"Kak? Kepalamu habis terbentur sesuatu kah?"
Jika bukan karena ayah dan ibunya ada di sana, bisa Kaira pastikan, piring yang digunakan nya akan melayang ke kepala adiknya.
Kaira tersenyum masam sambil tak menggubris perkataan Kevin. Sementara anak itu masih menunggu jawaban.
Kenapa pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Kevin? Tentu saja itu karena melihat sang kakak pagi ini bertingkah aneh.
Yang pertama, kakaknya kesulitan bangun pagi, yang kedua ia biasanya tidak mandi pagi, dan yang ketiga pakaiannya biasanya sangat kucel dan kusut seperti habis di kunyah oleh sapi, belum lagi rambut dan wajah yang sama berantakannya.
Tapi pagi ini, seakan-akan dunia baru saja terbalik.
Kaira sudah tampil anggun, bahkan mengenakan make up tipis dan baju rapi.
"Kevin, jangan meledek kakakmu," kata sang ayah mengingatkan walau ia ikut heran dengan perubahan anak gadisnya.
"Kaira mau pergi ke mana ?" Tanya ibunya setelah menyendokkan sup ayam ke piringnya sendiri.
Kevin yang diam-diam makan sambil menatap kakaknya, seolah-olah Kaira itu makhluk zaman purba yang baru ditemukan.
"Oh, benar juga Kaira lupa bilang, hari ini Kaira ada wawancara kerja Ma," kata Kaira riang.
Ketika mendengarnya, tiga anggota keluarganya itu langsung mengatakan hal sama.
"Serius?"
Kaira mengerjap sambil menggangukan kepalanya seperti burung yang tengah mematuk biji-bijian.
Takut keluarganya kesurupan atau berteriak ala zaman purba karena senang dan terkejut. Kaira makan dengan buru-buru. Lagipula ia tak boleh makan banyak-banyak sebab bisa sakit perut jika berada di bawah tekanan.
Setelahnya ia langsung pamitan pada mereka bertiga.
"Papa enggak salah dengar kan Ma?" ujar ayah Kaira masih tak percaya.
"Walau sulit dipercaya, mau bagaimana pun juga, Kevin turut senang mendengarnya Pa." Sahut Kevin.
Sudah lama Kaira tak merasa sesemangat ini. Beruntung halte bus berada tak jauh dari rumahnya.
Halte itu cukup ramai karena memang sekarang sedang jam padat, beberapa orang berpakaian rapi ala kantoran sebagian lagi memakai seragam sekolah. Meski sudah banyak orang yang memiliki kendaraan pribadi. Transportasi umum tetap saja masih berjaya. Terkadang kita perlu beberapa kali menaikinya. Bukankah membosankan jika berpergian seorang diri.
Bangku-bangku telah terisi penuh hingga Kaira harus berdiri sambil menunggu bus datang.
Ia berdiri di dekat tiang yang nampaknya baru di cat ulang dengan warna hijau. Beberapa bulan lalu ia ingat tiang itu sudah berwarna kusam dan karatan. Bahkan atapnya juga miring hingga orang-orang khawatir jika itu akan segera rubuh hingga bisa membahayakan mereka yang menunggu di sana. Rupanya komplenan ibu-ibu akhirnya sampai ke petugas setempat, halte telah diperbaiki.
Tak perlu menunggu lama, sebuah bis akhirnya berhenti, Kaira tak mau masuk berdesakan hingga ia menunggu dengan sabar orang lain masuk. Ia tak ingin bajunya kusut karena ini wawancara penting jadi ia harus tampil sempurna.
Beruntung bus itu masih banyak memiliki kursi kosong hingga ia tak perlu berdiri lagi.
Kaira memilih duduk di bangku tengah, tepatnya di dekat jendela.
Sebuah tempat strategis untuk melihat sekitar.
Sudah lama ia tak melakukan hal seperti ini.
Melihat trotoar yang mulai ramai oleh pedagang yang lewat. Suara beberapa klakson mobil dan motor yang melintas.
Beruntung tak terjadi kemacetan. Karena itu jugalah Kaira berjaga-jaga untuk datang beberapa menit lebih awal.
Ia ikut kagum sendiri, sudah lama ia tak merasa seperti ini.
Walau pekerjaan itu bukan pekerjaan tetap.
