13 Agustus 2020.
Kamar apartemen Mikio, Shinjuku, Tokyo.
Pagi hari.
Beep, beep, beep ...
Pagi itu alarm pada ponsel Mikio berdering.
Dingin, batin Mikio.
Dengan keadaan setengah sadar, Mikio berusaha menjangkau ponselnya pada meja.
Tertera jam lima pagi pada layar ponsel Mikio.
Dalam gelapnya ruangan, cahaya ponsel Mikio menerangi wajah bantal Mikio.
Usai mematikan Alarm.
Mikio bangkit dari kasur lalu menyalakan sakelar pada dinding.
Ruangan yang tadinya gelap kini menjadi terang.
Inilah kamar apartemen Mikio.
Kasur untuk satu orang, televisi, meja belajar, lemari pakaian, rak sepatu, serta dapur berada pada satu ruangan.
Kamar apartemen Mikio juga memiliki sebuah ruangan toilet dan kamar mandi.
Usai menyalakan lampu kamar apartemen, Mikio menghampiri jendela.
Gorden jendela kamar apartemen Mikio tampak terbuka.
Susah tidur dalam keadaan terang, Mikio selalu sengaja membuka gorden jendela kamarnya.
Mikio lebih merasa nyaman ketika sinar bulan menemani tidurnya.
Melalui jendela, kini Mikio memandang keluar.
Pagi itu matahari belum terbit seutuhnya.
Setelah puas melihat pemandangan pagi, Mikio pergi ke kamar mandi.
Seperti orang jepang pada umumnya, Mikio tidak mandi pagi, ia hanya sikat gigi dan mencuci wajah.
Selepas itu Mikio menghampiri kulkas pada dapur.
Terpandang oleh Mikio sejumlah makanan instan pada kulkasnya.
Kemudian Mikio mengambil salah satu makanan instan pada kulkas.
Lalu Mikio menghangatkan makanan instan itu pada microwave yang berada pada atas kulkas.
Selepas itu Mikio menyantap makanan instan sembari menonton televisi.
Usai sarapan, Mikio berganti pakaian.
Kini ia mengenakan celana panjang hitam, kaus hitam, jaket merah, serta tas hitam.
Setelah berganti pakaian, Mikio menghampiri rak sepatu.
Pagi itu Mikio memilih untuk mengenakan sepatu putih favoritnya.
Usai bersepatu, Mikio pergi meninggalkan kamar apartemennya lalu ia berjalan pada wilayah perumahan.
Sembari berjalan Mikio menatap sekelilingnya, kala itu wilayah perumahan masih sepi.
Tiba-tiba seekor kucing hitam datang menghampiri Mikio.
Meong ...
Terdengar oleh Mikio suara kucing itu.
"Imut sekali!" seru Mikio.
Kemudian Mikio mengelus kepala kucing hitam itu dengan lembut, lalu ia melanjutkan perjalanan menuju stasiun kereta terdekat.
Ruangan F14, kampus Nishi Waseda, Universitas Waseda.
Siang hari.
Kala itu Mikio sedang duduk sembari memperhatikan penjelasan dosen di hadapannya.
"Hei ... Mikio,"
Terdengar oleh Mikio, seseorang sedang mnyebutkan namanya.
Mikio menoleh ke sumber suara.
Suara itu tidak asing bagi Mikio
Orang itu adalah Oki, teman baru Mikio.
Oki merupakan sosok pria yang populer di kampus karena ia tampan.
Selain populer karena ketampanannya, Oki juga dikenal sebagai mahasiswa yang aktif dalam berbagai organisasi kampus.
"Kenapa Oki?" bisik Mikio.
"Nanti sore ... bagaimana kalau kita pergi ke kantin? ajak Oki.
Mikio berbisik, "baiklah."
Kantin, kampus Nishi Washeda, Universitas Waseda.
Sore hari.
Suasana kantin nampak begitu ramai.
Kini Mikio dan Oki sedang duduk berhadap-hadapan sembari menyantap makanan.
Entah kenapa, Oki terus menatap Mikio sembari tersenyum kecil.
"Hei Mikio ... kenapa kamu tidak pergi ke kantin bersama Mika?" tanya Oki.
Mikio berkata, "Dia sedang ingin makan bersama temannya."
"Jadi begitu," kata Oki.
Suasana hening untuk beberapa saat.
"Hei Mikio ... makanan kesukaan Mika apa?" tanya Oki.
Mikio menjawab, "tidak tahu."
"Kalau begitu, warna kesukaan Mika apa?"
Mikio menjawab, "tidak tahu."
Selepas itu Oki secara terus-menerus mengajukan pertanyaan mengenai seseorang bernama Mika pada Mikio, namun Mikio selalu menjawab tidak tahu.
Senyuman dari wajah Oki seketika menghilang, ia merasa kesal dan tidak puas dengan jawaban Mikio
"Lalu apa yang kamu ketahui tentang Mika?" tanya Oki.
