Vivian menggigit ujung pena, mengingat kejadian semalam ketika Mr. Skinner mengajaknya keluar. Tapi harus ia tolak ketika menyadari ia hanya mengenakan kaos dan celana pendek, Vivian tak ingin menanggung malu di hadapan bosnya itu. Setelah peristiwa yang canggung itu, Vivian tak menjawab dan hanya pamit kepada Mr. Skinner lalu menarik pria yang membawanya ke club untuk segera pergi dari sana.
"Bagaimana performanya?"
"Cukup baik, Sir. Setiap hari dia tiba pagi-pagi sekali." Jawab sekertarisnya, Mr. Skinner berdeham. Ia melirik ke arah meja kerja Vivian, menatap punggung mungil gadis itu yang nampak sibuk dengan pekerjaannya. Padahal sedari tadi Vivian hanya melamun memikirkan kejadian semalam.
Setelah itu Mr. Skinner kembali masuk ke dalam ruangannya, baru saja ia mendudukan diri di kursi tak lama ponselnya berdering. Mr. Skinner mendengus kesal setelah mengetahui nama istrinya yang tertera di layar ponsel, walaupun akhirnya ia terpaksa mengangkat telepon dari wanita itu.
"Ada apa, Ava? Aku sedang sibuk di jam seperti ini!" Ujar Mr. Skinner dengan ketus tanpa berbasa-basi.
"Hai baby! Bisakah kau menemaniku berberlanja sore ini?" Ujar istrinya di balik sambungan telepon, suara manja yang sangat khas membuat Mr. Skinner ingin mual mendengarnya. Dan berbelanja? Mr. Skinner menyunggingkan senyum, wanita itu hanya mencoba membuat paparazi mengambil foto mereka berdua dan membuat berita bahwa pernikahan mereka adalah pernikahan yang bahagia.
Sungguh sangat palsu.
"Aku lelah, Av. Aku ingin istirahat sepulang bekerja." Balasnya lalu mematikan sambungan telepon tanpa menghiraukan ocehan wanita itu. Mr. Skinner menyandarkan punggungnya di kursi, memijit pangkal hidungnya ketika sakit kepala menyerangnya. Entah mengapa interaksi dengan Ava selalu membuatnya jenuh dan berujung kekesalan.
Mr. Skinner keluar dari ruangannya menuju toilet, melewati meja kerja Vivian dan meliriknya sekilas. Blouse ketat dengan potongan dada rendah yang membungkus tubuh indah Vivian berhasil membuat kedua mata Mr. Skinner menggelap, jakunnya naik-turun ketika dasi yang ia kenakan terasa mencekik lehernya.
Vivian tak sadar siapa yang baru saja lewat di depannya, ia tengah sibuk bekerja tak menghiraukan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Jemarinya begitu lincah berada di atas keyboard, walaupun sesekali kejadian semalam mengganggu konsentrasinya.
"Hai!" Sapa seseorang, Vivian menoleh ke sumber suara. Seorang pria yang memiliki rambut ikal dengan postur tubuh tinggi tersenyum kepadanya.
Vivian hanya tersenyum membalasnya, pria itu mengulurkan sebelah tangan. Memperkenalkan dirinya yang akhirnya Vivian ketahui bernama Nic, entahlah. Vivian belum mengenal semua orang yang ada di kantor ini.
"Viviane.." ujarnya selembut mungkin.
"Ya, aku tahu. Kau gadis yang di rapat kemarin 'kan?" Balas Nic, seketika membuat wajah Vivian merona karena malu.
"Tenanglah, tidak usah khawatir! Mr. Skinner memang seperti itu, dia bosnya." Kata Nic, beruntung masih ada beberapa orang yang menyemangatinya.
"Hey, kau punya waktu malam ini?"
"Ehem...!" Suara serak Mr. Skinner berhasil membuat Nic terdiam dan kembali ke meja kerjanya, sementara Vivian juga ikut terdiam apalagi ditatap dengan tajam oleh Mr. Skinner. Entah sejak kapan pria itu berada di sana, Vivian tak menyadarinya. Lagi-lagi Vivian menjadi pusat perhatian, ia menundukan kepala setelah Mr. Skinner tak henti-hentinya menatapnya dengan tajam, membuat nyali Vivian kembali menciut.
"Jika ingin berpacaran, silakan keluar dari sini!" Ujar Mr. Skinner dengan ketus, seketika membuat seisi ruangan yang ada di sana terdiam di tempat kerja mereka. Begitupun dengan Vivian, lagi-lagi gadis itu hanya bisa menunduk lesu menahan tangisnya. Bosnya itu memang memiliki ucapan yang ketus, mungkin Vivian belum terbiasa akan hal itu. Vivian sempat berpikir jika Mr. Skinner bisa menjadi seseorang yang bersahabat seperti semalam.
