Chereads / Ex - Boss / Chapter 9 - Stalking

Chapter 9 - Stalking

Mr. Skinner tersenyum saat berada di ruangan kerjanya, jemarinya begitu lincah mencari sesuatu yang menarik perhatiannya beberapa hari ini. Beberapa gambar dari gadis berambut pirang itu berhasil membuat kedua matanya tak berkedip melihat layar laptop, seolah gadis itu memiliki daya tarik yang luar biasa. Berawal dari sebuah akun yang ia dapat dari sebuah grup chat.

Hingga pagi ini, Mr. Skinner tak henti-hentinya memandangi foto dengan senyum manis itu. Mencari tahu asal-usul gadis itu dari sosial media yang ternyata ia baru saja memulai studinya di kota ini, pantas saja ia bekerja dengan keras. Gadis itu adalah pendatang, Mr. Skinner berbicara dalam hati.

Tok.. tok..

"Sir?"

"Damn it, Rii.. seharusnya kau mengetuk pintu terlebih dahulu!" Ujar Mr. Skinner buru-buru menutup laptopnya sebelum sekertarisnya itu mendatangi meja kerjanya.

"Maafkan aku, tapi istrimu tak mau menunggu." Ujar sekertarisnya, tak lama seorang wanita langsung menerobos masuk ke ruangan kerja Mr. Skinner.

"Kau boleh pergi, Rii."

"Ya, Sir."

Ava berkacak pinggang, memerlihatkan wajah ketusnya kepada Mr. Skinner yang telah melanggar janji untuk menghadiri sebuah acara ulang tahun teman sosialitanya.

"Kau tahu aku sedang bekerja." Kata Mr. Skinner.

"Aku tidak perduli!" Jerit wanita itu.

Seketika mengejutkan Vivian yang sedang sibuk berkutat dengan komputernya, ia berbalik badan memastikan pendengarannya tidak tuli.

Baru saja ia mendengar jeritan wanita yang ternyata juga didengar oleh rekan-rekan kerjanya, dari dalam ruangan Mr. Skinner ia mendengar dengan jelas segala cercaan dan teriakan. Tak lama pintu terbuka dengan keras, ternyata istri dari pria itu yang berhasil membuat gaduh seisi kantor. Membuat semua karyawan yang ada di sana berbisik satu sama lain.

"Itu sudah biasa terjadi.." ujar seseorang yang ternyata adalah Nicholas.

"Benarkah?" Nic mengangguk.

"Aku pikir mereka cukup bahagia." Kata Vivian terkejut mendengar hal itu.

"Di berita atau sosial media mereka, ya. Tapi realitanya, mereka kerap bertengkar dan berteriak satu sama lain. Dan yang kau lihat belum tentu terjadi, begitulah hidup seorang wanita yang terkenal." Jelas Nic, sedikit demi sedikit Vivian mengetahui kehidupan pribadi bosnya itu. Di samping sifat tempramen yang dimiliki Mr. Skinner, ternyata ia memiliki kehidupan yang tidak bahagia. Mungkin itu sebabnya pria itu tidak pernah berlaku ramah.

"Jadi-"

Perkataan Vivian terhenti ketika mendengar suara pintu ruangan Mr. Skinner terbuka, begitupun dengan karyawan lain yang tengah bergosip ria. Vivian berpura-pura melanjutkan pekerjaannya dan tak ingin terlibat masalah seperti tempo hari. Menyadari Mr. Skinner melewati meja kerjanya, Vivian sedikit mendongak memastikan pria itu tak berhenti di hadapannya.

Namun lagi-lagi pandangan mereka bertemu, Mr. Skinner mengalihkan kedua netranya begitu menyadari gadis itu juga melihat ke arahnya. Yang Vivian lihat wajah pria itu tidak seperti biasanya, mungkin karena pertengkarannya barusan dengan istrinya. Yang kini Vivian sadari bahwa kehidupan rumah tangga mereka tidak seharmonis atau seromantis yang terlihat.

Well, mungkin aku bisa menyenangkanmu Mr. Skinner.

Racau Vivian dalam hati seraya tersenyum seorang diri layaknya orang gila, berpapasan dengan Mr. Skinner saja sudah membuat kedua kakinya hampir lemas. Apalagi menyenangkan pria itu, Vivian bahkan tidak tahu bagaimana cara mendekati pria yang bermulut pedas itu.

