"Kau berharap aku akan mengangkatmu ke kamar mandi? Jangan bercanda!"
Kalimat itu berhasil menohok Vivian, ia sadar bahwa hubungan ini atas perjanjian semata yang bukan didasari oleh sebuah romansa. Tapi setidaknya bisakah pria itu bersikap lembut? Vivian melihat pantulan dirinya di cermin, kulit tubuhnya sedikit memar hingga membiru. Ia meringis menahan sakit saat Vivian menekannya. Mr. Skinner benar-benar menghancurkan tubuhnya.
Seharusnya hari ini ia pergi kuliah, namun karena lelah dan lututnya masih terasa lemas Vivian memutuskan untuk kembali tidur. Sungguh, ia butuh istirahat sekarang. Keluar dari kamar mandi, ia tak menemukan Mr. Skinner dimanapun. Vivian tak perduli, ia hanya ingin tidur di ranjang yang sama sekali tidak pernah ia tiduri itu.
Lagi pula, di sini Vivian mendapat makanan gratis. Vivian merebahkan tubuhnya di atas ranjang lalu menutup kedua matanya, namun sekejap ia mengingat sesuatu.
"Nicholas!" Vivian berlari menuju meja dan mencari tasnya namun tak kunjung ia temukan. Vivian berkeliling hingga sudut ruangan membuka satu persatu laci nakas dan sebuah lemari namun urung menemukannya.
"Bagaimana mungkin? Apa Mr. Skinner?" Belum selesai racauan Vivian, tak lama Mr. Skinner muncul dari balik pintu. Pria itu baru saja tiba entah dari mana, Mr. Skinner melihat keadaan Vivian yang tak karuan dengan berbagai lebam di tubuhnya, namun pria itu seolah tak perduli.
"Dimana tasku?" Tanya Vivian, Mr. Skinner hanya menunjuk meja makan tanpa bersuara. Vivian bergegas mengambil tasnya yang ternyata sedari tadi ada di sana, tapi lagi-lagi wajahnya berubah kecut sambil menatap Mr. Skinner setelah menyadari sesuatu.
"Dimana ponselku?" Tanya Vivian lagi, pria itu hanya menuangkan segelas kopi ke dalam gelas dengan santainya.
"Ada denganku." Katanya singkat, Vivian tak mengerti dengan hal itu.
"Itu benda pribadi, kau tak bisa mengambilnya begitu saja!" Cecar Vivian, kali pertama ia berani mencerca bosnya itu hanya karena sebuah ponsel. Tapi saat Vivian berkata seperti itu, Mr. Skinner malah menatapnya tajam seolah tak menyukai kalimat barusan.
"Nyatanya aku bisa." Katanya dingin.
Vivian ingin membantah, namun Mr. Skinner mengeluarkan suara yang berhasil membuat nyalinya menciut.
"Nicholas terus menelponmu, aku tidak suka itu."
"Dan kau! Kau kini terikat denganku hingga aku bisa melakukan apapun." Tunjuk Mr. Skinner ke arah Vivian dengan satu jarinya yang berhasil membuat tubuh Vivian membeku di tempatnya berdiri.
Vivian tak menyangka affair yang ia jalani akan seperti ini, ia menatap nanar ke arah pria yang sama sekali tidak perduli dengan apapun bahkan jika langit akan runtuh sekalipun itu. Menghela nafas kasar lalu memunguti pakaiannya yang berserakan di atas lantai.
Vivian ingin pergi meninggalkan pria itu sekarang juga, namun saat ia beranjak pergi dan mengambil tasnya suara berat pria itu lagi-lagi mengejutkannya.
"Apartemenmu sudah pindah, kau tidak lagi tinggal di apartemen lamamu. Dan semua barangmu sudah dipindahkan." Katanya, Vivian berpikir mungkin tadi Mr. Skinner mengurusnya.
Vivian tak menjawab, ia berlalu pergi meninggalkan hotel itu tanpa berbicara sepatah katapun. Ia berjalan pulang, namun sekarang arah tujuannya berbeda. Apartemen mewah yang berada tak jauh dari kantornya, Vivian mengernyitkan dahi. Sempat ragu bahwa gadis seperti dirinya sekarang mempunyai tempat tinggal di sana, ia segera memasuki gedung. Menuju resepsionis dan menyebutkan namanya.
Bagai mimpi..
Vivian ternyata benar-benar tinggal di sana, buru-buru menaiki lift Vivian menuju tempat yang ia tuju. Saat memasuki apartemennya sendiri, lagi-lagi kemewahan yang ditawarkan oleh pria itu. Yang sayangnya harus Vivian bayar dengan harga yang mahal, bukan hanya tubuhnya. Namun jiwa dan mentalnya.
