Chereads / Ex - Boss / Chapter 2 - Prologue (II)

Chapter 2 - Prologue (II)

"aku bilang buka, Vivian..." suara serak Mr. Skinner makin membuat selangkangan Vivian terasa ngilu, pria itu kini membawa tongkat tipis berwarna hitam dengan kemeja setengah terbuka, memperlihatkan perut berotot milik Mr. Skinner.

Vivian membuka penutup tubuh terakhirnya, sangat perlahan ia menurunkan panties itu membuat jakun Mr. Skinner naik turun melihat pemandangan di hadapannya.

"telungkup!" titah mr.skinner yang akhirnya dituruti Vivian untuk telungkup di atas ranjang king size milik Mr. Skinner.

Jemari kekar Mr. Skinner kini berada di tengkuk Vivian, seolah mencengkram dengan kuat lalu turun dengan perlahan dan berhenti ke bokong bulat Vivian.

Plak!!!

Satu tamparan keras di bokong Vivian membuatnya mendesah pelan, panas dan nyeri menjadi satu membangkitkan gairahnya yang sekarang mungkin sudah sedikit basah.

"kau meninginkannya Little One?" Vivian masih terdiam.

"Say it!" titah Mr. Skinner sambil meremas bokong Vivian dengan kuat hingga Vivian memekik kesakitan.

"Yes Master..." rintih Vivian.

"Goodgirl!"

Mr. Skinner membalikan tubuh Vivian dengan sangat lembut, membuat Vivian menyatukan kedua alisnya bingung. Tak biasanya pria itu berlaku lembut dan biasanya pria itu akan memerintah dirinya untuk berbalik, bukan membalikan tubuh Vivian dengan kedua tangannya dengan cara yang dapat membuat wanita manapun tersanjung.

"kalau aku bisa melakukannya dengan lembut, kau janji tidak akan pergi dariku?" Tanyanya, berhasil membuat Vivian semakin heran.

Pertanyaan bodoh macam apa ini? Aku pasti sedang bermimpi, batin Vivian.

Vivian masih mematung menatap Mr. Skinner yang kedua matanya sudah menggelap karena gairah.

"jawab aku Vivian..." Mr. Skinner menenggelamkan wajahnya di lekukan leher jenjang milik Vivian, mencari kehangatan yang selama ini telah hilang.

"baiklah..." jawab Vivian frustasi, ia sungguh dibuat bingung dengan sikap Mr. Skinner yang berbanding terbalik dari dulu. Melakukannya dengan lembut? Vivian pasti sedang bermimpi...

"dimana anakku Vivian?" Vivian masih dalam bekapan lembut Mr. Skinner, menikmati sisi kelembutan pria itu. Vivian merasa terganggu jika putra semata wayangnya disebutkan.

"dengan Paman..." balas Vivian acuh.

"kapan aku bisa bertemu dengannya?" Secara reflek Vivian melepas kasar pelukan Mr. Skinner.

"kita sudah sepakat soal ini, aku tak ingin membahasnya..." wajah Vivian terlihat kesal.

"dia juga anakku." geram Mr. Skinner, ia mencengkram kuat pinggul Vivian hingga terjatuh kepangkuannya.

"aku tak perduli!" ketus vivian, sepertinya ia telah membangunkan singa yang sedang tidur.

.

.

.

.

.

Vivian berjalan lunglai, tertunduk lesu dan menendang kerikil yang menghalangi jalannya. Apakah aku mencintainya? Batin Vivian. Ia menggeleng, Itu hanya sebuah status yang tak diketahui oleh siapapun, pernikahan hanya untuk menutupi aib yang ia kandung. Vivian tak mencintainya. Lalu mengapa ia harus cemburu?

Mendengar berita bahwa Mr. Skinner akan dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang supermodel. Vivian tersenyum kecut, seharusnya ia tak pernah menjual dirinya kepada Mr. Skinner. Big mistake... Sudah seharusnya Mr. Skinner memiliki pendamping yang sesuai dengan dirinya. Bukan seperti Vivian yang hanya gadis biasa dan bekerja di sebuah perkantoran yang kebetulan dimiliki oleh pria itu.

Vivian telah sampai ke sebuah high school di pusat kota Washington, ia memasuki ruang kelas dan memulai kegiatan mengajarnya. Vivian telah meninggalkan pekerjaannya, ia memilih menjadi pengajar dan membawa serta Nando untuk tinggal bersama di apartemen pribadinya setelah mendengar kabar pernikahan Mr. Skinner.

Vivian telah meninggalkan semuanya, pekerjaan, apartemen bahkan semua barang mewah pemberian Mr. Skinner.

Vivian membawa sekantung belanja sepulang bekerja, ia melihat Nando sedang tidur dengan tv yang masih menyala. Vivian mengecup dahi Nando, sekilas wajah Nando sangat menyerupai sang ayah. Mr. Skinner... Vivian tersenyum simpul lalu beranjak pergi.