Hari ini Vivian bisa bernafas lega, setidaknya tidak ada interaksi antara dirinya dan Mr. Skinner yang dapat membuatnya senam jantung. Saat Vivian keluar dari gedung ia tak mendapati kendaraan pria itu yang biasanya selalu terparkir manis menunggu sang istri, entahlah. Mungkin karena mereka tengah bertikai, dan entah mengapa Vivian selalu penasaran dengan kehidupan pribadi dan rumah tangga Mr. Skinner.

Saat di perjalanan pulang Vivian sempat memesan sebuah burger di pinggir jalan, ia tak lagi mampir ke kafe yang tempo hari selalu ia datangi. Pria yang ada di kafe tersebut tak henti-hentinya mengganggunya, Vivian sedikit risih akan hal itu. Sehingga ia memilih untuk tidak melewati kafe tersebut ketika pulang bekerja.

"Terimakasih.." kata Vivian dengan ramah setelah menerima sekantung makanan dan menyerahkan selembar dollar. Sesampainya di apartemen Vivian tak mengganti pakaian dan langsung membuka laptopnya. Ia belum menyelesaikan tugas kuliahnya sama sekali semenjak kemarin, sambil menggigit burger yang ada di sebelah tangannya Vivian menyandarkan bahunya ke kepala ranjang tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptop.

Ting..

Satu pesan dari ponsel berhasil mengganggu konsentrasi Vivian, ia mengambil benda mungil tersebut dan mendapati sebuah pesan yang mengomentari foto yang baru saja ia unggah.

"Cantik!" Vivian mengernyitkan kening, tentu saja ia cantik. Tidak ada yang tidak mengakui kecantikannya di dunia ini.

"Tentu saja, Lol!" Balas Vivian, ternyata komentar tersebut berada di dalam chat pribadi yang tidak dapat dilihat oleh siapapun.

"Hmm..." Vivian kembali menengok ponselnya yang kembali berbunyi, sahutan tersebut berhasil membuatnya bertanya-tanya. Apalagi setelah melihat foto profil seseorang yang baru saja mengirimkan pesan tersebut kepadanya.

Kemeja berwarna putih, jam tangan rolex dan sebuah cincin yang melingkar di jari manis. Vivian melototkan kedua matanya, bagaimana mungkin akunnya sudah terhubung dengan pemilik akun bernama Axton Skinner?

"Apa aku sedang bermimpi?" Tanya Vivian entah kepada siapa, pria itu baru saja mengomentari fotonya dengan kata 'cantik'. Haruskah Vivian berbangga dengan hal itu?

Di dalam ruang lingkup pekerjaan, Mr. Skinner selalu ketus dan tegas. Namun di luar itu semua, pria itu nampak bersahabat meski nada suaranya yang selalu datar seperti tempo hari dan kali ini. Dan Vivian merutuk dirinya sendiri setelah ia mengirimkan balasan yang terlihat tidak ramah tersebut.

"Maafkan aku, Sir. Aku tidak tahu itu kau." Vivian mengirimkan balasan seraya meringis, berharap ia tidak terlalu kasar dengan pria yang jauh lebih tua darinya itu.

"Mengapa kau tidak tahu itu aku?"

"Aku tidak melihat profilmu." Balas Vivian.

"Bagaimana mungkin kau tidak tahu, apa kau tidak pernah melihat ke chat grup? Apa kau bekerja dengan benar?"

"M-maafkan aku, Sir." Lagi-lagi hanya permintaan maaf yang hanya bisa Vivian ucapkan.

"Bisakah kau berhenti meminta maaf?"

Vivian terdiam, ia tak tahu harus membalas apa lagi dan memilih mengabaikan pesan tersebut.

Sementara di lain tempat Mr. Skinner memandangi layar ponselnya dengan senyum mengembang, memakai piyama tidur seraya bersandar di ranjang King Size di kamarnya.

Kamar yang selalu sepi seolah tak berpenghuni karena sang istri selalu sibuk dengan pertemuan dan jadwal pemotretannya yang sangat padat, ia tak perduli dengan wanita itu. Karena ia menikah hanya karena perjodohan orang tuanya, Mr. Skinner tak pernah ingin menyentuh Ava barang sejengkalpun jika bukan karena tuntutan publik dan kewajibannya sebagai suami.

Katakanlah ini gila! Bahwa ia memiliki ketertarikan pada karyawannya sendiri, gadis itu cantik dan energik. Ditambah lagi dia memiliki sifat yang sangat penurut tidak seperti Ava, Mr. Skinner mulai membandingkan antara Ava dan Vivian. Seorang pria pekerja keras dan jauh dari kata kasih sayang serta seks yang hebat kebanyakan akan membuat perbandingan antara istrinya dengan wanita lain, dan kini hal itu terjadi pada Mr. Skinner.