Viviane Andreson, gadis yang baru saja menginjakan kaki di kota New York itu tengah berkutat dengan berbagai macam pakaian yang berserakan di atas kasurnya. Hari ini adalah hari interview, ia harus nampak cantik dan rapi agar mendapatkan pekerjaan yang telah lama dinantinya. Ia datang jauh-jauh ke kota ini hanya untuk bekerja guna membiayai kuliahnya.
Well, tidak ada yang berkata bahwa hidup anak yatim piatu itu mudah..
Vivian menyambar tasnya, pada akhirnya ia memilih blouse berwarna peach dipadukan dengan rok beraksen ruffle, tak lupa dengan heels yang makin menyempurnakan penampilannya. Terlihat sangat kontras dengan rambut pirang yang ia kuncir kuda.
Ia keluar dari gedung apartemen, tempat yang baru saja ia dapatkan dengan harga terjangkau. Memang tidak terlalu luas, tapi setidaknya ia dapat menghindari pamannya. Vivian adalah gadis pelarian, ia lari dari pamannya yang memiliki kebun menuju kota ini. Pamannya bilang jika ia pergi ke kota, ia akan mendapatkan banyak kesulitan hidup.
Tapi tekad Vivian untuk bekerja sangat besar, ia tak mungkin terus-terusan terjebak di sebuah kebun jagung yang mengenakan topi koboi. Vivian menyukai trend masa kini, memakai outfit terbaru dan berlagak layaknya gadis seusianya. Semua gadis ingin tampil cantik di hadapan semua orang, apalagi kota ini memiliki nilai fashion yang tinggi, hingga pada akhirnya Vivian memilih New York sebagai tempat tujuan.
"Viviane Anderson!" Ujarnya dengan senyum mengembang, bibir yang beroleskan lipstik berwarna peach itu terlihat sangat antusias sekali. Ia menyebutkan namanya kepada resepsionis yang tengah mencari namanya untuk interview hari ini.
"Oh, ya. Lantai dua!" Ujar wanita kulit hitam tersebut kepada Vivian.
Gadis itu lalu menuju lift, memasukinya dan menekan tombol lantai dua. Vivian melirik ke arah jam tangan, ia tidak ingin terlambat untuk interviewnya. Saat seseorang pria berlari sambil memegang handphone yang ditempelkan ke telinganya menuju lift, Vivian seolah tak menghiraukan hal tersebut. Ia membuang muka ketika pintu lift tertutup dan meninggalkan pria itu.
Ia menaikan bahunya acuh, sangat tidak perduli dengan orang-orang yang terlambat untuk pekerjaannya hari ini. Walaupun pria tadi tergolong pria yang tampan, tapi bagi Vivian pria adalah hal terakhir yang ia inginkan.
Ting..
Lift terbuka, dengan langkah pasti Vivian menuju ruangan yang disebutkan oleh resepsionis tadi. Ia menunggu beberapa saat sampai namanya dipanggil.
"Viviane Anderson?" Tanya seorang wanita yang sudah sangat dewasa dengan penampilan yang formal, Viviane mengangguk tak henti-hentinya tersenyum.
Kening wanita itu terlihat berkerut setelah melihat resume milik Vivian, "belum pernah bekerja? Apa kau masih kuliah?" Tanyanya dengan keraguan, lagi-lagi Vivian hanya bisa mengangguk.
"Ahh... beberapa remaja yang baru saja menyelesaikan sekolahnya untuk membiayai kuliah terlihat sangat tidak cocok untuk pekerjaan ini. Maksudku, mereka memiliki banyak kesibukan." Ujar wanita bernama Eliz yang Vivian lihat dari meja kerjanya.
"Uhm, bisakah kau pertimbangkan kembali Ma'am. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini."
"Aku berjanji akan bekerja keras." Tambah Vivian meyakinkan, Eliz menghela nafas kasar. Satu lagi remaja yang mungkin akan menyusahkannya dalam bisnis ini.
"Baiklah, tapi di sini industri fashion. Pekerjaan dengan kesalahan kecil maka kau akan dipecat, mengerti?!" Ujar Eliz, wanita itu terlihat tegas. Mungkin sudah seharusnya hal itu yang dilakukan oleh kepala bagian Human Resources di setiap perkantoran.
"Baiklah, ke lantai tiga untuk sign dan mendaftarkan identitasmu!" Eliz menyerahkan sebuah dokumen yang harus dibawa oleh Vivian. Wanita itu tidak terlihat friendly karena tak membalas senyuman Vivian, mungkin kareba status Vivian yang baru saja mencari pekerjaan dan masih berstatus sebagai mahasiswa.
