Halwa membuka halaman terjemah Daqoiqul Akhbar Bab 10, penjelasan tentang keadaan bumi dan kubur.
"Sahabat Anas bin Malik ra berkata, "Sesungguhnya bumi menyeru setiap hari sebanyak 10 kalimat. Bumi mengatakan, "Wahai anak adam, kamu bekerja di atas punggungku dan tempat kembalimu adalah di dalam perutku. Kamu bermaksiat di atas punggungku dan kamu akan disiksa di dalam perutku. Kamu tertawa di atas punggungku dan kamu akan menangis di dalam perutku. Kamu memakan perkara haram di atas punggungku dan ulat akan memakanmu di dalam perutku. Kamu berbahagia di atas punggungku dan kamu akan sedih di dalam perutku, Kamu mengumpulkan perkara haram di atas punggungku dan kamu akan hancur di dalam perutku. Kamu merasa sombong di atas punggungku dan kamu akan merasa hina di dalam perutku. Kamu berjalan dengan bahagianya di atas punggungku dan kamu akan jatuh sedih di dalam perutku. Kamu berjalan di dalam cahaya di atas punggungku dan kamu akan duduk di dalam kegelapan di dalam perutku. Dan kamu berjalan di dalam jama'ah di atas punggungku dan kamu akan duduk sendiri di dalam perutku."
Di dalam sebuah khobar (dijelaskan), sesungguhnya kubur menyeru setiap hari sebanyak 3 kali, "Aku adalah rumah kesendirian, aku adalah rumah kegelapan, aku adalah rumah belatung, dan apa yang akan kamu persiapkan untukku?"
Dikatakan (dalam riwayat lain), sesungguhnya kubur menyeru setiap hari sebanyak lima kali, "Aku adalah rumah kesendirian, maka jadikanlah bacaan Al-Qur'an sebagai menentram bagimu. Aku adalah rumah kegelapan, maka terangilah aku dengan sholat malam. Aku adalah rumah tanah, maka bawalah tikar yaitu amal sholeh. Aku adalah rumah ular-ular yang amat berbisa, maka bawalah obatnya yaitu ucapan "Bismillahir Rohmanir Rohim." dan menumpahkan air mata. Aku adalah rumah pertanyaan Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir, maka perbanyaklah di atas punggungku dengan ucapan "La Ilaha Illallah Muhammadur Rosulullah." agar memungkinkan bagimu untuk menjawabnya."
Wallahu a'lam bisshowab.
Tangis Hapwa benar-benar pecah. Hasan menghapus air matanya. Halwa Mencoba tersenyum.
"Semoga di sana dia bahagia.
"Aamiin. Fatih berkata. Semoga kamu selalu bahagia. Kamu selalu sehat di sana. Semoga cobaan berat dijauhkan dari mu. Kisah kita belum berakhir. Aku sendiri tidak tahu akhirnya Bagaimana kisah kita. Dunia ini bukan surga, dunia ini tidak abadi. Mentari akan tenggelam ketika malam datang. Langit malam pun akan terang Jika mentari kembali bersinar. Halwa. Tidak bisa dipungkiri lagi. Aku benar-benar memiliki perasaan lebih untukmu. Namun, Mungkin memang takdir tidak menyatukan. Tapi cinta yang baik adalah cinta yang saling mendoakan. Kamu juga harus mendoakanku agar aku bahagia. Sesuatu di dunia ini tidak Abadi. Semua masalah yang belum tuntas di dunia akan dikupas di akhirat. Mungkin bagimu Aku adalah sosok pemuda yang seram. Tapi mungkin juga kamu melihat hatiku yang lembut. Aku selalu mencintaimu Halwa. Sebanyak apapun dan tak berwaktu. Kamu seperti hembusan angin aku selalu bisa merasakan hadirmu setiap saat walaupun itu khayalan."
'Sungguh luar biasa pemuda itu. Apa kira-kira Halwa masih sangat mencintainya? Surat-surat yang ditulisnya itu pun nyata. Aku tersentuh dan aku menangis. Aku tidak tahu dia seperti apa. Tapi aku sangat yakin dia sangat sangat mencintai Halwa sepenuh hati. Kemana pemuda itu? Sangat mencintai Halwa Kenapa dia tidak memperjuangkan? Sungguh sangat unik,' batin Hasan yang terus mendengarkan Halwa.
