Vivian duduk menopang dagu di meja kerjanya, sangat tak bersemangat di hari dimana semua orang menyukai aroma gaji. Entah! Apa yang paling diinginkannya di muka bumi ini, bahkan kedudukan tinggi sebagai kepala staff administrasi di sebuah pekantoran ternama Washington dan lulusan terbaik di universitas tak membuat dirinya bangga.
Pulang bekerja, menuju apartemen, makan malam, tidur, bangun pagi dan bekerja lagi. Hari-hari yang membosankan terus terulang, semua orang tersenyum ramah dan hanya dibalas anggukan oleh dirinya. Viviane Anderson, begitu tulisan yang tertera di meja kerja yang kini dihiasi tumpukan kertas yang Vivianpun enggan melihatnya.
"Kopi Ma'am..." Vivian hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah pemuda officeboy yang tiap pagi memberinya kopi susu. Ia masih terfokus ke layar komputernya berkutat dengan angka yang membuat perutnya sedikit mual.
"attention please!"
Wanita tua gemuk dengan kacamata dan heels kuno berwarna hitam itu angkat bicara, membuat Vivian mendengus kesal ketika mendengar wanita yang selalu ingin dipanggil bos tersebut. Vivian hanya duduk bersandar menyilangkan kedua tangan di depan dadanya ketika semua orang berdiri. Membuat wanita tua itu menghentikan langkahnya di depan Vivian.
"all right everyone, hari ini bos besar akan berkunjung kemari, aku ingin kalian memperbaiki pekerjaan kalian dan... Jaga perilaku kalian!" Deborah nama wanita itu, menekankan kata terakhirnya dengan menatap Vivian lamat-lamat, seolah memberikan peringatan kepada Vivian.
Vivian kembali ke pekerjaannya yang entah sampai dimana tadi, ia membuka kunciran rambutnya yang kini telah tergerai indah. "hai sexy blondie..." Stuart, lelaki yang selalu terang-terangan menggoda Vivian mengedipkan sebelah matanya ketika melewati meja kerja Vivian, ia memang seksi...
Super seksi ketika rok ketat berwarna peach dipadukan dengan dalaman berwarna putih dan dibalut dengan blazer super ketat berwarna peach. Membuat liuk tubuh nya terlihat sempurna dan kaki jenjang nan mulus selalu terlihat anggun ketika ia berjalan.
"ehm..." tegur Deborah ketika semua orang memandangi bokong indah Vivian, di sampingnya sudah ada Mr. Skinner dengan kacamata bertengger di hidung, balutan jas rapi dan sepatu yang sangat mengkilap. Terlihat jelas jika ia adalah pria yang sudah cukup berumur, namun tubuh tegap dan jambang halus itu membuatnya terlihat awet muda.
"i'm sorry Mr. Skinner, kau dapat melanjutkan inspeksimu..." Deborah mempersilakan Mr. Skinner berkeliling melihat kinerja pegawainya yang hari ini terlihat sibuk hanya karena kedatangan bos besar. Mr. Skinner melihat sekitar, sampai akhirnya mata elang dengan alis tebal itu tertuju pada bokong besar milik Vivian. Mr. Skinner mengernyitkan keningnya...
Sementara Vivian masih mencari berkas bulan lalu yang kelihatannya ia hilangkan, "hah... Damn it! Dimana kertas itu." Vivian berdiri memegangi pinggang setelah beberapa menit tak menemukan berkas yang ia cari.
"kehilangan sesuatu?" suara berat Mr. Skinner membuat tubuh Vivian menoleh ke belakang dan berhadapan langsung dengan sang pemilik suara, Vivian melotot, tubuhnya merosot terduduk ketika melihat wajah rupawan itu.
"God help me!" gumam Vivian namun terlambat, Mr. Skinner mengetatkan rahangnya, jemarinya mengepal kuat setelah melihat wajah Vivian.
Mr. Skinner menggebrak meja kerja Vivian dengan sangat kuat, membuat semua mata tertuju ke arah meja kerja Vivian.
"well, Miss Anderson... Dimana uangku?" Mr. Skinner melotot ke arah Vivian yang tengah duduk mematung, merasa diperhatikan oleh semua orang tak terkecuali Deborah, Vivian tak bergeming.
.
.
.
.
.
"100 ribu dollar? Vivian apa kau gila?" Jane sahabat karib sekaligus rekan kerja Vivian setengah teriak ketika mendengar pengakuan Vivian.