Mikio hanya diam.
"kalian pacaran kan?" tanya Oki.
Mikio mengangguk.
Oki bertanya, "Lalu ... kenapa kamu tidak tahu apa-apa tentangnya?"
"Kami baru pacaran satu minggu," jawab Mikio.
Plak ...
Oki menepuk jidatnya sendiri.
"Setidaknya kamu tahu apa makanan kesukaan dia," kata Oki.
Entah kenapa, Oki tampak begitu kecewa kepada Mikio.
Tiba-tiba suasana kantin yang ramai, kini semakin ramai.
Kemudian Mikio menatap Oki, terlihat olehnya mata Oki yang berbinar-binar sembari menatap ke suatu arah.
Penasaran akan itu, Mikio menoleh ke arah yang sama dengan tatapan Oki.
Terpandang oleh Mikio, seorang gadis cantik sedang duduk pada salah satu kursi kantin.
Tidak seorang diri, gadis tersebut nampak duduk bersama gadis-gadis lainnya.
Gadis itu adalah Mika, pacar baru Mikio.
Sadar dirinya sedang di tatap dari kejauhan, Mika melambaikan tangan pada Mikio sembari tersenyum.
Menerima itu, Mikio juga melakukan hal yang sama.
Entah kenapa, gadis lain yang duduk di sekitar Mika, tertawa sembari menutup mulut.
Restoran cepat saji, Shinjuku, Tokyo.
Malam hari.
Setelah janjian melalui pesan singkat, kini Mikio dan Mika sedang duduk sembari menyantap makan malam.
Sembari makan malam, Mikio dan Mika berbincang-bincang.
Malam itu adalah malam yang spesial bagi Mikio, pertama kali baginya untuk makan malam bersama seorang gadis.
"Bagaimana harimu?" tanya Mika.
Mika menatap Mikio sembari tersenyum.
Mendapatkan senyuman dari gadis secantik Mika, Mikio menjadi salah tingkah.
Sampai detik ini, Mikio masih heran kenapa gadis secantik Mika mau berkencan dengan dirinya yang biasa-biasa saja.
"Bi ... biasa," jawab Mikio gugup.
Perbincangan terus berlanjut, perlahan rasa gugup Mikio mulai menghilang.
Kini Mikio bisa menatap Mika sembari tersenyum.
Menerima senyuman dari Mikio, Mika mendekatkan diri pada telinga Mikio.
"Jangan salah paham, aku melakukan ini karena terpaksa, teman-temanku sedang mengamatiku," bisik Mika.
Mikio hanya terdiam.
"Hentikan senyummu ... menjijikan," bisik Mika.
Kemudian Mika menjauhkan dirinya dari kuping Mikio.
Usai menerima bisikan itu, senyuman Mikio sirna.
Sementara itu, Mika masih melanjutkan sandiwaranya.
Seperti tidak terjadi apa-apa, Mika tersenyum.
"ngomong-ngomong ... anak kecil yang mengikutimu tadi itu adikmu?" tanya Mika.
"Anak kecil?" tanya balik Mikio.
Mika berkata, "Iya ... dia mengikutimu hingga depan pintu restoran."
Mendengar perkataan itu, Mikio kebingungan.
Sementara itu, pada restoran yang sama di tempat duduk yang lain, teman-teman yang Mika maksud, sedang mengamati Mika dan Mikio.
Setelah makan malam bersama pacarnya, Mikio segera pergi ke stasion kereta terdekat lalu ia pulang ke kamar apartemennya.
Kreeek ...
Mikio membuka pintu kamar apartemennya secara perlahan.
Usai memastikan pintu sudah terkunci dengan rapat, Mikio segera berbaring pada kasur sembari bermain game pada ponselnya.
Tidak terasa bagi Mikio, hari semakin malam.
Hoam ...
Mikio menguap, lalu ia memutuskan untuk tidur.
Tiba-tiba Mikio teringat bisikan Mika padanya, hati Mikio terluka.
Kamar apartemen Mikio, Shinjuku, Tokyo.
Tengah malam.
Pada saat itu suasana malam begitu dingin, seperti malam-malam sebelumnya, Mikio selalu mematikan lampu dan membuka gorden.
Sinar bulan menyinari kamar apartemen Mikio melalui jendela.
Entah kenapa, malam itu bulan bersinar lebih terang dari biasanya.
Selimut melindungi tubuh Mikio dari dinginnya malam.
Mikio yang sudah terlelap, tiba-tiba merasakan sensasi berat dari dalam selimut, ia merasa seperti ada sesuatu yang sedang menindihnya.
Dengan keadaan setengah sadar Mikio mengintip ke dalam selimutnya.
Terpandang oleh Mikio, seorang gadis misterius sedang berbaring pada tubuhnya.
Gadis misterius itu bertanya pada Mikio, "Apakah kamu punya adik perempuan?"