Vivian memasuki kamar, sudah tertata rapi semua pakaiannya di dalam lemari. Ia menghela nafas panjang, merebahkan diri di atas ranjang dengan nuansa ping tersebut. Menyadari bahwa dirinya kini telah terikat oleh pria itu, seharusnya Vivian tak terjebak dengan segala pesona apalagi kemewahan yang ditawarkan olehnya. Tanpa Vivian ketahui ternyata gaya bercinta pria itu akan menyakitinya.
...
Tak butuh waktu lama bagi Vivian untuk berjalan kaki menuju kantor, kini hanya dengan waktu lima menit ia sudah tiba di meja kerjanya. Vivian tak berniat bangun pagi dan bertemu Mr. Skinner di pagi hari di kantor, Vivian malah berusaha menghindarinya. Namun saat ia tengah asik bekerja, pria itu mendatangi meja kerjanya.
Hal itu tentu saja membuat Vivian sedikit panik, khawatir jika karyawan lain akan berpikiran negatif kepadanya. Mr. Skinner tak berkata apapun dan hanya meletakan ponsel Vivian ke atas meja, Vivian berharap tak ada yang melihat hal itu karena sepertinya semua orang sedang sibuk di hari pertama bekerja setelah akhir pekan.
Vivian mengecek ponselnya, tidak ada yang berubah di dalam sana. Hanya ada banyak panggilan tak terjawab dari Nicholas dan beberapa pesan darinya yang menyatakan kekecewaan terhadap Vivian karena telah mengingkari janji, Vivian mendesah resah menoleh ke arah meja kerja Nicholas. Khawatir jika temannya itu marah padanya karena malam kemarin mengingkari janji, terlebih Vivian tak menjawab telpon dan mengabarinya.
Semua ini karena Mr. Skinner, pria itu yang telah membuatnya membatalkan janji dengan semua teman-teman, padahal Mr. Skinner tahu. Seketika Vivian menyadari sesuatu, ia menoleh ke belakang melihat ruangan Mr. Skinner. Ternyata semua ini adalah kesengajaan..
Vivian melihatnya bersandar di meja kerja sekertarisnya seraya berkacak pinggang, sifat bossy yang ada pada pria itu tidak akan pernah luntur sampai kapanpun. Otoriter dan berbuat seenaknya, Vivian hampir saja membencinya jika tidak ingat bahwa pria itu yang memberinya segala kemewahan.
"Lihatlah gadis ini!" Ujar seseorang yang ternyata adalah Nicholas, Vivian hanya tersenyum masam.
"Maafkan aku." Cicit Vivian.
"Kau berhutang penjelasan kepadaku, Vey."
"A-aku... aku tertidur." Jawabnya tergagap.
"Dua hari kau tertidur? Yang benar saja."
"Tidak, maksudku. Ponselku, aku lupa meletakan ponselku. Yang ternyata ada di bawah kasur." Jawab Vivian sekenanya, Nicholas hanya menaikan sebelah alis tanpa ia ingin bertanya lebih lanjut.
Karena ia penasaran dengan tas baru milik Vivian dengan merk ternama yang terpajang di meja kerjanya, "shit, Vey! Harganya sebulan gajiku, bagaimana kau bisa membelinya?" Tanya Nic, Vivian melototkan kedua matanya ke tas keluaran Louis Vuitton yang baru saja ia beli kemarin.
"Haha... itu hanya pinjaman, milik temanku." Bohongnya, Nic mengangguk. Karena tidak mungkin bagi Vivian sanggup membeli barang branded tersebut.
"Jadi, kapan kau akan membayar hari kemarin?" Vivian nampak berpikir, jika ia menyanggupi permintaan Nic maka serigala pemarah itu pasti akan menghukumnya.
"Maafkan aku, Nic. Tugas kuliahku cukup banyak, dan aku tidak ingin berjanji seperti tempo hari." Balas Vivian.
Nic mengangguk mengerti, setelah itu Nic kembali ke meja kerjanya dengan raut wajah kecewa. Membuat hati Vivian terenyuh, ia tidak berniat mengecewakan temannya. Namun kekangan serigala pemarah itulah yang mengendalikan semua keinginannya, bukan atas kemauan Vivian sendiri.
Tak lama kemudian Vivian menyadari ada sepasang mata tajam yang melihatnya dari kejauhan sedari tadi, Vivian langsung menundukan kepala dan kembali melanjutkan pekerjaannya sebelum ia benar-benar dalam masalah besar.