Bukan menyapa Oki dan Mika, Mikio memilih untuk bersembunyi.
Sembari bersembunyi dari kejauhan, Mikio mengintip.
Dari tempat Mikio bersembunyi, Oki dan Mika nampak saling berbincang.
Sesekali Oki dan Mika tampak terbahak-bahak.
Mikio terkejut, Mika tidak pernah tertawa lepas seperti itu ketika bersamanya.
Apa yang mereka bicarakan? batin Mikio.
Tiba-tiba Oki mengeluarkan sebuah kotak kado kecil pada sakunya.
Lalu Oki menyodorkan kotak kado kecil tersebut kepada Mika.
Nampak terkejut, Mika menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.
Lalu Mika menerima kado kecil pemberian Oki.
Di hadapan Oki, Mika membuka kado kecil itu.
Terpandang oleh Mika sebuah jam berwarna pink.
Mika mengeluarkan jam itu dari wadahnya.
Dari kejauhan, Mikio melihat sesuatu Mika sedang memegang sesuatu.
"Jam tangan itu!" seru Mikio.
Tidak asing bagi Mikio, jam tangan itu adalah jam yang ia beli bersama Oki beberapa hari itu.
Menerima jam itu Mika begitu senang.
Mika mendekatkan diri pada Oki, lalu ia memeluk Oki.
Melihat itu, tatapan Mikio kosong.
Air mata mengalir pada mata Mikio.
Hiks, hiks ….
Mikio mengusap tangisnya.
Kenapa aku menangis? batin Mikio.
Entah sejak kapan, Aya berdiri di belakang Mikio.
Kini Aya menatap Oki dan Mika dengan tajam.
Tap, tap, tap ….
Mikio berlari meninggalkan Oki dan Mika, menembus tubuh Aya.
Kenapa aku bersedih … padahal aku tahu Mika hanya sedang mempermainkanku, batin Mikio.
Hiks, hiks, hiks ….
Oki terus berlari sembari mengusap tangis.
Kamar apartemen Mikio, Shinjuku, Tokyo.
Pukul tujuh malam.
Pada malam itu suara televisi memenuhi ruangan.
"Pelaku kasus pembunuhan Tatsu, masih belum
terungkap,"
Terdengar oleh Mikio dan Aya, suara pembawa berita pada televisi.
Sembari menyantap makan malam, Mikio dan Aya menyaksikan tayangan televisi.
Aya menatap makan malam Mikio, tidak tersentuh, makanan Mikio masih utuh.
"Kenapa kakak?" tanya Aya.
Mikio tampak tidak fokus, Mikio memandang televisi namun pikirannya entah ada di mana.
"Kakak!" seru Aya.
Sontak Mikio kaget.
Lalu Mikio berpaling kepada Aya.
"Kenapa?" tanya Mikio.
Terpandang oleh Mikio, wajah Aya yang cemberut.
"Nanti makanan itu dingin lho," tutur Aya.
Mikio berseru, "maaf!"
Hap ….
Mikio melahap makan malam begitu lambat.
Usai beberapa suapan, Mikio meletakkan sumpit pada meja.
Terpandang oleh Aya, makan malam Oki yang masih tersisa banyak.
"Kenapa kakak?" tanya Aya.
Mikio bangit dari duduknya.
"Maaf Aya … kakak sedang tidak selera makan," tutur Mikio.
Mikio tersenyum sembari menatap Aya.
Lalu Mikio melompat, kemudian ia mendarat pada tempat tidur.
"Maaf ya kakak tidur duluan … kakak tiba-tiba
ngantuk," tutur Mikio lemas.
Aya menatap khawatir kakaknya sedang berbaring pada kasur.
"Tidak apa," jawab Aya.
19 Agustus, Kamar apartemen Mikio, Shinjuku, Tokyo.
Pukul enam malam.
Mengenakan celemek, kala itu Aya sedang mempersiapkan makan malam di dapur.
Glub, glub, glub ….
Minyak pada permukaan wajan mendidih.
Clup …
Aya memasukkan daging ke dalam wajan satu persatu.
Sudah di bumbui Aya terlibih dahulu, daging daging itu berwarna putih.
Sembari menatap wajan, Aya tersenyum.
Kakak pasti suka, batin Aya.
Tok, tok, tok ….
Dari balik pintu apartemen, Aya mendengar suara ketukan.
"Aya,"
Terdengar oleh Aya suara Mikio.
Kakak sudah pulang! batin Aya.
"Tunggu sebentar kakak!" seru Aya.
Tap, tap, tap ….
Aya berlari menghampiri pintu.
Kreek ….
Aya membuka pintu.
Di bawah sinar bulan, Aya melihat Mikio tersenyum.
"Aku pulang," kata Mikio.
Aya menjawab, "Selamat datang."
