Pagi itu seorang santri bernama Hasan di panggil Kiai. Sesampainya di rumah Kiai sudah ada tamu. Hasan pemuda yang lumayan tampan dan jago karate.
Perintah Kiai adalah Hasan diminta untuk menikahi Halwa. Dengan sangat terpaksa Hasan datang ke Rumah tamu tadi dan mengikuti permintaan Kiai.
Dia mengucapkan ijab qobul. Dan sudah resmi menjadi suami dari Halwa gadis yang tidak sadarkan diri.
Hari-hari berlalu dengan cepat, Hasan disarankan untuk membacakan surat-surat cinta dari Almarhum kekasih Halwa. Ayah mertuanya pergi ke Jakarta karna cucu dari anak pertamanya sedang sakit. Hasan mengusap kaki dan lengan Halwa, dengan air hangat.
"Beh ... Jan seputih salju.
Hai istriku, betah banget tidurmu, pastes tubuhmu lemas bagai karet, lentur banget. Apa kau tau? Aku dipaksa mengucapkan ijab qobul satu minggu yang lalu. Aku senang karna mendapat istri yang cantik dan juga kaya. Tapi ... Aku akan tersiksa jika kamu terus semena-mena dan tiada rasa iba kepadaku. Makanya lanjutkan tidur panjangmu, maaf aku cuma bercanda, jangan menjambakku, atau menendang alatku," ujar Hasan berbaring disamping istrinya yang masih rapat dalam pejaman matanya.
"Kamu super cantik, ihwanku tidak sanggup menahan gelora ini. Coba barang ini terus berdiri, tapi aku bukan lelaki yang seperti itu, aku baik, aku tidak kasar. Aku akan selalu melindungimu. Aku disuruh ayah mertua untuk membacakan surat-surat cinta. Aku berpikir mana mungkin kamu mendengarkanya. Tapi berhubung aku pria yang pengertian aku akan membacakan surat cinta dari almarhum kekasihmu. Ehm. Cepat buka matamu nona muda, aku rindu kemarahanmu yang seperti buaya buas saat memakan mangsa. Bicara apa aku ini," sadarnya, ia memandang wajah cantik dan berseri itu. Hasan menahan gelora sahwatnya.
Ia membaca ta'awud. Lalu membacakan surat-surat dari Fatih.
(Assalamualaikum Holili ..)
"Ha ha ha Kok kholil? Apa itu artinya? Ah nanti cari di google," ujarnya ketawa karena panggilan itu, lalu kembali membaca.
(Aku merindukanmu, aku ingin bertemu karna kerinduan ini membuatku bermaksiat kepadaNya, bermaksiat menghadirkan gambaran wajah ayumu saat solatku. Itu sangat membuatku tidak hyusuk aku segera mengadirkan lafadz Allah, asma Allah. Halwa Aura aku rindu berilah aku waktu untuk bertemu sebentar saja. Dan jangan kau rias wajah ayumu. Tidak perlu memakai bedak atau apapun itu, takutnya jika kamu merias diri aku semakin terlena. Kau tau Halwa benar kata mereka, aku datang kepada kekasihku agar aku tidak ragu. Syair itu memang benar Allah menciptakan tulang rusuk sebagai perhibur dari kejahatan nafsu, sahwat maka dengan begitu disunnahkan untuk menikah. Salwa aku lebih suka mengirim sebuah surat dari pada berhubungan dari ponsel, karena dengan selarik surat kau akan tau dan mengerti ketulusan dari isi tulisanku. Ini bukan rayuan, namun ini nyata, aku tidak akan sanggup melakukan hal ajaib seperti Nabi Sulaiman AS yang memindahkan istana ratu Bilqis dalam waktu secepat berkedip lalu terbuka kelopak mata. Itu hanya hitungan detik, semua atas ijiNya. Aku jatuh hati saat melihatmu berjalan mengitari musiem di
Topkapi yang dibangun tahun 1470, tempat pertemuan kita di istana terbesar di Istanbul. Istana yang dibangun pada masa Sultan Mehmet. Saat itu kamu sadar jika aku memperhatikanmu, aku curi-curi pandang, dan aku kehilanganmu setelah aku membuang wajah karna kamu melihatku. Aku berlari mencarimu namun aku tidak nememukanmu, tasbihmu putus dan butirannya berantakan lalu aku menoleh. Aku bahagia aku bisa melihatmu. Halwa jangan lupakan aku.)
"Aduh jadi ngantuk. Eh nona muda, sweet banget sih cowokmu. Jadi penasaran kata kholili, ha ha ha apa ya artinya? Izinkan aku mengecup keningmu," pamit Hasan namun tidak jadi karena ingat pernah dijambak nona mudanya.
"Apa sih kamu Hasan. Nggak jelas, ini lagi pakai berdiri-diri terus," keluhnya.
