Kamar apartemen Mikio, Shinjuku, Tokyo.
Pukul lima pagi.
Beep, beep, beep ….
Ponsel Mikio bergetar pada permukaan meja.
Mikio terbangun dari tidur, lalu ia memandang keluar jendela.
Gelap, batin Mikio.
Dengan keadaan setengah sadar, Mikio meraih ponselnya pada meja dekat ranjangnya.
Kalau tidak salah … aku tidak menyetel alarm sepagi ini, batin Mikio.
Usai meraih ponselnya, sinar pada ponsel menerangi wajah Mikio.
'Panggilan masuk – Mika' tertera pada layar ponsel.
Panggilan masuk dari Mika membuat Mikio salah tingkah.
Layaknya badut, Mikio melempar-lemparkan ponselnya ke kiri dan ke kanan.
Usai atraksi, Mikio mengangkat panggilan masuk dari Mika.
"Ke … kenapa Mika?" tanya Mikio gugup.
Hiks, hiks, hiks ….
Terdengar oleh Mikio, suara tangis Mika.
"Mika?" tanya Oki.
Mika berkata, "Oki meninggal dunia."
"Eeehhh," respon Mikio kaget.
Hiks, hiks, hiks ….
Tangis Mika semakin menjadi.
Sembari memegang ponsel, tangan kanan Mikio gemetar.
"Apa yang terjadi?" tanya Mikio.
"Rumah … rumah Oki kebakaran," tutur Mika.
Sulit menerima, Mikio mematikan telpon dari Mika.
Lalu Mikio bangkit dari ranjang, kemudian ia menyalakan sakelar lampu apartemen.
Sementara itu, Aya yang tadinya tidur pulas, kini
terbangun akibat cahaya lampu.
Kucek, kucek ….
Aya mengucek matanya.
Kemudian Aya memandang ke sekitar.
Terlihat oleh Aya, sosok Mikio sedang berdiri di hadapan sakelar kamar apartemen.
"Kenapa kakak?" tanya Aya.
Tidak menjawab, sembari menundukkan kepala Mikio berjalan menuju kamar mandi.
Kamar apartemen Mikio, Shinjuku, Tokyo.
Pukul enam pagi.
Mikio bersama Aya sedang duduk menyantap roti selai sambil menyaksikan ramalan cuaca pada televisi.
Hap ….
Aya melahap roti selai sembari memandang kakaknya.
Kala itu pandangan Mikio nampak kosong.
"Kenapa kakak?" tanya Aya.
Hap ….
Mikio menyantap roti selai.
Pada televisi tiba-tiba tayangan cuaca berubah menjadi berita sela.
"Pemirsa … telah terjadi kebakaran pada salah satu rumah."
Terdengar oleh Mikio dan Aya, suara pembawa acara.
Secara detail, pembawa acara menyampaikan informasi terkait kebakaran.
Tiba-tiba Air mata mengalir pada pipi Mikio.
"Kakak?" tanya Aya khawatir.
20 Agustus 2020.
Rumah Oki, Shinjuku, Tokyo.
Pukul enam pagi.
Bruuum ....
Detektif Nishi memarkirkan mobilnya di halaman rumah Oki.
Usai memarkirkan mobilnya, detektif Nishi keluar dari dalam mobil.
Setibanya di luar, detektif Nishi mencium aroma
gosong.
Terpandang oleh detektif Nishi, rumah Oki yang sudah tidak utuh lagi.
Pada sekeliling rumah, garis polisi membatasi.
Bagian atap rumah nampak roboh, sementara itu bagian dinding masih kokoh berdiri.
Tap, tap, tap ….
Detektif Nishi masuk ke dalam bangunan rumah.
Terlihat oleh detektif Nishi, puing-puing atap
berwarna hitam bertebaran pada lantai seisi rumah.
Ini terbakar habis, batin detektif Nishi.
Tap, tap, tap ….
Di antara puing-puing, detektif Nishi melihat sejumlah barang bertebaran pada seisi rumah.
Banyak dari barang-barang itu sudah tidak utuh atau hangus terbakar.
Kalau seperti ini … sulit mencari petunjuk, batin
detektif Nishi.
Rumah sakit Tokyoidai, Shinjuku, Tokyo.
Pukul dua belas siang.
Pada salah satu ruang rawat pasien, Akeno sedang berbaring sembari memandang langit-langit ruangan.
Melalui jendela, sinar matahari siang menerangi ruangan.
Tok, tok, tok ….
Terdengar oleh Akeno, ketukan pintu dari sisi luar ruangan.
Kreeek ….
Pintu terbuka dari sisi luar.
Akeno berpaling menghadap pintu.
Terpandang oleh Akeno, seorang perawat sedang berdiri pada sisi luar pintu.
"Akeno … seseorang ingin bertemu denganmu," tutur perawat.
Kemudian pearawat tersebut memasuki ruangan.
Tap, tap, tap ….
Di belakang perawat tersebut, nampak seorang pria dengan setelan kemeja juga ikut memasuki ruangan.
