil tindakan."

"Mau main kasar sama  gue? Ayo! Gue gak takut," sahut Athena di sela tawanya.

"Ck! Bangsat!" sahut cowok itu sebelum menaikkan salah satunya kakinya pada anak tangga.

Athena mendengus, dan segera menendang dada bidang cowok asing itu dengan keras. Suara jatuhnya terdengar begitu jelas, Athena hanya tersenyum tipis dengan ekspresi mengejek.

"Minggir dah lo semua! teriak Athena.

"Pegangin dia!" titah cowok itu pada teman-temannya.

Namun, tak ada yang berani, mereka semua menggeleng sebelum akhirnya pergi meninggalkannya yang masih terduduk di atas paving.

"Yah! Di tinggal kasian banget sih lu, temennya fake semua!" ucap Athena.

"Diem lo bangsat!" teriaknya.

Gadis itu terdiam, berjalan dengan perlahan, dan kemudian menginjak perut cowok asing itu tanpa rasa bersalah.

"Enak?" tanya Athena.

"Bangsat, setan lo emang!" teriaknya.

Athena tersenyum tipis, sebelum akhirnya mencambak rambut yang lumayan panjang itu dengan keras, "Apa lo bilang?"

"Bangsat!!"

"Ini bangsat buat lo!" Satu pukulan pada pipi, dan tendangan untuk kepala sudah cukup untuknya.

Darah pada bagian hidung yang mulai mengalir, dan lebam biru keuangan pada kepala, dan pipi kanannya membuat Athena tertawa kecil.

"Nama  lo siapa sih? Penasaran banget gua," ucap Athena.

Cowok itu menatap Athena sinis sebelum terbatuk, "Apa urusan lo?"

"Gak ada sih, gue kasian aja sama lo."

"Gak perlu!"

"Emang, tapi gue masih kasian. Apa lagi liat lo yang sekarang terlentang sekarat di bawah sana, kasian banget," ucap Athena.

"Setan!" teriaknya, dan membuat tawa Athena kembali pecah.

"Baik-baik dah lu di sana, jangan mati!" titah Athena sebelum akhirnya melenggang pergi.

"Psikopat tu cewek," ucap Aslan sambil terus memperhatikan punggung kecil Athena.

Cowok itu menghela panjang, kemudian berjalan menjauhi pohon kamboja yang ia singgahi menuju cowok yang ingin menjadi perundung Athena.

"Bro, lo gapapa?" tanya Aslan dengan memberikan uluran tangan.

"Gapapa, sakit dikit doang," sahutnya sebelum akhirnya berdiri.

"Nama lo siapa kalau boleh tau?"

"Zeno, makasih ya!" sahut Zeno sebelum melenggang pergi meninggalkan Aslan.