Chereads / Tetaplah Bersamaku! / Chapter 9 - 9. Kompensasi

Chapter 9 - 9. Kompensasi

Aubrey melirik ke meja pojok dan mendapati Liam yang sedang serius menggambar dengan buku sketsa dan pensilnya. Perempuan dengan rambut pirang itu ingin menghampiri Liam namun tidak ada orang yang menjaga kasir. Akhirnya dia pun mengabaikan dan memilih untuk membuka laptopnya sambil menunggu karyawannya meminta bill dan memberikan uang pembayaran dari pengunjung kafe.

"Maaf nona Aubrey, aku … aku minta tolong, bisakah kita bertemu di tempat lain sekarang juga? Aku akan kirimkan lokasinya. Aku merasa kalau kamu tidak akan nyaman jika harus berbicara denganku di tempat ini." Aubrey menerima pesan masuk dari lelaki yang sedang duduk disudut kafenya. Liam tidak melihat ke arah kasir namun lelaki itu sedang bersiap-siap untuk pergi meninggalkan kafe.

"Maaf nona, aku minta billnya." Liam datang dan tersenyum terkekeh seperti anak kecil yang meminta sesuatu.

"Oh, sebentar." Aubrey pun segera membuat totalan dan Liam menyerahkan dua lembar uang tunai.

"Ambil saja kembaliannya. Terima kasih." Ucap Liam. Kode matanya menyiratkan sesuatu bahwa dia akan menunggu dosen muda ini seperti di tempat yang diberikan.

Setelah Liam keluar dari toko beberapa lama, Aubrey pun memanggil karyawannya.

"Liza … Christin, aku ada urusan dulu. Kalian jaga kafe dengan baik ya. Jangan tunggu aku! Kalian tutup kafe dan pulang saja kalau sudah waktunya." Aubrey melepaskan celemek yang melekat di pakaiannya dan menggantungnya di tempat biasa. Dua orang karyawannya melihat bos mereka pergi begitu saja dan mereka pun saling bertatapan sambil mengangkat bahu.

Aubrey menuju mobilnya dan menjalankannya menuju lokasi yang dikirimkan oleh Liam. Pria itu sudah menghilang dari pandangan dengan cepat. Aubrey tidak menyangka pria itu bisa pergi secepat itu meski hanya hitungan menit.

Perempuan dengan warna mata biru itu pun tiba di lokasi. Ternyata, sebuah taman bunga yang sangat luas dan didalamnya banyak sekali spot yang sangat cantik dan indah untuk diabadikan.

"Hai, akhirnya kamu datang juga." Liam yang tiba-tiba muncul di belakang Aubrey membuat perempuan itu terlonjak kaget kebelakang.

"Kamu! Bisa tidak jangan mengagetkan aku?" Aubrey merengut kesal karena jantungnya berdegup kencang akibat kemunculan Liam yang tiba-tiba.

"Oh, maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengagetkan kamu." Wajah Liam tampak merasa sangat bersalah dan Aubrey pun tidak tega untuk memarahinya lagi lebih lanjut.

"Sudahlah. Apa yang ingin kamu katakan? Cepat katakanlah!" Aubrey berkata sambil menatap Liam yang berdiri dengan jarak dua meter itu. Postur tubuh lelaki itu sangat tinggi menjulang.

"Perbedaan tingginya dengan aku mungkin sekitar 20 senti." Gumam Aubrey.

"Kita duduk disebelah sana saja." Liam menggaruk tengkuk lehernya dan tersenyum-senyum sambil menunjuk kursi panjang yang ada didekat mereka. Aubrey melihatnya dan langsung menghampiri kursi tersebut lalu duduk diatasnya.

"Cepat katakan apa yang ingin kamu inginkan!" Aubrey berkata dengan suara rendah. Disekitar mereka ada beberapa keluarga yang sedang menikmati taman sambil bermain bersama. Liam mengeluarkan sesuatu dari saku jaket kulitnya. Pria ini sebenarnya tampan hanya saja sikapnya yang seperti anak-anak dan tidak tegas membuat ketampanannya sirna begitu saja.

"Siapa ini?" Aubrey menerima sebuah foto dari Liam.

"Ini … ini perempuan yang akan datang bersama ayah dan ibunya kerumah kami. Aku … aku sebenarnya punya apartemen sendiri tapi … aku lebih suka tinggal bersama mommy karena kondisi mommy yang tidak bisa ditinggal sendirian." Jawab Liam dengan wajahnya tertunduk ke bawah menatap rumput hijau di taman tersebut.

