"Teruslah bercerita," pinta Halwa. Hasan merasa gugup namun dia pun mulai berpikir sejenak.
'Kenapa dia tidak bertanya tentang aku ya?' tanya Hasan dari dalam hati.
"Huh ... Bismillah. Rasulullah SAW, adalah tauladan bagi kita semua. Salah satunya, kisah cinta antara putri bungsu Rasulullah SAW, yakni Fatimah Azzahra dengan suaminya, Ali bin Abi Thalib. Kisah cinta yang sudah terpendam sejak lama, kisah cintanya sangat terjaga kerahasiaannya dalam kata, sikap dan ekspresi mereka."
Hasan terus menunduk ketika Halwa menoleh kepadanya.
"Bahkan iblis pun tak bisa mengendusnya, mereka bisa menjaga izzah mereka, hingga Allah telah menghalalkannya. Ali bin Abi Thalib adalah sepupu dan salah satu sahabat yang istimewa dimata Rasulullah SAW. Selain beliau tinggal langsung bersama Rasulullah, dia juga seorang pemberani yang pernah menggantikan posisi tidur Rasulullah disaat hijrah dan juga seorang mujahid perang yang gagah.
Sementara Fatimah, putri Rasulullah SAW yang taat, penyayang dan sangat peduli pada Rasulullah SAW, selalu ada disamping ayahnya dalam setiap kisah perjuangan sang ayah membumikan nilai-nilai islam di tengah kafir Quraisy." Karena gugup Hasan meneguk minum.
"Ekm. Ali sudah memiliki perasaan kepada Fatimah sejak lama, kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaninya saja, kecantikan Ruhaninya melintasi batas hingga langit ketujuh. Kendalanya adalah perasaan rendah dirinya, apakah mampu ia membahagiakan putri Rasulullah dengan keadaannya yang serba terbatas. Demikian kira-kira perasaan yang ada pada Ali saat itu.
Pada suatu ketika, Fatimah dilamar oleh seorang laki-laki yang selalu dekat dengan nabi, yang telah mempertaruhkan kehidupannya, harta dan jiwanya untuk Islam, menemani perjuangan Rasulullah SAW sejak awal-awal risalah ini."
"Siapa yang melamar?" tanya Halwa dengan suara lembut.
"Dia adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, entah kenapa mendengar berita ini Ali terkejut dan tersentak jiwanya, muncul rasa-rasa yang diapun tak mengerti, Ali merasa diuji karena terasa apalah dirinya jika dibanding dengan Abu Bakar kedudukannya disisi nabi.
Ali merasa belum ada apa-apanya bila dibanding dengan perjuangannya dalam menyebarkan risalah Islam, entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan dakwahnya. Sebutlah 'Utsman, 'Abdurrahman bin auf, Thalhah, Zubair, Sa'd bin abi Waqqash, Mush'ab. Ini yang tak mungkin dilakukan oleh anak-anak seperti Ali. Tak sedikit juga para budak yang dibebaskan oleh Abu Bakar sebutlah Bilal bin rabbah, khabbab, keluarga yassir, 'Abdullah ibn mas'ud. Abu Bakar seorang saudagar, tentu akan lebih bisa membahagiakan Fatimah, sementara Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. Ali ikhlas dan bahagia jika Fatimah bersama Abu Bakar, meskipun ia tak mampu membohongi rasa-rasa dalam hatinya yang ia sendiri tak mengerti, apakah mungkin itu yang namanya cinta."
"Lalu apa di terima oleh Nabi dan Siti Fatimah?" tanya Halwa yang tetap memandang Hasan.
"Ternyata lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapannya. Ali kembali mempersiapkan diri, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.
Namun ujian bagi Ali belum berakhir, setelah Abu Bakar mundur muncullah laki-laki nan gagah perkasa dan pemberani. Seseorang yang dengan masuk Islamnya mengangkat derajat kaum muslimin, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Seorang yang diberi gelar Al-Faruq.
Dialah Umar ibn Al Khathab. Pemisah antara kebenaran dan kebatilan juga datang melamar Fatimah.
Ali pun ridha jika Fatimah menikah dengan Umar, ia bahagia jika Fatimah bisa bersama dengan sahabat kedua terbaik Rasulullah setelah Abu Bakar yang mana Rasulullah sampai mengatakan "Aku datang bersama Umar dan Abu Bakar."
Namun kemudian Ali pun semakin bingung karena ternyata lamaran Umar pun ditolak.
