"Maaf, aku datang pagi-pagi kesini." Ujar Liam.
"Ada apa?" Aubrey menghentikan menurunkan kursi dari meja.
"Tidak apa. Aku hanya ingin kemari saja." Jawab Liam sambil tersenyum takut-takut. "Aku bantu kamu ya." Liam membantu Aubrey menurunkan kursi yang terbalik diatas meja. Sebelum Aubrey mengijinkan, lelaki itu sudah bergerak cepat lebih dahulu. Meskipun wajahnya tampak takut-takut terhadap Aubrey namun tenaganya sungguh cepat. Hanya dalam hitungan detik, pria itu sudah berhasil menurunkan semua kursi dari atas meja dan meletakkannya dengan rapih.
"Terima kasih walau aku tidak menyuruhmu melakukan ini semua." Jawab Aubrey. "Sebagai gantinya, aku akan buatkan kamu kopi gratis." Ujar Aubrey lagi. Perempuan cantik dan tegar itu tersenyum manis pada Liam. Ini adalah pertama kalinya Liam melihat Aubrey tersenyum manis padanya. Biasanya perempuan ini selalu menunjukkan wajah galak dan sinis. Liam pun mengangguk senang dan menyetujuinya. Lelaki tinggi menjulang itu pun duduk di salah satu kursi yang telah dturunkannya tadi. Tidak berapa lama kemudian, Aubrey datang dengan membawa dua cangkir kopi.
"Ini untukmu." Ujar Aubrey.
"Terima kasih."
"Sama-sama. Kamu sudah meringankan pekerjaanku." Jawab Aubrey sambil memeluk cangkir kopinya dengan kedua telapak tangannya.
Liam diam tidak berani menatap mata Aubrey. Wajahnya tertunduk kebawah. Aubrey melihat Liam sambil menghela napasnya.
"Kalau kedua kakakmu tidak ingin menikah, apakah kamu ingin menikah menggantikan mereka?" Aubrey mempertanyakan sesuatu yang dibalas Liam dengan wajah bengong dan mata sendu.
"Aku tidak mungkin menikah lebih dahulu dibanding kedua kakakku. Tapi, mereka juga tidak ingin menikah cepat-cepat. Mereka masih ingin bebas tanpa ikatan." Jawab Liam.
"Dan, kamu tidak menolak untuk menikah muda?" Aubrey bertanya lagi.
"Menikah? Menurutmu, apakah ada perempuan yang mau menikah denganku? Hehe, aku bukan pebisnis seperti kedua kakakku dan aku juga tidak tampan seperti mereka." Jawab Liam dengan segala keluguannya.
Aubrey tersenyum tipis. "Tidak tampan? Menurutku malah kamu anak paling tampan dibandingkan kedua kakakmu. Terus, memangnya kenapa kalau tidak jadi pebisnis? Apakah anak pebisnis juga harus mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi pebisnis? Selama diri sendiri bahagia, kita bebas melakukan apapun yang kita inginkan. Asalkan tidak melanggar peraturan dan merugikan orang lain." Gumam Aubrey dalam hati.
"Kamu kenapa diam? Apa kamu setuju dengan semua perkataanku?" Tanya Liam lagi. Aubrey terkekeh mendengarnya. Liam melebarkan matanya tidak percaya kalau perempuan galak ini bisa bersikap santai dihadapannya.
"Liam, aku tidak tahu dengan perempuan lain. Tapi menurutku, setiap orang bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Dan, menurutku, menjadi seorang pelukis juga merupakan profesi yang sangat hebat dan menjanjikan uang yang banyak." Jawab Aubrey sambil menyesap kopinya.
"Uang? Jadi kamu begitu menginginkan uang?" Tanya Liam dengan wajah tertunduk lesu.
"Siapa didunia ini yang tidak suka uang? Aku masih manusia normal yang membeli semua kebutuhan hidupku dengan uang. Membuka kafe ini butuh uang yang sangat besar. Sekolah dan kuliah butuh uang besar. Dan, aku berencana untuk memiliki rumah sendiri dan itu butuh biaya besar. Jadi, kalau ditanya apakah aku begitu menginginkan uang? Jawabannya AKU SANGAT MEMBUTUHKAN UANG." Jawab Aubrey.
"Tapi, aku akan mendapatkannya dengan usahaku sendiri. Aku tidak akan mengemis pada ayahku atau menggunakan cara lain untuk menghasilkan uang. Aku akan bekerja dengan keras hingga aku bisa membeli apa yang aku mau." Jawab Aubrey dengan tegas tanpa keraguan.
