"Kenapa kau tidak masuk, apa kau ingin berjalan dari sini?" ucapan kasar tersebut langsung terlontar begitu saja dari mulut Ansel sesaat membuat Ansel saling menatap bingung pada Alesta yang terlihat enggan untuk masuk kedalam mobilnya.
Tanpa menunggu jawaban dari Alesta, Ansel turun dari mobilnya dan menarik tangan Alesta untuk segera masuk kedalam mobil. Sedangkan Alesta jangan ditanya, kini reaksi perempuan itu tampak begitu terkejut ketika tubuhnya jatuh kedalam pelukan Ansel yang kini tengah berdebar. Bukan berdebar karena jatuh cinta, tetapi berdebar karena takut sewaktu-waktu perempuan yang tengah berada di dekapannya akan mematahkan lehernya.
"Menjauhlah, aku yakin sebentar lagi kau pasti kau mempunyai niat untuk mematahkan leherku!" ujar Ansel asal bicara membuat Alesta hanya mampu diam menatap kearah jendela luar mobil yang kini tengah melaju dengan tenang melewati jalanan yang kali ini cukup lancar.
"Mama!" ujar Ansel begitu keluar dari mobil meninggalkan Alesta yang tengah menatap penuh canggung kearah Ibu Ansel.
"Ya ampun jeng, bener-bener ya anak kamu itu emang asli cantik!" ujar Ibu Ansel memeluk calon mantunya tersebut, yang hanya diam tersenyum canggung.
"Ayo Alesta, Mama sudah pilihkan beberapa gaun untukmu!" ujar Ibu Ansel begitu bersemangat, meninggalkan Ansel yang kini tengah berjalan ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya.
**
"Ma, lama banget sih?" ujar Ansel setengah jam lamanya ia menunggu setelah mengganti pakaiannya dengan setelan Tuxedo berwarna putih, hingga pada akhirnya ketika dirinya sibuk memainkan ponsel untuk sekadar menunggu Alesta.
"Maaf, menunggu lama!" ujar Alesta tersenyum canggung menatap Ansel yang tak mengalihkan perhatiannya kearah ponselnya, hingga sang Ibu hanya mendesah kesal sebelum akhirnya merebut ponsel Ansel.
"Ma, kembaliin ponsel Ansel!" Seru Ansel kesal menatap sang ibu yang sama kesalnya dengan Ansel.
"Enggak, lihat dulu calon istri kamu, cantik gak?" ujar sang Ibu dengan nada sedikit ketus membuat Ansel mau tidak mau menatap kearah Alesta yang tampak terlihat mengenakan Gaun dengan model Sabrina dress.
"Bagus, gaunnya bagus Ma!" ujar Ansel singkat, seketika membuat sang Ibu geram dan langsung menggeplak kepala putranya.
"Udah gitu aja, kamu itu emang bener-bener ya. Calon Istri aku itu yang paling cantik gitu, jangan cuma ngomong bagus gaunnya!"
"Udah dong Mbak, jangan kayak gitu sama anak sendiri!" Bela Ibu Alesta yang sedari tadi hanya diam, kemudian mengalihkan perhatiannya kearah Alesta.
"Tuh, dengerin Ma. Kata Mama mertua aku, jangan kayak gitu sama anak sendiri!"
"Biarin, kamu itu udah terlalu banyak malu-maluin keluarga!" ujar sang Ibu dengan nada menyindir membuat Ansel hanya diam, mendengar ucapan ibunya yang secara langsung menyindir mengenai perbuatannya yang selalu saja bergonta-ganti pasangan.
"Gimana, Alesta sayang kamu suka kan?" Alesta mebg
"Suka Ma, hanya saja apa gak ada gaun yang tertutup dikit? Aelsta gak nyaman."
"Udahlah Ma, aku mau ngomong dulu sama Alesta!" Ansel berbicara lebih dahulu sebelum sang Ibu menjawab pertanyaan calon menantunya, sudah lebih dulu Ansel menarik Alesta untuk berjalan menjauh dari sang Ibu.
**
"Bapak, kenapa?"
"Masih tanya kenapa, kau itu benar-benar bodoh ya. Kau benar-benar membuat diriku kesal, kau tidak perlu meminta gaun lain, ingat agenda kita masih banyak! Aku tidak akan tergiur dengan tubuhmu itu," ujar Ansel seketika membuat jiwa Arini langsung bangkit.
"Kau yang bodoh, dasar laki-laki tidak berguna. Kau mengatakan apa tadi?" ujar Alesta berjiwa Arini secara tiba-tiba mendorong Ansel hingga terjerembab masuk kedalam ruang ganti.
