Chereads / Raja Dan Ratu / Chapter 28 - Healing

Chapter 28 - Healing

Tak biasanya Raja bangun pagi-pagi buta, tapi telinganya begitu peka mendengar suara-suara dari luar. Ya, dia tahu kalau tempatnya berlibur memang dekat dengan kebun teh.

Matanya mulai fokus menghitung ibu-ibu dengan keranjang di punggung. Serasa seperti film-film FTV yang sering ia tonton.

Karena gabut, akhirnya Raja keluar dengan sepeda. Siapa tahu bisa merileksasikan pikirannya dengan jalan-jalan sebentar.

Beberapa kali pula ia menyapa para pejalan kaki, ibu-ibu pemetik teh, mamang pemanggul sayuran.

Namun, detik berikutnya langkahnya terhenti melihat Rama yang sudah sibuk mencacatkan sesuatu, entah apa.

"Di sini juga? Kupikir, karena kamu anak kota gak betah bangun kabut-kabut gini."

"Memang ini baru pertama sih."

Rasanya canggung bertanya tentang hal yang dilakukan Rama, mana mungkin kepo dengan pria yang juga menyimpan rasa yang sama terhadap Ratu.

Rama sendiri memang selalu rutin mengabsen pekerja pemetik teh agar tahu siapa yang rajin, yang pantas mendapatkan upah setelah bekerja keras.

Ayahnya memang paling kaya di daerahnya, tanahnya berhektar-hektar. Banyak gadis di sini yang berharap menjadi pasangannya.

"Laper nggak? Kebetulan biasanya pagi-pagi gini ada yang jualan bubur keliling."

"Nawarin gue?" Logat Raja berubah, terlalu susah basa-basi dan bertata krama dengan sesama pria. Tidak terbiasa di Jakarta.

Rama sudah menstater motor trailnya, lalu menyuruh Raja bersiap. Mereka sudah seperti couple karib yang dekat.

Setelah keliling sebentar, barulah Rama turun tepat di pendopo kayu yang basah karena air embun. Ada seorang wanita dengan sepeda bututnya, tengah duduk di pendopo dan melayani beberapa pelanggan yang membeli buburnya.

Lumayan, makan bubur saat cuaca kabut begini sangat cocok. Belum lagi, Raja memang keroncongan. Mungkin karena hawa dingin membuatnya mudah kelaparan.

"Bu Lastri, buburnya dua ya, makan di sini. Kelilingnya masih lama kan?"

"Iya, Den Rama. Santai, kan tahu kalau di sini memang ramai yang beli."

Detik berikutnya, bu Lastri sudah sibuk menuangkan bubur dengan campuran jahe agar membuat badan terasa hangat.

Raja mulai menikmati bubur, mencoba meniup perlahan-lahan, takut lidahnya getir karena masih panas.

"Payah, cuma panas aja takut," cibir Rama.

Ya, dalam hati kalau boleh jujur, dia sangat cemburu dengan Raja yang selalu mendapatkan sorotan mata berbeda dari Ratu. Cara berbicara, cara menatap dan juga tertawa, itu seperti tanda-tanda seseorang yang jatuh cinta.

Dalam hal jatuh cinta, ia yakin pamornya juga tak kalah hebat dengan Raja. Tapi, mau bagaimana lagi? Toh, waktu akan memberinya jeda untuk lupa dan mereda.

***

Setelah bangun dari tidurnya, Ratu langsung mencari keberadaan Raja, ke mana pria itu jam segini sudah tak ada di homestay?

"Apa dia ke rumahnya om Wisnu? Dih, katanya gak akur sama kak Rama," batinnya.

Aurora masih meringkuk nyaman di ranjang, tak mau bergerak sedikit pun meskipun sudah pagi.

Kebetulan, beberapa menit yang lalu Ratu mendengar suara mamanya mengetuk pintu, tentu tahu kalau jadwal mereka untuk sarapan.

"Gabut, di dapur ada apa aja ya?"

Ratu sudah hafal setiap peralatan dapur dan bahan-bahannya, tentunya karena dekat daerah pegunungan, stok bahan di kulkas masih sangat segar dan terjaga.