Liam mendengarkan dengan penuh seksama hingga matanya tidak berkedip mendengarkan semua apa yang dikatakan pacar rahasianya ini.
"Kamu sungguh luar biasa. Aku merasa malu meminta kamu menjadi pacar pura-puraku." Jawab Liam sambil menundukkan wajahnya dan memainkan cangkir kopi diatas meja.
"Liam, aku setuju untuk menjadi pacar pura-puramu hanya karena aku sayang dengan ibumu. Aku merasakan kasih sayang seorang ibu yang lama aku nantikan, ada pada ibumu. Jadi, kamu tidak perlu sungkan lagi." Jawab Aubrey dengan tersenyum ramah. "Jadi, marilah kita menjadi sepasang kekasih pura-pura selama tiga bulan kedepan." Ujar Aubrey yang membuat Liam tersenyum salah tingkah.
-----
"Halo Ruth sayang, kamu semakin cantik saja. Apa kabar kamu?" Anna sedang duduk bersama Martha dan Ruth di ruang tamu keluarga the Knight. Sebagai tuan rumah yang baik, Anna ingin menunjukkan betapa dia sangat menghargai kehadiran tamunya, meskipun dalam lubuk hatnya yang paling dalam, dia enggan untuk bercakap-cakap dengan mereka. Anna tahu kalau Martha menyukai Phil sejak mereka masih muda tapi Phil memang tidak pernah memberi harapan pada Martha.
"Aku baik-baik saja, tante Anna. Bagaimana dengan tante Anna? Aku harap tante selalu sehat." Ruth tersenyum seperti terpaksa. Martha menyeringai sinis melihat anaknya pura-pura beramah tamah dengan perempuan yang telah merebut pria incarannya sejak muda.
"Bagaimana dengan kamu, Martha? Aku harap kamu selalu bahagia dengan George." Anna berkata dengan senyum yang dibuat seramah mungkin. Martha mengernyitkan alisnya.
"Apa maksud perempuan ini? Kalau bukan karena aku menumpang dirumahnya, aku akan membalas setiap ucapannya. Huh, Phil pun aku yakin sudah bosan dengan perempuan seperti dia." Gumam Martha dalam hati.
"Aku baik-baik saja, terima kasih atas perhatiannya." Martha kembali diam. Perempuan itu malas untuk berbicara panjang lebar dengan Anna tapi dia harus menempatkan dirinya sebaik mungkin dirumah orang lain.
"Oya tante, dimana Martin, Jason, dan Liam? Tadi pagi aku masih melihat mereka di meja makan. Tapi setelah itu aku tidak melihat mereka semua." Jawab Ruth dengan wajah sendunya yang dibuat-buat. Ruth yang berpakaian sangat seksi di pagi hari, sungguh jauh berbeda dengan cara berpakaian Aubrey yang sopan dan elegan namun lebih disukai Anna.
"Martin dan Jason berangkat kerja ke kantor masing-masing. Sedangkan, Liam harus ke gallerynya. Liam memang tidak punya kantor tapi dia punya gallery yang cukup besar dan terkenal di kota ini." Ujar ibu dari tiga anak lelaki tersebut. Ruth dan Martha saling bertukar pandang dengan senyum ramah palsu mereka.
"Selamat pagi, tante." Tiba-tiba percakapan tiga wanita itu harus berhenti sejenak karena mereka kedatangan seorang perempuan cantik dengan rambut warna pirang dan mata birunya. Dibelakangnya berjalan seorang lelaki yang tinggi tubuhnya melebihi kedua kakaknyam, Martin dan Jason.
"Aubrey? Kamu pagi-pagi sekali datang kesini. Ada apa?" Anna menatap Aubrey dan Liam bergantian.
"Tidak apa-apa, aku hanya mengembalikan pakaian yang aku pinjam kemarin. Aku sudah mencuci dan menyetrikanya." Ujar Aubrey sambil menyerahkan sebuah paperbag warna coklat kertas daur ulang.
Ruth dan Martha melihat Aubrey seperti penghalang bagi mereka. Mereka menatap sinis Aubrey yang berdiri disamping Liam yang menghampirinya.
"Selamat pagi," Aubrey mengalihkan tubuhnya ke arah Ruth dan Martha.
"Pagi. Kamu siapa?" Tanya Ruth.