Beberapa saat berlalu, pada salah satu ruang rawat pasien, Akeno sedang bersama pria yang ia tak kenal.
Pria itu nampak duduk pada sebuah kursi di samping ranjang Akeno, ia adalah detektif Nishi.
"Nama anda siapa?" tanya Akeno.
Terdengar oleh detektif Nishi, suara Akeno yang begitu lemas.
"Nama saya Nishi dari kepolisian Shinjuku," tutur
detektif Nishi.
Akeno memandang langit-langit ruangan.
"Jadi begitu," tutur Akeno.
"Kalau tidak salah … namamu Akeno?" tanya detektif Nishi.
Akeno menjawab, "iya."
"Sekarang orang tuamu ada di mana?" tanya detektif Nishi.
Hufff ....
Akeno menghembuskan napas berat.
Akeno berkata, "sekarang ... mereka sedang menyiapkan pemakaman kakakku."
Suasana hening untuk beberapa saat, detektif Nishi bingung untuk mulai dari mana.
Wushhh ….
Angin berhembus melalu jendela ruangan yang terbuka.
Terpadang oleh detektif Nishi, bagian kepala Akeno yang tertutup perban putih.
"Apa yang terjadi dengan kepalamu?" tanya detektif Nishi.
"Aku tidak tahu … kata dokter kepalaku mengalami benturan," tutur Akeno.
Suasana kembali hening, detektif Nishi berniat untuk menayakan kejadian tadi malam.
Melihat keadaanya sekarang, mungkin pertanyaanku akan melukainya, batin detektif Nishi.
"Anu," kata detektif Nishi.
Demi investigasi, batin detektif Nishi.
"Malam itu … apa yang terjadi," tanya detektif Nishi.
Tidak menjawab, Akeno hanya diam sembari memandang langit-langit ruangan.
Beberapa saat berlalu.
Gawat … apa pertanyaanku melukainya? batin detektif Nishi.
Merasa bersalah, detektif Nishi ingin minta maaf.
"Ma—" ucap detektif Nishi terputus.
"Malam itu aku tidak mengingat apa-apa … yang aku ingat hanya ketika kebakaran," tutur Akeno memotong kalimat detektif Nishi.
"Tolong ceritakan," pinta detektif Nishi.
Akeno berkata, "pada saat itu aku melihat api membara pada rumahku."
"Pada saat kebakaran terjadi … Akeno ada di mana?" tanya detektif Nishi.
Akeno menjawab, "aku berada di luar rumah."
Rasa penasaran detektif Nishi semakin menjadi.
"Lalu?" tanya detektif Nishi.
"Ingatanku hanya sebatas itu," jawab Akeno.
"Sebelum kebakaran, apakah Akeno mengingat sesuatu?" tanya detektif Nishi.
Sembari memandang langit-langit ruangan, Akeno berusaha memulihkan ingatannnya.
Aarghh ….
Jerit Akeno sembari memegang kepalanya.
"Perlu aku panggilkan perawat?" tanya detektif Nishi khawatir.
"Tidak perlu … sekarang sudah tidak apa-apa," tutur Akeno.
Suasana hening untuk beberapa saat, detektif Nishi mengalami kebuntuan dalam investigasinya.
Pada mata Akeno, tiba-tiba air mata
mengalir hingga membasahi kasur.
Memori kebersamaan Akeno dengan kakaknya tiba-tiba muncul.
20 maret 2005.
Rumah Oki, Shinjuku, Tokyo.
Malam hari.
Kala itu Oki kecil dan Akeno kecil sedang duduk berseblahan pada kursi panjang.
Sembari menikmati es krim, Oki kecil dan Akeno kecil menyaksikan televisi.
Ahahaha ….
Akeno tertawa melihat tayangan animasi pada televisi.
"Es krimnya ... bagaimana?" tanya Oki kecil.
Akeno kecil tersenyum dengan es krim menempel pada bibirnya.
"Enak," jawab Akeno.
Oki kecil dan Akeno kecil lanjut menyaksikan tayangan animasi pada televisi.
Tiba-tiba, es krim Akeno jatuh mengotori kursi.
Hiks, hiks, hiks ….
Akeno kecil menangis.
Terpandang oleh Oki kecil, sosok adiknya bersedih.
"Ini," tutur Oki sembari menyodorkan es krim miliknya kepada Akeno kecil.
"Untukku?" tanya Akeno.
Oki kecil tersenyum.
"Iya … jangan nangis ya," pinta Oki.
Tangis Akeno kecil terhenti.
Akeno kecil menganggukan kepala.
20 Agustus 2020.
Rumah sakit Tokyoidai, Shinjuku, Tokyo.
Pukul dua belas siang lewat.
Terpandang oleh detektif Nishi, tiba-tiba air mata mengalir dari kedua mata Akeno.
Kenapa ingatan itu muncul sekarang? batin Akeno.
Air mata Akeno menetes ke kasur.
"Kakak," tutur Akeno pelan.
Melihat itu, detektif Nishi hanya bisa duduk terdiam.