Chereads / Tetaplah Bersamaku! / Chapter 8 - 8. Hanya Itu Saja

Chapter 8 - 8. Hanya Itu Saja

"Memangnya ada apa denganmu? Kamu … akan dijodohkan ya?" Becky tersenyum menyeringai mengamati perubahan wajah pada diri temannya itu.

"Bukan! Aku … aku hanya … berkenalan dengan seorang lelaki dan kami … kami hanya berteman dekat saat ini. Hanya itu saja." Jawab Aubrey dengan sedikit gugup dan malu-malu.

Becky tersenyum geli melihat wajah temannya yang merona kemerahan.

"Aubrey sayang, bagaiamana kalau kita kencan ganda? Aku ada tempat yang sangat bagus dan tenang. Jadi, kamu dan teman lelaki mu itu bisa mengobrol dengan lebih leluasa tanpa adanya gangguan dari orang yang iri." Ujar Becky.

"Iri? Siapa yang iri? Aku tidak merasa menjadi seorang selebritis yang bisa membuat iri semua orang." Jawab Aubrey asal.

"Memang bukan semua orang, tapi ada satu orang yang akan patah hati kalau kamu punya pacar." Jawab Becky sambil terkekeh.

"Siapa?"

"Pria yang ada dibelakangmu yang dari tadi mendengarkan pembicaraan kita." Jawab Becky sambil berbisik.

Aubrey spontan memutar tubuhnya dan Tom kaget bukan main melihat Aubrey membalik tubuhnya dengan cepat. Pria itu tersenyum lirih dan berkata, "Hai, aku baru duduk. Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan." Jawab Tom.

Aubrey menyipitkan matanya dan Tom pun segera kembali duduk di kursinya dan memusatkan perhatiannya pada laptop yang ada didepannya.

"Huh, dia dari dulu suka padamu tapi kamu tidak mau menerima cintanya." Jawab Becky polos dan jujur.

"APA? Aku hanya menganggap dia rekan dosen sekaligus teman. Aku tidak pernah memberikan dia perhatian khusus. Lagipula, dia adalah mantan pacar Chesa." Jawab Aubrey dengan senyum sinisnya.

"Benarkah? Wah, aku baru tahu itu. Ya sudah, bagaimana usulku tadi? Kamu tanya teman dekatmu itu lalu telpon aku. Nanti aku pesan tempatnya untuk kita berempat." Jawab Becky dengan senyum sumringah.

"Baiklah, nanti aku beritahu kalau jadi." Jawab Aubrey.

Jam mengajar usai dan mereka pun berpisah. Aubrey dijemput oleh pacarnya, Michael. Hubungan mereka yang sudah cukup lama terjalin, tidak pernah membuat Aubrey iri sekalipun. Entah mengapa, justru Aubrey merasa kasihan dengan Becky. Perempuan berambut pirang itu merasa kalau Michael bukan pria baik. Namun, dia tidak mungkin mengatakan itu pada Becky karena temannya itu sangat mencintai pacarnya.

Aubrey langsung pulang kerumah untuk mengganti pakaiannya. Dia ingin pergi ke kedai kopinya tapi tidak mungkin dengan pakaian resmi seperti yang dia pakai sekarang.

"Wah, tampaknya ada yang sedang gembira karena telah bertemu dengan calon mertuanya." Baru saja Aubrey melangkahkan kakinya ke dalam rumah, tiba-tiba sudah disambut dengan kalimat sindiran yang diucapkan ibu tirinya, Patricia.

Aubrey tidak peduli dan tidak menganggapnya. Dosen muda itu pun melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya sendiri.

"Hei, dasar anak tidak tahu sopan santun! Apakah begini caranya seorang dosen memperlakukan orangtua?" Patricia geram luar biasa karena keberadaannya diabaikan oleh anak tirinya. Aubrey tersenyum sinis dan memutar tubuhnya.

"Cara aku memperlakukan seseorang tergantung bagaimana cara dia memperlakukan aku." Jawab Aubrey dengan wajah tanpa ekspresi." Patricia mengepalkan tangannya erat karena kesal. Perempuan ini sangat membenci anak tirinya dan ingin mengusirnya keluar dari rumah agar bisa menguasai ayah Aubrey dan rumah ini untuknya juga anaknya satu-satunya, Chesa. Namun sayangnya, Aubrey bukanlah perempuan lemah dan mudah ditindas. Ditambah lagi, suaminya tidak mudah percaya dengan apa yang dia katakan.