"kau apakan uang sebanyak itu?" tambah Jane.
"Kredit card milikku membengkak kala itu Jane, oh... Bagaimana ini? Ia pasti akan melaporkanku ke polisi." Vivian berjalan mondar mandir di kamar apartemen pribadi miliknya.
"bagaimana mungkin ia memberimu uang sebanyak itu?" tanya Jane makin penasaran.
"aku harus tidur sebanyak 100 malam dengannya..."
"what...?" Jane terlonjak.
"kau gila..." tambah Jane.
"iya, aku akui aku gila. Tapi ketika itu aku harus membiayai kuliahku sendiri Janey, aku tak menyangka ia akan menemukanku di sini." Vivian memegangi kepalanya yang mulai terserang sakit kepala.
"apa kau sudah tidur dengannya?" Vivian mengehentikan langkahnya.
"secara teknis aku hanya berhutang setengah padanya, iya aku telah tidur dengannya." Vivian tak mengelak kejadian beberapa tahun silam, ketika ia tak memiliki seorangpun. Vivian menjual dirinya sendiri dengan atasannya, Mr. Skinner.
"Apa kau melihat bagaimana cara Deborah melihat ke arahmu? Dan bagaimana semua orang di kantor melihat kalian berdua?"
"Kau telah membuat desas-desus yang menggemparkan, Vivian." Kata Jane, Vivian mengerti. Dan entah mengapa ia sama sekali tidak perduli dengan hal itu, ia hanya perduli dengan uang Mr. Skinner yang harus ia kembalikan entah bagaimana caranya. Vivian berbaring di atas ranjang bersama sahabatnya Jane, menatap langit-langit kamar dengan perasaan getir.
Jika saja pria itu sama seperti pria hidung belang lainnya dengan perut buncit dan uang mereka yang banyak, mungkin Vivian akan sanggup tidur seratus malam dengannya. Tapi Mr. Skinner bukan pria seperti itu, gaya bercinta pria itu selalu menyakiti Vivian. Hingga akhirnya Vivian harus mengundurkan diri dan pergi dari hidup pria itu demi menyelamatkan hidupnya dari kekangan Mr. Skinner, tanpa Vivian sadari jika dunia ini benar-benar sempit dan berhasil mempertemukan dirinya lagi dengannya.
.
.
.
.
.
Mr. Skinner mendudukan Vivian dengan kasar di kursi kebesaran miliknya, mengunci tubuh Vivian agar gadis itu tak melarikan diri lagi. Sebelumnya Vivian hampir jatuh pingsan ketika Deborah menyampaikan pesan bahwa Mr. Skinner memanggil dirinya, kini ia tengah duduk di hadapan Mr. Skinner di ruangan mewah paling atas gedung perkantoran.
"maafkan aku..." senyum getir Vivian.
"maaf saja tak cukup Vey..." Mr. Skinner masih memandang Vivian lamat-lamat.
Vivian menghembuskan nafas kasar, "aku...aku tak bisa lagi." Vivian menggeleng sementara Mr. Skinner memiringkan kepalanya.
"aku tak bisa terus mengikuti permainanmu, aku tidak tahan dengan semuanya, aku sakit.... Maafkan aku..." rintih Vivian, ketika mengingat pria yang usianya terpaut jauh dengan dirinya itu melakukan seks dengan keras.
"jadi itu alasanmu pergi?" tanya Mr. Skinner tanpa ekspresi diwajahnya. Vivian akhirnya mengangguk membenarkan.
.
.
.
.
Vivian berjalan menuju sebuah apartemen mewah milik pria itu, mengetuk pintu dan tak lama pria itu membuka pintunya. Rahang tegas dan kedua mata yang begitu tajam seolah menelanjangi dirinya, Vivian terpaksa harus memasuki kamae Mr. Skinner kembali seperti dulu demi melunasi hutangnya pada pria itu.
Vivian tidak mungkin memiliki uang sebanyak itu dan mengembalikannya kepada Mr. Skinner, pada akhirnya ia harus kembali terjerat ke dalam permainan gila yang selalu menyakiti tubuhnya. Dan berharap Mr. Skinner tidak merenggut seluruh hidupnya kali ini, Vivian tidak dapat berjalan atau berinteraksi dengan siapapun jika pria itu sudah melarang.