"Sial!" Umpatnya dengan heels yang sepertinya sebentar lagi akan menyakiti tumitnya, Vivian berjalan keluar dari lift. Sekilas ia melihat punggung pria yang tadi ia tinggalkan di luar lift, berjalan menuju sebuah ruangan yang akan Vivian masuki.
"Oh, tidak! Ku mohon jangan.." racaunya, setelah itu ia mengetuk pintu dengan perlahan. Membukanya setelah sebuah suara wanita menyuruhnya masuk.
Vivian melihat ke dalam ruangan tersebut, lagi-lagi seorang wanita yang ada di dalamnya. Vivian menyerahkan dokumennya kepada wanita itu, selagi menunggu ia melihat pria tadi tengah sibuk berbicara dengan handphone yang lagi-lagi tertempel di telinganya. Memunggungi Vivian, sepertinya pria itu super sibuk. Dan Vivian berharap pria itu tidak berbalik dan melihat Vivian.
Pria itu berbalik..
Setelah selesai dengan obrolan dengan handphonenya, pria itu keluar begitu saja dari ruangan tersebut tanpa menoleh ke arah Vivian.
Thank God, batin Vivian..
"Siapkan berkasnya sekarang juga Steph, kita butuh lebih banyak orang di gedung ini!" Ujar pria itu lalu menutup pintu tanpa mengalihkan pandangannya dari handphonenya, dari jarak sedekat ini Vivian dapat melihat jelas wajah pria yang benar tampan meskipun terlihat sekali jika pria itu telah sangat dewasa.
"Hmm... boleh aku bertanya, yang tadi itu siapa?" Tanyanya, wanita itu hanya tersenyum. Vivian penasaran dengan pria yang terlihat bossy dan super sibuk itu.
"Dia adalah Mr. Skinner, pemilik gedung sekaligus bisnis fashion ini." Seketika kedua mata Vivian terbelalak, ia baru saja bersikap tidak sopan dengan pria yang ternyata adalah CEO dari segala kemewahan yang ada di dalam gedung ini. Semoga saja pria itu tidak mengingat dirinya esok hari atau lusa, karena jika iya, tamatlah pekerjaannya.
"Jangan terlalu dipikirkan, dia sudah menikah." Sambung wanita tadi, Vivian hanya tersenyum. Ia sama sekali tidak tertarik untuk hal itu, ia hanya ingin bekerja dan menyelesaikan studinya.
"Aku tidak pernah berpikir untuk hal itu." Jawabnya kikuk, keduanya tertawa.
"Ya, aku tahu dia terlihat tampan dan seksi. Tapi istrinya yang seorang supermodel tidak akan membiarkan siapapun menyentuh suaminya." Ujar wanita itu lagi.
Well, kelihatannya Vivian memiliki teman untuk bergosip.
"Benarkah? Siapa supermodel itu?" Tanya Vivian penasaran, siapa supermodel yang beruntung memiliki suami sesukses dan setampan itu.
"Kau akan tahu nanti." Jawabnya singkat, makin membuat rasa penasaran Vivian membuncah.
Ahh, sudahlah Vivian!
Kau kemari hanya untuk bekerja, bukan untuk menguntit bos yang super tampan dan seksi itu. Batin Vivian.
"Ini berkasmu, besok kau bisa mulai bekerja!" Ujar wanita itu menyerahkan beberapa berkas kepada Vivian setelah gadis itu terlarut dari lamunannya.
"Selamat bergabung, ku harap kau betah di dalam gedung ini!" Tambahnya lagi, semakin membuat semangat Vivian bertambah besar. Ia keluar dari ruangan itu dengan senyum mengembang, sesaat ia menyadari sesuatu. Berharap ia tidak bertemu dengan pria yang bernama Mr. Skinner yang aka menjadi atasannya tersebut. Dan berharap semoga pria itu melupakan kejadian tadi pagi yang berhasil membuat Vivian menyesalinya.
"Kau tak akan percaya apa yang ia kenakan tadi malam." Ujar seseorang di gedung sebelah yang berhasil Vivian dengar, saat tiba di lantai satu ia melihat gedung sebelah yang penuh dengan kesibukan serta kemewahan pakaian dan busana. Sepertinya gedung sebelah digunakan untuk proses pembuatan busana dan aksesorisnya, mereka terlihat sangat cantik dan seksi.