Alesta dengan senyum yang begitu savage membuat Ansel hanya mampu meneguk ludahnya sendiri dengan perasaan ngeri. Apa ucapannya benar-benar salah.
"Kenapa, apa ada yang salah. Aku tidak akan tergoda dengan dirimu, kau tidak ada menariknya sama sekali. Satu-satunya yang menarik dalam dirimu adalah jiwa monstermu, aku yakin tidak ada laki-laki manapun yang tertarik dengan dirimu!" Ansel berujar begitu saja, mengabaikan tatapan Alesta yang kini semakin datar dan menajam.
Seketika melihat tatapan Alesta yang dapat dikatakan begitu mengerikan membuat Ansel, entah sadar atau tidak menampar dirinya sendiri dan tentu hal itu merupakan hal yang cukup konyol Dimata Alesta berjiwa Arini.
"Aku jadi, bertanya-tanya kau mengatakan jika ini perempuan Monster, Lalu kau...," Alesta diam sesaat menarik dagu Ansel secara kasar dengan menjepit dagu Ansel diantara jemari telunjuknya dan Ibu jarinya.
"Aku manusia buaya!" Potong Ansel seketika Alesta diam menyeringai pelan.
"Baguslah, jika kau sadar diri. Aku juga tidak tertarik dengan dirimu, lebih baik turuti ucapanku atau aku sendiri yang akan memotong dan mematahkan lehermu itu!" ujar Alesta dengan begitu tenang melempar semanis mungkin membuat Ansel hanya diam, menggerutu dalam hati.
"Tck, kau mau memakai gaun apapun aku yakin kau tidak akan pernah terlihat seperti ratu, kau lebih mirip seperti Nenek Lampir!" ujar Ansel menggerutu seraya bangkit berdiri, namun belum juga sepenuhnya ia berdiri sudah lebih dulu Alesta mendorong Ansel hingga membuat laki-laki playboy tersebut menggeram kesal, begitu merasakan sensasi ngilu pada bokongnya.
"Kau mengatakan apa?"
"Tidak, aku tidak mengatakan apapun!" kilah Ansel membuat Alesta berjiwa Arini, menggeram kesal untuk kesekian kalinya sepertinya Ansel benar-benar tidak kapok untuk berhadapan dengan Alesta berjiwa Arini.
"CEPAT KATAKAN, ATAU AKU SENDIRI YANG AKAN MENGGOROK LEHERMU It..hemm!" Alesta berujar setengah berteriak hingga membuat Ansel secara tiba-tiba langsung membekap mulut Alesta, karena sangking paniknya. Jangan sampai sang Ibu mengomelinya nanti karena telah menjelek-jelekkan calon mantunya.
'perempuan ini benar-benar menyebalkan!' pikir Ansel yang masih dalam keadaan panik semakin erat membekap mulut Alesta yang mungkin saat ini sudah mulai sesak.
"AUGHhhh...," Teriak Ansel seketika begitu Alesta menginjak kakinya.
"Kau!" Desis Ansel Benar-benar mengabaikan tatapan tajam itu.
"Sudahlah, tidak ada gunanya terus berbicara dengan buaya sinting seperti dirimu!"
"Cepat carikan aku gaun tertutup, jika tidak kau akan tau sendiri!" ujar Alesta sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi meninggalkan Ansel yang memberengut kesal, berjalan kearah deretan gaun pengantin yang terpajang apik.
"Alesta sayang, ada apa? Kenapa tadi berteriak?" Alesta tersenyum semanis mungkin di depan calon Ibu mertuanya, sembari dirinya melirik ke arah Ansel yang tampaknya masih sibuk pada deretan gaun pengantin.
"Gak ada apa-apa kok Ma, tadi mas Ansel nawarin mau cariin gaun yang pantas buat Alesta!" Ibu Ansel sesaat diam kemudian tersenyum tipis begitu melihat apa yang tengah dilakukan Ansel.
"Tumben sekali Ansel, seperti itu?"
"Bagaimana dengan ini, lengannya panjang dan cukup tertutup." Alesta diam mengamati gaun tersebut sebelum akhirnya tersenyum sesaat kearah Ansel yang memasang raut wajah begitu kesal.
"Mas Ansel, gak suka ya kalo Alesta pake gaun ini!"
"Enggak kok, Mas Ansel suka. Kayaknya kamu kelihatan cantik pake ini!" Dusta Ansel hanya mampu menggerutu dalam hati.