Aya heran, kesedihan kakaknya sirna begitu cepat.
Mikio nampak begitu senang dan bersemangat.
Beberapa saat berlalu.
Kini Mikio sedang duduk sembari bersandar pada tepian ranjang.
Sementara itu Aya masih memasak.
Glub, glub, glub ….
Terdengar oleh Aya suara minyak yang mendidih.
Daging yang tadinya berwarna putih, kini berubah menjadi warna keemasan.
Usai matang, Aya meletakkan masakan itu pada permukaan piring.
Terlihat enak!" batin Aya sembari menatap masakannya dengan mata berbinar-binar.
Aya berpaling menghadap Mikio.
Dengan wajah cengar-cengirnya, Mikio masih duduk pada tepian ranjang.
Ada apa dengan kakak? batin Aya.
"Sebentar lagi makan malam siap kak … tunggu ya," tutur Aya.
Sembari tersenyum, Aya menatap Mikio
"Aya makan sendiri saja ya," kata Mikio.
Senyuman pada wajah Aya sirna, ia menundukkan kepala secara perlahan.
Kemudian Aya mengambil sebuah pisau dapur, lalu ia menggenggamnya dengan erat.
"Kenapa kakak?" tutur Aya pelan.
"Kakak ada kencan," jawab Mikio.
Terpandang oleh Aya, sosok kakaknya yang berbunga-bunga.
Melihat perilaku kakaknya, Aya tersenyum kecil.
Lalu Aya mengembalikkan pisau dapur ke tempatnya.
"Ikut!" seru Aya.
Mendengar perkataaan Aya, Mikio kaget.
"Eeehh," tutur Mikio.
"Jika kakak tidak mengijinkanku ikut … aku akan menangis," ancam Aya.
Mikio berkata, "Kakak sih tidak masalah, tapi," ujar Mikio.
"Tapi?" tanya Aya.
"Tunggu sebentar," kata Mikio
Tidak ingin Aya menangis, Mikio mengambil ponsel dari sakunya.
Lalu Mikio menelpon Mika.
"Mika?" tanya Mikio.
Mika berkata, "kenapa?"
"Sebenarnya … adikku ingin ikut makan," kata Mikio.
Hufff ….
Terdengar oleh Mikio, napas berat Mika.
"Baiklah … bawalah dia." Jawab Mika.
Restoran cepat saji, Shinjuku, Tokyo.
Pukul tujuh malam.
Mika sedang duduk sembari memandang jam tangannya, jam pemberian Oki.
Kenapa si bodoh itu begitu lama? batin Mika.
Pada restoran yang sama, dari kejuhan teman-teman Mika sedang mengawasi.
Beberapa saat berlalu, kini pada meja yang sama, Mikio dan Aya sedang duduk di hadapan Mika.
"Maaf aku terlambat," tutur Mikio sembari menggaruk-garukan rambut.
Mika berkata, "tidak apa-apa."
Mika tersenyum.
Yang benar saja … aku harus menunggumu? batin Mika.
Mika menatap Aya.
"Lalu … apakah gadis kecil ini adikmu?" tanya Aya.
Mikio tersenyum.
"Iya … namanya Aya," jawab Mikio.
Sadar dirinya sedang di tatap, Aya merasa tidak nyaman.
Lalu Aya memeluk tangan Mikio.
"Imut sekali ya," puji Mika.
Merepotkan, batin Mika.
Mikio berkata, "begitulah."
"Nama kakak Mika … salam kenal Aya," tutur Mika ramah.
Tanpa berkata, Aya hanya mengangguk-nganggukan kepala.
"Aya … kenapa kamu mengenakan kimono?" tanya Mika.
Tidak menjawab, Aya hanya diam.
Mikio berkata, "Aya menyukai kimono."
Beberapa saat berlalu, kini tersaji sebuah mangkuk kaca besar berisikan es krim pada meja mereka.
Potongan buah berukuran kecil, serta sirup warna-warni, membuat es krim itu begitu menggoda.
"Terlihat enak!" seru Mika.
"Besar sekali!" seru Mikio.
Sementara itu Aya hanya terdiam sembari menatap mangkuk es krim, raut wajah Aya tidak bisa berbohong, Aya menyukai es krim itu.
Hap ….
Mika mengambil suapan pertama.
"Manis!" seru Mika sembari memegang kedua pipi.
Hap ….
Mikio menyantap es krim.
"Dingin!" seru Mikio.
"Aya tidak ingin makan?" tanya Mika.
Aya memandang Mikio seolah-olah meminta ijin.
"Makanlah," kata Mikio.
Secara perlahan, Aya mendekatkan sendoknya pada mangkok es krim.
Mika memandang tangan Aya.
Pada permukaan meja yang tangan Aya lewati, Mika tidak melihat bayangan.