"Gaunnya udah ada di atas ranjang, papa mau kamu pakai malam ini!" ucap pria paruh baya di seberang sana.
Rahang gadis itu mulai mengeras, genggaman pada tangan kirinya semakin menguat, membuat buku-buku kukunya mengeluarkan darah segar.
"Athena, kamu denger yang papa bilang gak sih?"
"Iya-iya aku denger!" teriak Athena sebelum memutuskan sambungan teleponnya dengan kasar.
Athena memeriksa tangan kirinya, darah segar memenuhi telapak tangannya. Gadis itu hanya tersenyum, dan mulai berjalan menelusuri koridor sekolah.
Amarah yang masih belum padam membuat membuatnya menendang benda apa pun yang menghalanginya. Termasuk ember berisi air, padahal salah satu siswi tengah mengepel, tapi Athena tidak memikirkannya.
Gadis itu terus berjalan, genangan air mata dengan mata yang memerah mulai keluar. Athena tak bisa menahan amarahnya, ia merasa kesal, amarahnya sangat ingin di keluarkan sekarang juga.
"Aw!"
Gadis berambut pendek itu tersungkur di atas lantai. Roknya yang pendek hampir saja menyibak ke atas, namun Athena hanya menatapnya datar. Tak ada niatan untuk membantu, ataupun mengatakan kata maaf.
"Athena!" teriak gadis itu kesal.
"Apa?"
Gadis itu berdecih, beranjak untuk menatap Athena dengan tatapan kesalnya.
"Lo punya mata gak sih?" tanyanya.
"Punya, nih ada dua di wajah gue. Emangnya lo gak liat ya La?" sahut Athena.
Lala kembali mendengus kesal, sambil berkacak pinggang, "Kalau punya kenapa gak di pake sih?! Lo tau fungsinya kan? Jangan jadi cewe bego dong!"
Athena menghela panjang, dan langsung menjambak rambut pendek itu dengan kencang. Tatapannya masih saja datar, membuat kening Lala bertaut dalam.
"Apa lo bilang?" tanya Athena datar.
"Bego, lo itu bego!" teriak Lala.
Tarikannya semakin menguat, membuat Lala berteriak kencang. Beberapa siswa yang berdiri, dan duduk di dalam kelas itu mulai keluar. Mereka memperhatikan Athena dengan Lala yang akan berakhir di dalam ruang BK.
"Lo bilang gue bego kan? Gue gak bego!" teriak Athena sebelum mendorong Lala.
Gadis itu terjatuh, dan membuat tong sampah plastik yang ada di belakangnya ikut terjatuh.
"Athena, lo gila?!" teriak Lala.
Athena tak menyahut, ia memilih untuk mengangkat tong sampahnya, dan menuangkan isinya pada Lala yang masih terduduk.
Lala berteriak histeris, kedua netranya di tutup dengan rapat, hidungnya pun ikut di tutup karena bau yang tidak sedap itu masuk ke dalam hidungnya.
"Makin cantik," ucap Athena sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan Lala yang memakinya dengan berbagai nama binatang.
***
Matahari telah berpindah ke arah barat, beberapa awan pun mulai menutupinya. Membuat burung-burung yang terbang menuju timur terlihat melalui jendela kelas.
Wanita paruh baya itu menatap jam yang ada di pergelangan tangannya. Jarum jam telah menunjuk pada angka empat sore, kelas sudah harus di tutup.
Berbagai macam angka beserta gambar yang ada di papan tulis mulai di bersihkan. Setelah itu, beberapa siswa mulai menyapu lantai kelas yang sudah kotor. Hanya beberapa menit, akhirnya kelas di bubarkan oleh Bu Anita.
Seluruh siswa keluar setelah Bu Anita. Beberapa di antaranya berlari menuju pintu pagar, lainnya berjalan dengan begitu santai. Apa lagi Athena, gadis itu berjalan menuruni anak tangga sambil menyumpal earphone pada telinganya.
"Na? Athena?!"
Cowok itu berteriak sambil berlari menuruni anak tangga, mengejar Athena yang tidak menghentikan langkahnya karena tidak mendengar teriakan itu.
"Athena?" panggilnya lagi sambil menepuk pundak kecil itu.
Gadis itu menoleh, dan kembali menatap luruh ke depan sambil melepaskan earphone miliknya.
"Kita satu team, gue mau nanti malem kita diskusi," ucap Aslan, "Sekitar jam tujuh, gue tunggu di kafe deket sekolah."