Vivian mencoba kembali ke pekerjaan setelah Mr. Skinner menutup ruangannya dengan keras, membuat hati Vivian yang selembut dan sehalus kapas ingin mati seketika. Bisakah pria itu sedikit saja berlaku lembut? Vivian merutuk dalam hati, tak lama sekertaris Mr. Skinner mendatangi meja kerjanya.
"Mr. Skinner ingin kau ke ruangannya!" Ujar wanita itu, kedua bola mata Vivian hampir saja terbelalak mendengarnya. Baru saja ia mengalami kejadian yang tak mengenakan, sekarang ia harus berhadapan dengan serigala pemarah itu lagi. Hari-harinya bekerja di sini benar-benar menguji nyali, seolah Vivian harus berhadapan dengan binatang buas yang mungkin akan menerkamnya sewaktu-waktu.
"Ada apa?" Tanya Vivian, penasaran mengapa pimpinan tempatnya bekerja itu ingin bertemu dengannya. Apa ia akan diberi peringatan karena mengobrol di jam bekerja?
"Mana aku tahu, kau pastikan sendiri!" Kata sekertaris yang seharusnya ramah kepada siapapun tersebut, membuat Vivian mengernyit heran apa sebenarnya masalah wanita itu padanya.
Vivian berdiri dari duduknya perlahan, langkah kakinya menuju ruangan yang tidak ingin ia masuki sama sekali. Tertera nama Axton Skinner The CEO di pintu masuknya, ingin sekali Vivian tidak mendatangi tempat terkutuk ini. Tapi jika ia menolak serigala pemarah itu pasti akan bertambah marah.
Pada akhirnya Vivian mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum suara berat di dalam sana mengijinkannya masuk, ia memasuki ruangan yang baru kali pertama ia injak setelah beberapa hari bekerja di sini. Terlihat terbuka dan rapi, dinding di bagian sebelah seluruhnya terbuat dari kaca, memperlihatkan pemandangan indah kota New York. Sungguh pemandangan yang dapat membuat stress menghilang ketika pekerjaan mulai menggila.
Vivian menyadari bahwa ia kemari bukan untuk menikmati ruangan bosnya, melihat pria itu duduk di kursi kerjanya Vivian lalu menutup kembali pintu ruangan. Ia berjalan pelan mendekati meja kerja pria itu, ruangan ini benar-benar tenang. Hanya ada suara ketukan heels yang dikenakan Vivian yang terdengar.
Vivian berdiri, Mr. Skinner masih sibuk dengan pekerjaanya tanpa menghiraukan keberadaannya di sini. Beberapa detik cukup membuat pergelangan kaki Vivian pegal karena berdiri, tak lama pria itu mengernyit heran dan memerhatikan Vivian yang berdiri di hadapannya.
"Duduk! Apa kau tidak punya bokong!" Kata pria itu berhasil membuat Vivian terkejut setengah mati.
Vivian buru-buru mendudukan diri di kursi yang ada di hadapan meja kerja Mr. Skinner, sebenarnya Vivian bukan tidak ingin duduk. Tapi ia menghargai pemilik ruangan dengan tidak bertindak seenaknya sebelum disuruh, hal itu mungkin akan membuat Vivian dicap sebagai karyawan yang tidak punya sopan santun, layaknya kejadian beberapa hari yang lalu.
Lagi-lagi Vivian harus menunggu lama, pria itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan mengabaikan Vivian yang ada di hadapannya. Padahal pekerjaan Vivian di luar sana juga masih menumpuk menunggu untuk diselesaikan. "Uhm, Mr. Skinner jika kau tidak keberatan, laporanku-"
"Apa kau bisa diam?!" Ujar pria itu, Vivian kembali terdiam dan menunggu.
Agar membuat rasa bosannya hilang, Vivian melirik ke sekitar ruangan. Terdapat banyak buku yang berjajar rapi serta bingkai foto yang tertempel di dinding, yang tak lain adalah foto istrinya sang supermodel itu. Vivian berpikir mungkin Mr. Skinner sangat mencintai istrinya sehingga gambarnya menghiasi ruangan kerja Mr. Skinner. Sungguh, Vivian iri..
Brak!
Mr. Skinner tiba-tiba meletakan sebuah buku tebal dengan keras ke atas meja, membuat lamunan Vivian buyar seketika. Pria itu sama sekali tidak pernah bersikap lembut dan selalu berhasil membuat Vivian hampir terkena serangan jantung.