Setelah itu menyusul Abdurahman bin Auf melamar sang putri dengan membawa 100 unta bermata biru dari mesir dan 10.000 Dinnar, kalo diuangkan dalam rupiah kira kira 55 milyar. Dan lamaran bermilyar-milyar itupun ditolak oleh Rasulullah." Hasan untuk sejenak melihat Halwa, kontak mata pun terjadi. Hasan segera menunduk.
"Akan tetapi kekhawatiran Ali bin Abi Thalib belum berakhir sampai di sini karena ternyata sahabat yang lainpun melamar sang Az Zahra. Usman bin Affanpun memberanikan dirinya melamar sang putri, dengan mahar seperti yang dibawa oleh Abdurrahman bin Auf, hanya ia menegaskan kembali bahwa kedudukannya lebih mulia di banding Abdurrahman bin Auf karena ia telah lebih dahulu masuk islam.
Tidak disangkaa tidak diduga, ternyata Rasulullahpun menolak lamaran Usman bin Affan.
Empat sahabat sudah memberanikan diri dan mereka semua telah ditolak oleh Rasulullah SAW.
"Mengapa bukan engkau saja yang mencobanya kawan?" seru sahabat Ali,
"Mengapa engkau tak mencoba melamar Fatimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi."
"Aku?" tanya Ali tidak yakin.
"Ya. Engkau wahai saudaraku!"
"Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa aku andalkan?"
Sahabatnyapun menguatkan "Kami dibelakangmu, kawan!"
Akhirnya Ali bin Abi Thalibpun memberanikan diri menjumpai Rasulullah untuk menyampaikan maksud hatinya, meminang putri nabi untuk jadi istrinya. Awalnya beliau hanya duduk di samping Rasulullah dan lama tertunduk diam.
"Wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau inginkan?" tanya Rosulullah.
Sejenak Ali terdiam, dan dengan suara bergetar.
"Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah," jawab Ali. Mendengar jawaban Nabi terlihat bahagia.
"Bagus, wahai Ali, beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku," jelas Nabi SAW.
Kemudian Rasulullah meninggalkan Ali dan bertanya kepada putrinya, ketika ditanya Fatimah hanya terdiam dan Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya.
Rasulullah kemudian mendekati Ali dan bersabda, "Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali?"
"Orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang aku sembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi," jawab Ali.
Dengan tersenyum Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Ali, tidak mungkin engkau terpisah dengan pedangmu, karena dengannya engkau membela diri dari musuh-musuh Allah SWT dan tidak mungkin juga engkau berpisah dengan untamu karena ia engkau butuhkan untuk membantumu mengairi tanamanmu, aku terima mahar baju besimu, jual lah dan jadikan sebagai mahar untuk putriku. Wahai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di Langit sebelum aku menikahkan engakau di Bumi." Diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.
Ali bin Abi Thalib menjual baju besi itu dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW, dan nabipun membagi uang tersebut ke dalam 3 bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian lagi di kembalikan kepada Ali bin Abi Thalib sebagai biaya untuk jamuan makan untuk para tamu hadir. Ijab qobul di ucapkan.
"Kemudian Nabi SAW bersabda:"Sesunguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah Putri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, Maka saksikanlah sesunguhnya aku telah menikahkanya dengan mas kawin empat ratus dihram(nilai sebuah baju besi) dan Ali Ridho(menerima)mahar tersebut."
Maka menikahlah Ali dengan Fatimah Pernikahan mereka penuh hikmah walau di arungi di tengah kemiskinan Bahkan di sebutkan oleh Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya.
Dan malam harinya setelah dihalalkan oleh Allah SWT, terjadilah dialog yang sangat menggetarkan. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali.
"Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya."
Memdengar Hasan berkata Halwa seakan tidak terima.
"Jangan berprasangka buruk dulu. Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya, dengan tersenyum Fatimah menjawab, "Pemuda itu adalah dirimu."
Subhanallah, itu adalah pujian terbaik dari seorang istri yang bisa membahagiakan hati suaminya.
Ali dan Fatimah saling mencintai karna Allah mereka mencintai dalam diam,menjaga cintanya dan Allah satukan dalam ikatan suci pernikahan. Semoga kita dapat mencontoh Rasulullah SAW ini. Aamiin," jelas Hasan lalu berdiri.
"Kamu suamiku?" pertanyaan Halwa membuat Hasan terbelalak.