"Gue gak bisa," sahut Athena dengan langkah yang terhenti di depan pagar sekolah yang mulai ramai.
Langkah kaki Aslan ikut berhenti ketika sadar Athena tak ada di sampingnya, ia segera berjalan menghampiri Athena. Berdiri di depan gadis itu dengan kening bertaut dalam.
"Kenapa?" tanya Aslan.
"Gue ada acara penting malam ini, besok aja!"
"Gak bisa, gue besok sibuk."
"Yaudah, gak usah diskusi. Gitu aja repot!" ucap Athena ketus.
Aslan mendengus, ia benar-benar kesal dengan gadis yang satu ini. Apa lagi dirinya harus satu team dengan Athena, ntah bagaimana jadinya Aslan yang harus sabar. Mungkin, dua minggu lagi mental, dan otaknya yang akan lelah karena menghadapi Athena.
"Na, ini penting Na!" ucap Aslan.
"Cuman olimpiade, toh gue gak minta buat ikut. Gue di panggil, di undang buat ikutan olimpiade ini, dan gue juga gak minta buat satu team sama lo," jelas Athena.
"Gak ada hubungannya Na, lo ngelantur sore ini."
"Ya, pokoknya gue gak bisa dateng," ucap Athena.
"Sepenting apa sih kegiatan lo malam ini? Palingan cuman nonton drakor, atau gak lo nongkrong," sahut Aslan yang masih kesal.
Athena menatap Aslan dengan kening bertaut, cowok itu sangat sok tahu. Padahal jadwalnya malam ini lebih penting daripada itu, dan ini menyangkut tentang kebahagiaannya sendiri.
"Gak usah sok tahu, kalau gak tahu!" ketus Athena.
"Terus kalau bukan itu berarti gak penting dong?"
"Lo ribet ya? Urusan orang aja pengen ikut campur, mau jadi kaya cewe? Yang apa-apa harus ribet, sama harus tahu segala urusan orang?"
"Gak gitu Na, gue cuman pengen tahu. Ini juga alasan buat gue paham, buat gue bisa nerima kalau lo gak bisa dateng nanti malem," sahut Aslan panjang.
"Sama aja, lo kepo!" ucap Athena sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan Aslan yang masih berdiri sambil memanggil-manggil namanya.
***
Jari lentik itu menati di atas tuts piano dengan begitu lihai. Alunan musik dari piano terdengar begitu indah, sama seperti gaun yang ia kenakan. Sangat indah, pas sekali dengan parasnya yang cantik jelita.
Sesekali ia menoleh ke arah meja milik kedua orang tuanya beserta tamu penting sambil menyinggungkan senyuman manis.
Athena merasa muak, tapi ia harus menahan rasa muaknya untuk beberapa jam saja, dan beberapa menit lagi mainan pianonya akan berhenti.
Suara tepuk tangan terdengar begitu meriah, padahal di dalam ruangan besar ini hanya di isi enam orang, termasuk dirinya. Athena mulai beranjak, memberikan penghormatan sebelum akhirnya ikut bergabung di meja makan bersama keluarganya.
"Udah cantik, pinter main piano lagi," puji Diesha dengan senyuman manisnya.
"Makasih Tante," sahut Athena.
"Selain cantik, puteri kami ini pintar dalam bidang akademik," ucap Leisha.
Diesha, dan suaminya tertawa sambil mengangguk-anggukan kepala mereka pelan.
"Kalau anak saya sih di akademik engga, tapi buat basket, sama kegiatan non-akademiknya emang jagonya," sahut Diesha yang tak mau kalah.
"Pasti juara terus kalau turnament, pasti kalian bangga," ucap Nerman - Ayah Athena.
Pembahasan kali ini tak membuat Athena senang, ia merasa tambah muak. Di tambah lagi, keempat orang tua itu memilih untuk mengagung-agungkan anaknya. Apa lagi kedua orang tuanya, akting mereka sangat luar biasa.
Malam ini mereka merasa bangga padanya, dan memberikan kecupan hangat yang di dapat setiap kali ada tamu penting. Athena hanya bisa tertawa di dalam hati, sambil sesekali mengumpat karena bosan.
"Ah! Iya, kita harus bahas bisnis yang ada di Jepang, lebih baik anak-anak jangan di sini," ucap Angga - suami Diesha.
"Athena, kamu ajak keluar Zikra ya! Ajak dia liat-liat gedung, atau pergi ke rooftop!" titah Leisha.
Athena mengangguk, memberikan isyarat pada Zikra untuk segera beranjak, dan meminta ijin untuk pergi.