Meskipun Raja selalu dipandang pria yang suka merayu banyak wanita, ternyata dugaan itu salah kaprah. Mereka malah yang mendekati Raja, pura-pura menjadi korban padahal mereka lah tersangkanya. Yeah, welcome to Indonesia. Di mana yang salah malah menjadi sorotan mata.
Tidak terhitung berapa kali Raja menolak telepon yang masuk, tak terhitung pula banyak direct message yang ia terima lantaran mengabaikan panggilan telepon.
"Kenapa gak ganti nomer aja sih?"
Raja menggeleng. Sudah pernah, dan tetap saja nomernya tersebar begitu saja. "Sudah, Dear. Hasilnya? Sama saja, aku gak tahu seberapa famousnya aku but yeah.. Aku gak pernah sama sekali menggubris mereka."
"Lalu, Sita?"
Lagi-lagi nama itu yang menjadi pemicu pertengkaran mereka. Ya, belakangan ini Sita selalu saja menunjukkan rasa sukanya secara berlebihan. Misalnya, mendatangi Raja, pura-pura sok akrab di laman komentar Aurora dan lain sebagainya.
Padahal, ia hanya ingin hidup tenang. Mencintai Ratu sebaik-baiknya tanpa menyakiti orang lain.
Mereka sudah pulang dari Kebun raya Bogor, lumayan healing demi kedamaian jiwa. Sungguh, suatu saat nanti ingin rasanya Raja mengajak Aurora pun Ratu ke suatu tempat yang bisa disebut destinasi.
Jakarta terlalu sibuk dengan dunia politik, demo mahasiswa, mengejar harta dan gelar raksasa. Entahlah, Raja bukan tipikal pria yang peduli dengan urusan negara.
"Eh iya, kapan-kapan kuajak deh ke tempat pamanku. Ada di Bandung, liburan akhir tahun kalau kamu mau. Biasanya aku ke sana dengan mama. Ajak sekalian Aurora, sudah waktunya kan kamu tahu betapa indahnya syurga wisata di Indonesia?"
Waw, bagaimana bisa Ratu tahu apa yang sedang di pikirkan Raja? Benar-benar ikatan mereka seakan baru saja tercipta.
"Baik. Nanti kabari aku ya kalau mau ke sana."
"Orang tuamu?"
Raja menggeleng lagi, "dia tak akan peduli ke manapun aku pergi. Yang ingin mereka tahu adalah peningkatan nilai-nilaiku juga Aurora. Yeah, dulu ayah pengen banget aku masuk Managemen bisnis, tapi malah masuk ilmu komputer. Sedangkan Aurora malah mengambil seni. Kita gak ada yang serasi."
Tawa Raja seakan isyarat bahwa ia tak bebas dengan pilihan hidupnya. Meskipun mereka adalah orang tua Raja, sudah seharusnya mendukung apa pun pilihan anaknya kan?
Sedangkan Ratu, pilihannya sangat sederhana. Mendirikan the florist di daerah dingin. Membuatkan sekolah untuk anak-anak yang tidak mampu. Ya, keinginan yang begitu sederhana.
Mereka yang punya mimpi adalah orang-orang yang sangat menghargai waktu dan kerja keras.
"Kita beli makan dan dimakan di rumahku ya? Motor kamu kan masih ada di sana? Nanti pulangnya aku antar, kamu sama Aurora."
Tidak. Ratu bisa pulang sendiri, ia bukan anak kecil yang selalu dijaga ke mana-mana. Tapi percuma, Raja adalah Raja yang keinginannya tak pernah bisa dibantah.
Sesampainya di rumah mewah pacarnya, Raja langsung membuka bungkusan dan mengajak Aurora makan di teras depan.
Melahap makanan saat lapar memang luar biasa rasanya. Ya, baru kali ini Raja menerima tawaran pacarnya untuk makan nasi kucing dan mendoan.
"Ini tumben kak Raja beli ginian? Uang lu ke mana?"
"Hehe, aku yang nyuruh dia beli ini. Rasanya beuh, ayo makan. Atau kamu juga gak level ya makan beginian?"
"Enggak, aku juga suka keliling sama bibi nyari nasi kucing. Lebih merakyat."
Mereka pun mulai menikmati lebih dari 4 bungkus untuk setiap orang. Bahkan, Raja menyisihkan untuk pak supir, pak satpam dan bibi di rumah.
