Chereads / Sinar Mentari / Chapter 13 - Pengganggu

Chapter 13 - Pengganggu

Alesta menerima segelas air dari Ansel dan langsung meneguknya. Ia benar-benar tak menyangka makanan yang sudah buat susah-susah rasanya ternyata sangatlah buruk.

"Maafkan saya pak, saya benar-benar gak tau kalo masakan saya gak enak." sesal Alesta, sesaat membuat Ansel mendengus pelan menblertahnk

"Kamu gak pernah belajar masak ya?" Tebak Ansel memperlihatkan raut wajahnya sebiasa mungkin, karena dirinya tidak mungkin memaki monster wanita di depannya bisa-bisa besok masuk ke peti mati.

Namun, melihat raut wajah Alesta yang terlihat begitu buruk membuat Ansel bingung, jadi dirinya memutuskan untuk menuntun sang istri untuk kembali duduk di meja makan.

"Maafkan aku,"

"Sudahlah, lupakan saja. Lagipula, tidak semua orang harus sempurna, jadi lebih baik kita pesan makanan."

"Tidak perlu menyalahkan dirimu lagi, aku juga tidak bisa memasak!" lanjut Ansel sebelum akhirnya naik ke atas untuk mengambil ponselnya.

Alesta benar-benar merasa buruk, dirinya saka sekali jarang untuk terlibat langsung dalam urusan dapur. Jujur, sepanjang hidup hanya dihabiskan Alesta untuk bekerja dan mencari pekerjaan, selain itu hanya berisi perdebatan bersama dengan Arini.

"Alesta!" Panggil Ansel telah duduk kembali bersebrangan dengan Alesta yang terus menunduk menyesal sekaligus malu, tentu saja hal itu tak luput dari mata Ansel

"Iya Pak?" Melihat respon Alesta yang terlihat begitu jelas malu, membuat Ansel ingin sekali tertawa terhadap monster di depannya yang ia kira akan membunuhnya dengan masakan dengan rasa super membingungkan bagi dirinya.

"Tolong bereskan ini, aku sudah pesan makanan untuk kita. Besok pagi, kita akan cari tempat les terbaik untukmu!" Alesta seketika mendongkrakkan kepalanya menatap bingung Ansel.

"Aku!" Bingung Alesta seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Tentu saja kau, mana mungkin diriku. Aku akan memberikan pilihan bebas untukmu selama kita diberi libur dari perusahaan. Akan lebih baik, jika kita mencari tempat yang terbaik untuk kau belajar memasak!"

"Karena, kau harus tau laki-laki lebih menyukai masakan rumahan. Jangan sampai suami tanpamu ini, ditikung perempuan lain hanya karena makanan!" ujar Ansel dengan sedikit bada serius sekaligus bercanda yang tentunya untuk menggoda Alesta yang saat ini begitu jelas memperlihatkan raut wajah paniknya, namun sesaat senyum tipis dibibir Ansel menghilang begitu mendengar suara bel.

**

"Kau!" Kesal Ansel begitu membuka pintu bukannya kurir makanan yang datang, malah Eric sosok yang begitu menyebalkan yang telah moodnya tempo gari ketika hari pernikahannya.

"Dimana Alesta?" Ansel mendecih pelan, memberikan tatapan tajam pada Eric yang tanpa permisi langsung melenggang masuk menemui istrinya, namun sepertinya harapan Eric sedang tidak tercapai karena Alesta saat ini tengah entah pergi kemana.

"Apa yang kau lakukan, lebih baik pergilah!" Eric menampilkan senyum begitu menghina Ansel Sesaat ketika Eric mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.

"Aku hanya ingin menemui teman lama, apa kau keberatan?"

"Jika sudah tau, kenapa bertanya? Darimana kau tau rumah kami?" Berondong Ansel sangking kesalnya dengan kedatangan Eric yang tanpa permisi seperti jalangkung.

"Aku sudah tau jawabannya, aku kemari hanya untuk memastikan sahabatku saja, yang sepertinya sangat malang sekali jika harus menikah denganmu. Dan perlu kau tau, aku tau alamat rumahmu dari Bibi!"

"Ibu mertuaku?"

"Ya benar sekali, Bibi sangat mengkhawatirkan Alesta jadi aku da...,"

"Erick?" Panggil Alesta ketika datang di antara mereka dengan membawa dua cangkir teh.

