18 Agustus 2020.
Rumah sakit Tokyoidai, Shinjuku, Tokyo.
Pukul tujuh pagi.
Pada salah satu ruangan rumah sakit, polisi Jun berbaring lemas.
Aku ada di mana? Batin Polisi Jun.
Polisi Jun baru saja sadar.
Pandangan polisi Jun masih buram, ia memandang lampu pada langit-langit ruangan.
Perlahan-lahan, pandangan polisi Jun mulai membaik.
"Polisi Jun!"
Terdengar oleh polisi Jun, seseorang baru saja menyerukan namanya.
Polisi Jun berpaling, ia melihat detektif Nishi dengan setelan kemeja sedang berdiri.
"Ah … detektif Nishi," ucap polisi Jun.
Tidak seperti biasanya, suara polisi Jun terdengar lemas.
Detektif Nishi bertanya, "bagaimana keadaan anda?"
"Sekarang aku baik-baik saja," jawab polisi Jun.
Tidak ingin terus berbaring, polisi Jun berusaha untuk bangkit dari tempat tidur.
Arghh ….
Polisi Jun mengerang kesakitan sembari memegang bagian belakang lehernya.
Sadar dirinya masih belum sembuh, polisi Jun kembali berbaring.
Melihat itu, detektif Nishi khawatir.
"Apakah perlu aku panggilkan perawat?" tanya detektif Nishi.
"Tidak perlu … sekarang sudah baik-baik saja," kata polisi Jun.
"Sebenarnya, apa yang terjadi pada malam kemarin?" tanya detektif Jun.
Polisi Jun berkata, "Malam kemarin … aku memeriksa rekaman CCTV yang detektif serahkan."
"Lalu?" tanya detekif Nishi.
"Seseorang menyerangku dari belakang, setelah itu aku tidak ingat apa-apa," ucap polisi Jun.
Detektif Nishi bertanya, "Lalu, apakah polisi melihat wajah pelaku?"
"Sayang sekali … aku tidak sempat menoleh," jawab polisi Jun.
"Polisi Jun … sebenarnya memori CCTV pada kamputermu menghilang," tutur detektif Nishi.
"Menghilang?" tanya polisi Jun kaget.
Detektif Nishi berkata, "Begitulah … aku sudah memeriksa rekaman CCTV pada lorong namun tidak menemukan apa-apa."
"Bagaimana dengan ruang kerja polisi?" tanya polisi Jun.
"Sayang sekali … tidak ada CCTV pada ruang kerja polisi," jawab detektif Jun.
Polisi Jun berkata, "aneh."
Suasana menjadi hening untuk beberapa saat.
Polisi Jun memandang lampu pada langit-langit.
"Begitu ya … kita benar-benar sudah di permainkan," tutur Polisi Jun.
"Iya," jawab detektif Nishi.
Polisi Jun berpaling menghadap detektif Nishi.
Terlihat kesal, detektif Nishi mengepalkan kedua tangannya.
Ruangan F2, kampus Nishi Waseda, Universitas Waseda.
Pukul delapan pagi.
Pada pagi itu Mikio menghadiri kelas pagi.
Berbeda dengan ruangan kelas yang Mikio tempati sebelumnya, ruangan F2 memiliki kursi dan meja bertingkat layaknya ruang bioskop.
Di depan kelas, dosen menyampaikan materi pembelajaran dengan memanfaatkan proyektor.
Sembari menyandarkan dagu pada kedua telapak tangan, Mikio menyimak pembelajaran.
Kini Mikio sedang duduk berseblahan dengan temannya Oki.
"Hei Mikio," bisik Oki.
Mikio memalingkan kepala menghadap Oki.
"Kenapa?" bisik Mikio.
Oki berbisik, "kelas seperti ini nyaman ya."
"Ya … andai semua kelas seperti ini," bisik Mikio.
Kreeek ….
Tiba tiba pintu kelas terbuka.
Mikio dan Oki yang kebetulan duduk tidak jauh dari pintu kelas, spontan menoleh.
Tap, tap, tap ….
Terpandang oleh Mikio, seorang gadis memasuki ruangan.
Dengan kemeja hitam, celana jeans, serta kacamata bulat, gadis itu terlihat dewasa.
"Cantik," ucap Oki sembari menatap gadis itu.
Tap, tap, tap ….
Gadis itu berjalan sembari tersenyum menatap Mikio.
"Mikio … dia melihatmu!" seru Oki.
"Aku tahu," ucap Mikio sembari menatap gadis itu.
Kemudian gadis tersebut duduk pada kursi sebelah Mikio.
Beberapa saat berlalu, sembari duduk, gadis itu
terus-menerus menatap Mikio.