"Mom..." panggilan Nando membuyarkan lamunan Vivian yang terlihat sedang memotong paprika.

"Nando... Mom sedang ingin membuat sup, kau suka?" tanya Vivian lalu dengan semangat nando duduk di kursi makan. Vivian tersenyum lebar...

Tok... Tok...

Vivian dan Nando menoleh ke arah pintu, siapa orang gila yang bertamu semalam ini? Batin Vivian dan segera menuju pintu untuk membukanya.

Ckle...

"Vivian..." jambang yang dulu tipis kini terlihat tebal tak terurus, kantung mata yang menghitam serta baju yang kusut membuat pria yang setengah mati ia cintai ini kehilangan pesonanya.

Mr. Skinner hampir terjatuh kalau Vivian tak segera menopangnya, "apa yang terjadi denganmu?" Vivian lalu membaringkan tubuh berat Mr. Skinner ke atas sofa, nyeri di hati vivian ketika melihat keadaan Mr. Skinner seperti ini.

Ia mengambil air hangat dan meletakkan kain di dahi Mr. Skinner, "Vivian.." Mr. Skinner terus meracau dan suhu tubuhnya meningkat.

"Mom, is that Daddy?" dengan lugu Nando menghampiri Vivian.

"Yes Honey, it's Daddy." Vivian tersenyum lembut ke arah Nando.

"pergi ke kamarmu Nando, Mom akan menyusul." Nando mengangguk dan berlalu pergi.

Malam berlalu menjadi pagi, Vivian masih terlelap di samping Mr. Skinner. Pria itu terbangun ketika sinar matahari masuk melalui kaca jendela. Ia melihat wajah cantik vivian terlelap di lengannya membuat Mr. Skinner tersenyum membelai wajah Vivian.

Merasa sedang tersentuh, Vivian membuka mata lentiknya. "hm... Kau sudah baikan?" tanya Vivian yang baru sadar dari mimpi indahnya.

"aku merasa lebih baik." jawaban tulus Mr. Skinner membawa Vivian ke alam nyata, ia telah menikah tidak seharusnya ia berada di sini.

"baiklah... Aku rasa kau harus pergi!" Vivian beranjak meninggalkan Mr. Skinner, namun sepertinya pria itu terus mengikuti Vivian hingga ke dapur.

Vivian mengernyitkan kening, "apa yang kau lakukan di sini? Kau boleh pergi, aku sedang menyiapkan sarapan untuk Nando." Mr. Skinner terdiam.

"dia di sini?" Vivian mengangguk.

"kau tak boleh bertemu dengannya, aku mohon, kau harus pergi." Vivian mencoba mendorong tubuh besar Mr. Skinner.

"Vivian... Apa yang terjadi padamu? Dia juga anankku, dan kau... Kau masih istriku!" Mr. Skinner menunjuk Vivian yang terdiam. Harus vivian akui, cincin dengan hiasan berlian yang masih terpajang indah dvijari manis keduanya, menjadi satu-satunya bukti bahwa Mr. Skinner masih berstatus sebagai suaminya.

"bukannya kau akan menikah, aku tidak ingin mengganggu hidupmu, jadi pergilah!" Vivian masih mencoba mendorong tubuh Mr. Skinner walau ia tahu itu tak berpengaruh padanya sama sekali.

"jadi kau cemburu mendengar berita pernikahanku?" Mr. Skinner tersenyum mengejek dan melangkah pelan ke arah Vivian yang kian mundur.

"oh, istriku sayang... Ketahuilah! Aku tidak mencintainya, aku bahkan tak berniat untuk menikahinya. Hanya kau Vivian." Mr. Skinner menggenggam jemari Vivian dan mengecup sekilas jemari yang tertanam cincin.

"aku bahkan hampir putus asa mendengar pengunduran dirimu, aku mencarimu kemanapun. Aku mencintaimu Vivian... Jadilah istriku seutuhnya." Mr. Skinner berlutut di hadapan vivian, masih menggenggam jemari itu tubuh Vivianpum ikut merosot terduduk.

"tapi, bagaimana dengan orang tuamu?" Mr. Skinner menghapus air mata Vivian dan membawa tubuh Vivian ke dalam dekapannya.

"aku tak perduli Vivian... Aku hanya perduli denganmu dan anak kita... Aku hancur tanpamu...." terang Mr. Skinner, Vivian memeluk kuat tubuh kekar tersebut dengan kuat.

"Mom..." panggilan Nando membuat keduanya menoleh ke arah bocah berumur empat tahun tersebut.

"kemari Son!" ajak Mr. Skinner, Nando berlari menghampiri kedua orang tuanya dan memeluk mereka.