"Hey, My Honey bagaimana kabarmu. kau terlihat cantik terakhir kita

"Kita baru saja bertemu dua hari yang lalu, jangan berpikir bodoh untuk memujiku berlebihan!" Kesal Atlesta diselingi dengan nada bicara bercanda, namun hal itu ditangkap berbeda oleh Ansel yang telah mengepalkan kedua tangannya dengan kesal ingin sekali menghajar Eric yang menggoda istrinya.

"Apa-apaan itu, bisa-bisanya monster betina itu tersenyum pada laki-laki lain?" ujar Ansel membatin kesal seraya berjalan kearah pintu begitu ia mendengar suara kurir yang datang membawa makanan yang telah ia pesan.

"Kau benar-benar tidak pernah berubah Alesta." ujar Eric sesaat membuat Alesta tersenyum canggung sekaligus paksa, namun berbeda halnya dengan Ansel yang hanya diam mendecih tak suka dengan kedekatan antara istri monsternya dengan laki-laki tak jelas bernama Eric tersebut.

"Maafkan aku, kau tau sendiri bukan aku selalu gagal, jika harus mencoba sesuatu yang baru"Eric tertawa pelan, seraya melirik pelan kearah Ansel yang kini telah kembali.

"Kau tidak penasaran, bagaimana aku bisa tau Alesta tidak bisa memasak?"

"Tck, sudah kubilang tempo hari jauhi istriku. Kau seperti seorang pebinor yang terang-terangan ingin merebut istri orang." Erick menyeringai pelan, menyesap teh buatan Alesta yang begitu pas di lidahnya.

"Kenapa? Kenapa aku harus menjauhinya, dengar Tuan Ansel Pratama, aku tau banyak tentangmu yang selalu bergonta-ganti pacar, aku tidak yakin perempuan sepolos Alesta mau menjadi bagian dari dirimu." Ansel menggeram kesal untuk kesekian kalinya untuk ucapan Eric, sedangkan Alesta hanya diam memutuskan untuk menarik Ansel untuk duduk tepat di sampingnya.

"Eric, kurasa kau tidak perlu katakan itu. Aku tau kita sudah berteman cukup lama, dan tentunya kau sudah mengenal diriku lebih."

"Memang, aku sudah berteman cukup lama dengan dirimu My honey, termasuk apa yang tidak kau sukai. Jika, aku jadi Ansel aku akan mencari pelayan untuk memasak makanan setiap hari untuk kita."

"Kamu tidak perlu pelayan, Alesta bisa belajar. Aku tau, kau ingin mencibir diriku bukan?" Erick seketika tertawa pelan, akan ucapan Ansel Pratama yang terkenal dengan kekayaannya sangat begitu pelit pada istrinya sendiri.

"Kau itu benar-benar perhitungan sekali!" Cibir Eric.

"Dan, kau benar-benar kurang ajar sekali, dengan mengomentari apa yang akan kami rencanakan."

"Alesta, katakan pada teman kepo milikmu ini untuk tidak ikut urusan kita!" Alesta hanya diam, ia benar-benar takut dengan situasi ini, percuma jika dirinya menghentikan Eric yang notabene begitu hobi sekali untuk berbicara dan menjuliti seseorang, satu-satunya orang yang dapat menghentikan Eric hanyalah Arini.

"Eric, sudahlah. Ini sudah malam, bukankah besok adalah hari Senin? Kau harus bekerja!" Eric tersenyum tipis lada Alesta.

"Tentu saja My honey, aku akan bekerja. Aku kesini aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja!"

"Ya..., Tentu saja dia baik, kau tidak perlu khawatirkan istri orang. Lebih baik kau khawatirkan dirimu sendiri untuk tidak terlibat masalah suami istri! Bisa-bisa kau akan dipenjara karena istri orang!"

"Itu tidak akan mungkin terjadi, karena satu-satunya perempuan yang ada dalam hatiku hanya My honey Alesta!"

"Tck, kau hanya bermimpi siang hari untuk mendapatkan Alesta. Disini dia akan baik-baik saja, tidak akan kekurangan makanan karena dia sendiri akan belajar membuat makanan, jadi pergilah! Jangan kembali lagi!" ujar Ansel dengan gamblangnya mengusir Eric.