Pada sisi lain Mikio salah paham, ia menduga gadis itu sedang menatap Oki.
Kenapa dia tertarik kepada Mikio jelek itu, batin Oki.
Sadar bukan dirinya yang dilihat, Oki merasa kesal.
"Hei Mikio … gadis itu terus menatapmu," bisik Oki.
"Eehh, bukannya dia menatap mu?" bisik Mikio.
Mikio berpaling menghadap gadis itu.
Terpandang oleh Mikio wajah manis gadis itu.
Pernyataan Oki salah, gadis itu tidak melihat Mikio.
Ekspresi gadis tersebut nampak datar.
Gadis itu melihat apa yang tidak dapat di lihat, ia
melihat gadis kecil berpakaian kimono, sedang duduk di antara Oki dan Mikio.
Memancarkan aura kebencian, gadis kecil itu adalah Aya.
Sementara itu Aya menatap gadis tersebut dengan tajam, seakan-akan meminta gadis itu untuk menjauh.
Apa yang di lihat oleh gadis itu? batin Mikio.
Sadar dirinya di tatap, gadis itu menatap balik Mikio.
Pada Mikio, gadis tersebut tersenyum.
Cantik sekali, batin Mikio.
Dag, dig,dug ….
Saling bertapan dengan gadis itu, membuat jantung Mikio berdebar.
Spontan pipi Mikio memerah.
Hahaha ….
Melihat reaksi Mikio, gadis itu tertawa pelan.
Kelas usai, melalui kaca jendela, matahari semakin menunjukkan tajinya.
Sreeet ….
Mikio membuka resleting tasnya, lalu ia memasukan laptop ke dalam tas.
Entah sejak kapan, gadis yang tadinya duduk di sebelah Mikio sekarang duduk semakin dekat dengan Mikio.
Gadis itu terus menatap Mikio, sadar sedang di lihat Mikio menoleh.
"Kena—" ucap Mikio terhenti.
Wajah gadis itu begitu dekat dengan wajah Mikio.
Terlalu dekat, batin Mikio.
Pipi Mikio memerah, perlahan Mikio menjauhi gadis itu.
"Ke … kenapa?" tutur Mikio gemetar.
"Bagaimana kalau kita berteman?" pinta gadis itu.
Sontak Mikio kaget.
"Teman?" tanya Mikio.
Gadis itu berkata, "ya … namaku Saito."
"Na … namaku Mikio," tutur Mikio.
Sementara itu Oki memandang Mikio dengan kesal.
Tanpa menegur Mikio, Oki meninggalkan ruang kelas.
Lorong kampus, kampus Nishi Waseda, Universitas Waseda.
Pukul sepuluh pagi.
Kini Oki sedang berjalan pada lorong.
Klontang ….
Oki menendang sampah kaleng minuman di hadapannya.
Apa bagusnya dari Mikio jelek itu! batin Oki.
Ruangan F2, kampus Nishi Waseda, Universitas Waseda.
Pukul sepuluh pagi.
Usai saling memperkenalkan diri, Mikio ingin memperkenalkan teman baiknya.
"Dan ini adalah temanku Oki," ucap Mikio sembari menoleh menghadap Oki.
Oki sudah tidak ada di kursinya.
Kemana Oki? batin Mikio.
Mikio bangkit dari duduknya.
"Maaf Saito … ada sesuatu yang harus aku lakukan," ucap Mikio.
Tap, tap, tap ….
Mikio berlari meninggalkan ruangan Kelas.
"Mikio!" seru Saito.
Sementara itu, Aya yang masih berada pada ruangan kelas, menatap Saito tajam.
"Hei … kamu bisa melihatku?" tanya Aya.
Saito menjawab, "iya."
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Aya.
Saito berseru, "jauhilah Mikio!"
Sontak orang lain yang sedang berada di dalam kelas, memandang Saito.
"Kenapa?"
"Aneh?"
"Dia berbicara sendiri,"
Terdengar oleh Saito suara orang-orang di sekitarnya.
Saito berpaling menghadap orang-orang.
"Maaf!" seru Saito sembari membungkukan badan.
Saito berpaling kepada Aya, namun Aya sudah tidak ada di sana.
Lorong kampus, kampus Nishi Waseda, Universitas Waseda.
Tidak bilang kepadaku … kemana Oki pergi, batin Mikio.
Tap, tap, tap ….
Mikio berjalan pada lorong sembari menatap sekitar.
Hingga dari kejauhan, ia melihat Oki sedang berdiri di hadapan mesin penjual otomatis.
Tidak seorang diri, Oki nampak berbincang-bincang dengan seorang gadis di hadapannya.
Gadis tersebut adalah Mika.