(Aku menahanan segala hasrat dan nafsuku karna anjuran agama kita, aku meredam hasratku kala sangat ingin. Namun sykurnya Allah selalu mengingatkan akan ada dosa nantinya jika aku bemesraan denganmu.)
"Beh kalau aku mana tahan ..., hebat sih. Perjuangan cinta mereka," ucap Hasan lalu memandang Halwa. "Cintamu memang luar biasa nona," ia diam sejenak menikmati wajah cantik berseri itu. "Oh hasratku membuncah, aku mana tahan ..." teriak Hasan pergi dari ranjang.
"Jika dekat-dekat mataku mulai jelalatan, jika dekat-dekat tanganku ingin melayang keraganya, jika di sampingnya aku ingin nyosor, gawat bukan. Ya Allah ampuni hamba," perkataan Hasan segera meredam gelora ihwannya.
Hasan berjalan kesana kemari sambil membaca buku harian yang sudah diringkas oleh ayah mertua. Mungkin dengan mendengar suara dari isi surat-surat cinta itu nona mudanya akan segera bangun.
(Holili ...)
"Ha ha ha, aku tidak bisa tahan tawa saat ada kata ini," keluhnya, lalu mengontrol diri.
(Sayangku kita akan terpisah dengan kematian,)
"O, sebenarnya sudah ada firasat dari Fatih." ujarnya.
(Cintaku padamu tiada batas pemisah, walau raga tidak bersama. Pecinta memang kata-katanya tidak masuk kedalam logika. Tidak memakai aturan bahasa. Seperti kata-kataku ini. Memang ini hanya rayuan. Namun ini juga isi hatiku. Rasa cinta datang nya dari Allah. Sudah banyak legenda cinta dari kisah-kisah Ambiya' yang kisah cintanya sangat abadi dan fenomenal. Allah menciptakan dua insan untuk bersama dan untuk ibadah. Sebagaimana wanita diciptakan dari tulang rusuk pria. Allah SWT menciptakan cinta kepada siapa saja. Nabi Adam dan Hawa, Nabi Musa dan Syafura, Nabi Yusuf dan Zulaiha. Dan masih banyak lagi. Jika nanti aku sah menjadi imammu maafkan aku yang masih belajar menjadi sosok yang bak walau sempurna. Aku selalu ingin menjagamu seperti Nabi Sulaiman yang membebaskan Ratu Bilqis dari kepercayaannya yang menyembah matahari, dengan memindahkan kerajaan dengan kedipan mata. Lalu Ratu Bilqis mengimani agama Allah. Ingin tegas seperti Nabi Ayyub yang menghukum istrinya kala salah. Saat itu Nabi Ayyud sedang di uji berat dan dia berjanji jika Siti Rahma kembali dia akan memukul istrinya 100 kali, namun setelah tahu Siti Rahma telah berkorban untuk mencari makan untuk kelanjutan hidup, Nabi Ayyub tetap memenuhi janji kepada Allah dengan mengumpulkan sapu lidi dan memukul sangat pelan agar Siti Rahma tidak kesakitan, itulah perjuangan cinta yang abadi karna Allah, Salwa jangan terlalu dalam cinta kepada sesama takutnya malah akan kecewa dan marah padaNya jika terpisahkan.)
"Aku sangat tidak menyangka. Pastas saja kamu begitu cinta, kamu memang kaya raya namun aku menikahimu bukan karena inginku. Aku menikahimu karena ingin mendapat berkah dari Kiai ku." Hasan menitihkan air mata. Hasan kembali membaca.
(Aku dan kamu milik Allah ingat akan itu, takutnya jika kita sama-sama berlebihan malah salah mengartikan rasa cinta ini. Aku ingin menjadi Imam dan pemimpinmu, namun kita belum tau apa rencana Sang Ilahi nanti. Jujur aku takut kehilanganmu, tapi aku lebih takut goyahnya iman kita karna cinta kita. Halwa maaf beribu maaf jika kata-kataku selalu begini. Maaf juga aku mengatakan ini. Jika Allah memisahkan kita sebelum waktunya, janganlah diantara kita membenci takdir Allah, jika cinta tidak dapat kita miliki maka berhijrah, salah satu dari kita harus menerima kenyataan dan melanjutkan hidup. Aku tau aku menulis surat yang pastinya nanti membuatmu menangis. Maafkan aku kholili. Anna uhibbuka fillah. Lillahi ta'ala.)
Hasan duduk lemas disudut, air matanya berderai. "Begitu indah cinta Fatih, cinta tanpa hawa nafsu, dan aku yang kini sudah jatuh hati padanya, Fatih ijinkan aku menjaganya, Ya Allah beri aku cara seperti cara Fatih mencintainya, cinta yang suci."
Bersambung