"Ini saatnya mengucapkan selamat tinggal kepadamu. Walaupun aku mencintaimu aku harus melakukannya. Kau harus hidup tanpa aku aku harus hidup tanpamu. Jalan kita berbeda. Mari tempuh jalan kita masing-masing. Aku akan selalu mendoakan mu. Kau harus hidup tanpa aku dan kuat. Lupakan aku. Kalau bisa. Karena aku sendiri tidak bisa melupakanmu. Aku akan mendukungmu dari kejauhan. Jadilah dirimu sendiri jangan mempedulikan orang lain yang akan membuatmu menyerah dan patah arah. Aku akan seperti malam melihatmu dari kejauhan. Aku akan seperti malam yang menunggu pagi. Aku teringat di mana kamu mengajari aku salat. Itulah pertama kalinya aku melaksanakan salat. Aku bahagia walaupun itu hanya sebentar. Aku merasa tenang. Pertemuan kita nanti yang akan mengatur Tuhan. Aku ingin mengukir janji agar kita bertemu. Aku berjuang hidup tanpamu. Kerja keras. Halwa."
Halwa menangis dan tidak tahan lagi. Hasan menghentikan mobil lalu memeluknya. Suaminya berusaha memberikan rasa nyaman.
"Hik hik hiks. Entah kenapa firasatku tidak baik saat aku membaca surat itu. Ada rasa ketakutan yang sangat dalam. Entah ini perasaan yang berlebihan atau bagaimana." Halwa mengatakan itu.
"Aku sudah memulai hari-hariku bisa seperti biasa. Namun sesekali aku mencoba menghubungi nomornya. Aku bersikeras untuk ingin tahu bagaimana keadaannya. Aku kesana kemari mencari tahu kabarnya. Dia juga tidak masuk ke kampus selama tiga hari. Rasa penasaranku sangat membuncah. Semakin menjadi, dan akhirnya aku nekat pergi ke rumahnya. Saat di rumah megah itu. Tujuanku sia-sia. Aku malah di hina mantan kekasihnya yang sudah menjadi ibu tirinya. Dan saat itulah aku mulai berpikir aku memang harus benar-benar melupakannya. Aku bersikeras melupakannya. Setelah 2 bulan. Dia memberiku surat, lewat temannya." Halwa menangis tersedu-sedu.
"Hai Halwa aku merindukanmu lagi, rindu ini sangat dalam aku menangis dan sakit. Kamu di sana baik-baik saja. Biar aku saja yang menangis kamu jangan sampai menangis ya. Aku tahu kamu mencariku. Aku tahu juga kamu dihina. Hempaskan saja hinaan itu kelautan. Jangan sampai dimasukkan hati. Dia itu memang Nenek Lampir. Walaupun wajahnya muda hatinya hitam. Maafkan aku yang tidak bisa menemuimu dan tidak bisa melindungimu dari hinaan. Tapi aku yakin kamu Tegar Kamu tidak akan menangis karena ucapan itu. Kamu adalah wanita hebat. Sekarang akan ku ungkapkan Kenapa aku tidak melindungimu dan tidak membelamu ketika kamu dihina. Sekarang aku akan membuat pengakuan jujur. Dan aku memang harus jujur mengakuinya. Halwa. Kamu percaya kematian. Kematian itu pasti dan ada. Aku menghindarimu. Karena aku merasa hidupku sudah tidak panjang lagi. Namun sebelum itu. Aku selalu menyaksikanmu dan mengamati mu dari kejauhan. Aku juga lihat saat kamu menabok pemuda yang akan melecehkan mu. Aku tertawa puas ketika kamu berani seperti itu. Aku aku juga bangga ketika kamu menyelamatkan nenek-nenek dari begal. Mana bisa aku tidak mencintaimu. Bisa dengan mudah aku melupakanmu. Sedang pesonamu selalu membuat aku tersipu. Halwa. Terkadang ada hujan dan terkadang ada terang. Memang terkadang rencana Tuhan lain. Aku Pasrah aja dengan rencanaNya. Apa kau tahu aku sudah hafal surat-surat pendek Al Quran. Rasanya sangat bangga walaupun hanya surat-surat pendek. Setelah itu kami LDR ran karena tanpa restu. Saat akan menikah dia pulang kepadaNya."
Mobil Hasan sampai di depan pondok pesantren.