Meskipun mereka selalu dikawal, tapi mereka bukanlah anak-anak yang harus dijaga ketat. Apalagi Aurora selalu marah saat kebebasannya diganggu.
"Wah, biasanya aku makan di warteg sih, Beb. Jadi ya, gak tahu kalau nasi kucing bisa seenak ini. Kapan-kapan aku bakalan beli lagi. Wajib."
"Yaelah, cuma nasi kucing doang. Setiap hari mah ada kali di depan perempatan. Makanya, kalau punya duit tuh jangan dibuat beli Game doang, kenyang enggak rabun iya!"
Raja dan Aurora sama-sama melayangkan tatapan tajam. Tahu betul bahwa kakaknya memang punya koleksi PS 1 - 5, robot puluhan box dan juga masih banyak peralatan canggih yang memenuhi kamar Raja. Bahkan, Aurora sering menghina Raja, kayak buka warnet.
Beda dengan Aurora yang selalu mengkoleksi barang-barang yang berkaitan dengan lukisan, seni, pensil spidol, crayon dan macam-macam. Kayak anak TK aja!
Yeah, begitulah mereka. Di balik sifat sok tahunya, Aurora sangat menyayangi kakaknya, pun Raja yang berusaha menjadi kakak yang baik. Berharap adiknya tak akan mendapat mental illness karena selalu merindukan kasih sayang dari orang tua mereka. Datang hanya menanyakan soal nilai ujian saja.
***
Sejak tadi, Ratu hanya diam. Ia fokus menyetir, memilih mendengarkan Aurora berceloteh riang.
Mereka sedang menuju rumah Ratu, mengantarkan gadis itu bisa sampai di rumah dengan aman.
"Intinya, aku sih fine-fine aja kamu sama Kak Raja. Meskipun dia itu gila, tapi kalian sama-sama gila sih menurutku."
"Haha, masa sih? Gila dari mananya?"
"Yeah, gak tahu sih. Gak bisa dijabarin kayak rumus matematika. Eh, btw.. Kak Ratu pernah gak berharap dulu balikan sama Kakakku?"
Sambil menerawang kejadian dulu, Ratu mengakui pernah berharap akan memperbaiki hubungannya. Masalah dulu, Raja sama sekali tak berusaha dan Ratu malah menutup fakta tentang Raja.
Padahal, seandainya mereka sama-sama mau untuk saling berbenah sudah dipastikan Raja tidak akan kehilangan Ratu begitupun sebaliknya. Tapi, yang namanya takdir, Bisa apa? Ratu bersyukur bertemu Raja sampai hari ini karena sampai sekarang pria itu tidak pernah menunjukkan sikap kekanak-kanakannya selalu berusaha untuk tegar dan menahan badai setiap ada yang berusaha untuk menyakiti Ratu.
Sampai di rumah tante Anggita, wanita yang sudah stand by di depan rumah tersenyum lega. Ini sudah pukul delapan malam dan memang, sejak tadi sore Anggita menunggu putrinya pulang.
"Assalamualaikum, Tan."
"Wa'alaikumsalam, wah kok gak kasih tahu mama kalau kamu pergi sama Raja dan Aurora, hm?"
Sebelum menjawab, Ratu memarkir motornya ke samping rumah dan menghampiri mamanya. Mencium punggung mama, sambil memamerkan deretan giginya.
"Maaf ya, Tan, tadi emang kita jalan-jalan dulu terus cari makan."
Anggita mendekati Aurora, merasa gadis cantik itu mirip dengan seseorang. Ya, seseorang yang punya masalah dengan suaminya.
"Ayo masuk, kalian juga harus makan lagi. Kebetulan, tadi tante baru aja masak nasi goreng kemangi. Kalian suka?"
Jujur, itu adalah salah satu makanan yang menjadi favorit Ratu dan masalahnya, Raja tak pernah berekspektasi seperti apa daun kemangi?
"Dari ekspresi kalian, pasti belum coba ya? Ya udah, nanti dicobain, dibawa pulang juga gak apa-apa. Tapi makan di sini dulu."
Tanpa ba-bi-bu, Anggita langsung masuk, mengambilkan tiga piring porsi sedang untuk ke tiga orang yang menunggu. Ratu ikut membantu, menuangkan air dan menyiapkan bawang goreng juga kerupuk.
Perut yang tadinya sudah kenyang memakan beberapa bungkus nasi goreng pun kembali lapar lagi.