Temannya menawarkan ada lowongan sementara di kantor. Tentunya bukan kantor biasa.
Karyawan yang biasa di sana akan cuti mulai besok. Cuti melahirkan. Jadinya ia ditawarkan untuk kontrak selama tiga bulan.
Menurutnya itu hal bagus mengingat ia kesulitan mendapatkan pekerjaan karena tak memiliki surat rekomendasi dari tempat kerja sebelumnya
Lagipula bagaimana caranya ia bisa mendapatkan surat rekomendasi setelah melakukan itu di tempat kerja sebelumnya.
Kaira juga tak berniat mengemis. Karena kantor ini besar dan cukup terkenal ia rasa bisa menaikan chanelnya. Mau bagaimana pun juga menjadi pengangguran tak seenak kelihatannya.
Ia perlu melakukan sesuatu yang tentunya tak membebani. Sebagai persiapan, ia sudah mempelajari sedikit tentang wawancaranya kali ini. Dan mengingat wawancara yang sudah ia alami sebelumnya.
Sebagai gantinya ia semalam tak menonton drama agar bisa fokus.
Padahal Kaira sudah memiliki list drama yang bejibun untuk ditonton.
Namun ia urungkan sambil bergumam demi masa depannya sendiri.
Lagipula ia bisa menonton kapan saja.
Ia tak bisa coba-coba. Sebab menonton drama tak cukup satu episode. Akan ada episode tambahan yang terputar seiring dengan bagus alur ceritanya
Seseorang duduk di sampingnya. Dari pakaiannya Kaira bisa menebak ia Anak SMA, seorang gadis tengah menatap bukunya dengan seksama. Tampaknya ia kini tengah belajar dengan rajin.
"Ah, ini sulit sekali," gumam gadis itu tanpa sadar.
Kaira meliriknya lagi.
"Apa kau ada ujian?" tanyanya tiba-tiba. Gadis itu menoleh dan menggangguk sopan. Lalu mengatakan hari ini ada ujian dari guru matematikanya, dan itu membuatnya panas dingin. Ia mengatakan terlalu sulit hingga perutnya terasa melilit.
Kaira tersenyum.
"Aku juga dalam perjalanan menuju ujian," katanya.
Gadis itu kini menatap padanya dengan seksama.
"Kakak mahasiswi? Di kampus mana?" tanyanya terdengar antusias.
Kaira dengan cepat menggeleng, ia mengatakan sedang dalam perjalanan wawancara kerja.
"Apa menyenangkan? Apa wawancara itu mudah? Kakak baru masuk kerja kah?" tanya gadis itu seketika.
"Lumayan menyenangkan jika kau suka, tapi kau tidak boleh terlalu gugup agar tak mengacaukannya. Tidak juga, rasanya ini sudah wawancara yang ke beberapa kalinya, dan juga pekerjaan ke sekian kalinya."
"Kenapa begitu? Apa bekerja tidak enak?"
"Bagaimana mengatakannya ya, terkadang tak semuanya bisa berjalan sesuai yang kita harapkan, beberapa kali ia bisa melenceng dari garis awal. Kau tahu, mungkin sekarang kau mengeluh karena pelajaran matematika, tapi ketika lulus nanti, kakak yakin kau pasti berharap untuk bisa melakukannya lagi."
Kaira sedikit mendekat padanya. Ia kini setengah berbisik.
"Jika kau bisa mengatasi hal-hal yang sekarang terjadi, yakin saja, kedepannya akan lebih mudah, daripada mengeluh, bagaimana dengan berusaha semampunya?"
Gadis itu tertawa. Kakak di depannya terlihat seperti acuh namun ternyata banyak bicara. Ia mengganguk. Sekarang ia tahu apa yang harus dilakukannya.
"Semoga wawancaranya berjalan lancar," katanya tulus tepat ketika bus berhenti. Ia harus turun sekarang sebab sekolahnya sudah berada sangat dekat. Rasa gugupnya seketika lenyap.
"Baiklah, aku akan mencobanya," gumamnya semangat. Sementara Kaira bersandar pada kursi.
"Sejak kapan aku pandai bicara seperti itu," gumamnya tak percaya.
Rasa percaya diri bisa muncul kapan saja. Bahkan bisa berasal dari orang asing yang baru kau temui.