"Cih, kalau bukan karena rumah ini peninggalan satu-satunya dari ibu, aku malas untuk tinggal disini. Aku bisa hidup di luar dengan tinggal di kedai kopi atau rumah kontrakan dekat kampus." Gumam Aubrey kesal. Bukan kali ini saja ibu dan anak itu selalu memancing emosi Aubrey agar berbuat kasar dan kejam sehingga mereka mempunyai alasan untuk mengadu ke ayahnya Aubrey dan mengusirnya dari rumah.

Aubrey segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Rambut yang masih setengah basah digerai dan semakin membuat wajahnya tampak lebih segar. Aubrey memakai kaos santai agak longgar dengan celana jeans pas dibadan. Tubuh Aubrey mirip seperti model namun sayangnya tingginya tidak menunjang karena hanya sekitar 165cm. Dengan tas selempang dan topi pet nya, Aubrey keluar dari rumah menuju kedai kopi miliknya sendiri. Aubrey menghidupkan mesin mobilnya dan melaju menuju bisnis yang dirintisnya sejak masih kuliah.

Sesampainya di depan kedai kopi, Aubrey segera masuk lewat pintu belakang yang sengaja dibuatnya agar tidak terlihat pengunjung yang ada didalam kedai.

"Bos, istirahat dulu saja. Pengunjung belum begitu ramai jadi kami berdua masih bisa mengurusnya." Jawab Liza sambil tersenyum ceria. Dua karyawannya memang perempuan yang tangguh, murah senyum, dan tidak suka mengeluh. Aubrey merasa beruntung memiliki Christin dan Liza sebagai karyawannya.

"Aku pakai celemek dulu ya." Aubrey tersenyum dan segera masuk ke dalam toilet khusus karyawan untuk berganti pakaian.

Aubrey senang menghabiskan waktu disini setiap selesai mengajar. Perempuan dengan rambut pirang itu tidak pernah tidur siang atau istirahat dirumah. Rumah baginya tidak akan pernah nyaman selama masih ada dua perempuan yang membencinya setengah mati dan berusaha untuk mengusirnya dari rumah.

"Hai, cowok. Anda ingin pesan seperti biasa?" Christin menyapa lelaki berambut putih yang baru saja masuk dan langsung menuju kasir.

"Oh i-iya, seperti biasa. Aku akan duduk di tempat biasa." Ucap lelaki tersebut yang tidak lain adalah Liam, calon suami Aubrey yang kini sedang berpura-pura menjadi pacarnya hanya untuk tiga bulan.

"Siap, aku akan bawakan pesanan anda." Ujar Christin dengan senyum merekahnya.

"Kamu sepertinya akrab sekali dengan lelaki itu." Liza yang baru selesai mengantarkan pesanan pelanggan, melihat temannya yang senyum-senyum sendiri sambil membuat kopi.

"Kamu tahu tidak? Sebenarnya dia tampan tapi sayang agak sedikit …" Christin mengernyitkan alisnya.

"Bodoh?" Ujar Liza menambahkan.

"Ssst jangan kencang-kencang. Nanti kedengeran pengunjung lain." Jawab Christin sambil mengerutkan bibirnya.

Aubrey yang mendengar percakapan dua karyawannya dari belakang, menghela napas. Mereka tidak tahu kalau Liam adalah lelaki yang akan menjadi pacarnya dalam tiga bulan yang akan datang. Mulai saat ini, dia harus bersikap seperti layaknya seorang pacar namun hal itu sangat sulit dilakukan oleh Aubrey karena dia tidak punya pengalaman menjalin hubungan dengan seorang pria sebelumnya.

"Kalian masih sibuk?" Aubrey keluar dari bagian belakang dan langsung bergabung dengan dua karyawannya.

"Eh bos, tidak kok bos. Aku akan mengantarkan minuman dan makanan ini pada pria yang duduk di ujung." Ujar Christin.

"Pergilah, aku yang akan menjaga kasir." Jawab Aubrey.

"Baik bos," Kedua karyawannya pun menyebar ke area pengunjung. Ada yang baru datang, ada yang mau memesan, dan ada yang sudah minta tagihannya.

Aubrey melirik ke meja pojok dan mendapati Liam yang sedang serius menggambar dengan buku sketsa dan pensilnya.