Aubrey menatap Liam dengan perasaan campur aduk. Liam sungguh anak yang berbakti. Lelaki itu sangat menyayangi mommy nya tapi bukankah kelak dia juga akan menikah dan meninggalkan mommynya dirumah? Bagaimana mungkin dia bisa bergantung terus pada mommmynya? Pikir Aubrey.

Aubrey melihat perempuan didalam foto tersebut. Rambutnya yang berwarna hitam panjang dan tubuhnya yang sangat seksi karena mengenakan gaun malam warna merah menyala. Bukankah perempuan seperti ini merupakan tipe ideal para lelaki? Kenapa Liam tidak ingin menikah dengannya? Gumam Aubrey dalam hati.

"Dia sangat cantik. Kenapa kamu tidak ingin menikah dengannya?" Aubrey tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Dia memang cantik tapi …" Liam tidak melanjutkan kata-katanya.

"Tapi …"

"Tapi … aku tidak suka dia." Jawab Liam singkat.

"Kenapa?" Aubrey bertanya lagi.

"Karena … dia pernah memaki mommy." Jawab Liam dengan wajah yang tiba-tiba dingin.

"Memaki … mommy kamu?" Aubrey tidak mengerti. Perempuan berambut panjang dan pirang itu mengira semua pasti karena sebuah kesalahpahaman. "Mungkin … dia tidak menyangka kalau itu mommy kamu." Jawab Aubrey mencoba memberikan kesimpulan dari sudut pandangnya.

"Jadi, kalau mommy orang lain, apakah dia boleh memaki orang yang lebih tua?" Liam menatap tajam mata Aubrey. Perempuan yang mendapat tatapan tajam itu mendadak salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke sisi sebelah kiri. "Maafkan aku, nada bicaraku tinggi." Jawab Liam.

Aubrey masih diam tidak menjawab apapun.

"Memang benar apa yang dikatakan Liam. Bicara pada orang yang lebih tua tidak boleh dengan intonasi tinggi. Bahkan nada bicara Aubrey pada ibu tirinya pun tidak pernah melebihi suara ibu tirinya tersebut, seberapapun bencinya dia pada Patricia. Tapi, dia tidak bisa melihat hanya dari satu sisi. Dia harus tahu sendiri sifat perempuan yang ada didalam foto ini langsung." Gumam Aubrey.

"Siapa nama perempuan ini?" Tanya Aubrey, setelah beberapa saat.

"Ruth … Ruth Wilson." Jawab Liam.

"Oh, nama yang bagus." Jawab Aubrey lagi.

"Dia anak satu-satunya dari keluarga Wilson. Kedua orangtuanya adalah teman masa kecil papi dan kini mereka tumbuh bersama menjalani perusahaan keluarga masing-masing." Jawaban Liam membuat Aubrey mengangguk-angguk sedikit paham dengan jalan cerita yang akan mereka tampilkan sebagai sepasang kekasih kelak.

"Jadi, kamu ingin aku bersikap bagaimana didepannya? Tapi, aku tidak ingin yang kelewat batas." Jawab Aubrey lagi.

"Hehe, seperti kata mommy, kita hanya perlu mengaku sebagai sepasang kekasih didepan Ruth dan orangtuanya. Maafkan kami yang telah merepotkan kamu." Ucap Liam dengan sepenuh hati mengatakannya.

"Tidak apa-apa. Aku menyukai ibumu jadi aku akan menolongmu. Tapi, aku mohon jangan sampai status kita ini tersebar ke luar. Aku tidak ingin diberi label perempuan yang mudah ganti pasangan hanya dalam waktu tiga bulan setelah kita berpacaran." Jawab Aubrey.

"Kamu tenang saja, aku tidak akan beritahu siapapun. Hanya keluarga kamu dan keluarga aku yang mengetahuinya. Setelah ini, aku akan memberikan kompensasi padamu." Jawab Liam lagi.

"Kompensasi? Kompensasi apa?" Aubrey tidak mengerti.

"Apa saja yang kamu inginkan, akan aku penuhi." Jawab Liam sambil menggaruk-garuk tengkuk lehernya. Aubrey menyipitkan matanya dan mulai berpikir sesuatu.

"Apa saja?"

"Ya, apa saja." Jawab Liam dengan senyum memikatnya.