Ia sudah sibuk memotong selada, paprika, bawang bombay, brokoli dan daging sapi yang sudah dipotong dadu.

Meskipun kemampuan masaknya tak sehebat tante Susan, setidaknya ia harus bisa menjamu Raja dan Aurora dengan sebaik-baiknya.

Mencium aroma masakan, Aurora merasa terpanggil. Berjalan keluar seperti zombie, terlalu malas untuk cuci muka dan gosok gigi.

"Selain cantik, energik dan menarik, kamu juga jago ya bikin perut kenyang. Makanya, kak Raja aman-aman aja kalau jalan sama kamu, hahaha."

Ratu menoleh, tersenyum dengan pujian Aurora. "Masih terlalu pagi mendengar pujian seperti itu, Ra. Lagian, kamu terlalu mahir memuji untuk ukuran orang yang baru saja bangun tidur."

Aurora mengangkat bahu dan menarik kursi, mengupas apel dan sesekali menyuapi Ratu. Ia merasa seperti punya saudara perempuan.

Kadang, dalam hati Aurora juga ingin merasakan hal seperti itu. Tapi sayangnya, saudara, sepupu dan keponakan Aurora selalu bertingkah sok gaya, hanya karena punya harta dan uang untuk huru-hara.

Jujur, Aurora ingin punya teman dalam artian sesungguhnya, tanpa memandang apa yang ia punya.

"Ngelamunin apa sih?"

"Ah, nothing. Anw, ke mana kak Raja? Biasanya dia jarang bangun pagi, kecuali ada janji jemput kak Ratu."

"Serius? Segitunya?"

Aurora mengangguk, ikut kepo dengan bau masakan Ratu yang makin menusuk hidungnya. Di waktu yang bersamaan, Raja muncul dengan seikat bunga segar. Entah mendapatkannya dari mana.

Dan dengan pedenya, Raja mengambil vas bunga bening di pojokan, mengisinya dengan air dan memasukkan bunga yang baru dibawanya. Padahal Ratu pikir bunga itu untuknya, ih, kepedean sama pacar sendiri.

"Bunga dari siapa, Kak? Tumben banget beli bunga? Bukannya kak Ratu gak suka?"

"Ah, ini aku tadi keliling kebun teh terus lihat anak kecil jualan, aku beli 5 tangkai, lumayan lah bisa bantu dia makan hari ini. Dan untuk Ratu, nanti di Jakarta aja ya, Dear. Soalnya di sini adanya mawar, aku gak nemu tulip."

Ratu masih sibuk mengoleni bumbu, ikut mengamati bunga mawar merah yang masih berkuncup. Nampak indah.

Setelah masakannya selesai, Raja disuruh menyiapkan nasi, alat makan, dan menyeduh teh.

"Kenapa gak Aurora aja sih? Dia gak ngapa-ngapain loh sejak di sini. Dasar manja, gimana mau dapat pacar?"

"Sorry ya, bukannya gak dapat pacar. Emang akunya yang nolak banyak orang," sombong Aurora.

Begitu Raja sudah selesai sibuk dengan pekerjaannya, barulah ia menikmati apa yang sudah dibuat Ratu dengan susah payah.

"Hmm, kamu emang istri idaman. Cantik, bisa masak, meskipun gak bisa gak apa-apa, kan gak wajib."

Rasanya Aurora mau muntah mendengar pujian dari kakaknya. Tapi harus diakui, rasa masakan Ratu juga seenak buatan tante Anggita.

Ia rindu semeja makan dengan orang-orang tersayang.

Mereka sudah sibuk dengan piring masing-masing, sesekali melemparkan lelucon garing, pun dengan Ratu yang mengenalkan banyak tempat terbaik di sini. Rencananya ia memang ingin mengajak Raja dan Aurora ke air terjun.

Tidak jauh, bisa dilewati dengan mobil punya om Wisnu, atau minta diantarkan tukan ojek langganannya setiap ke sini.

"Wah, kayaknya asik. Aku belum pernah lihat air terjun, air mancur sih udah."

"Haha, polos banget sih kamu, Dek. Jangan melas gitu dong!"

"Ya kan hiburanku cuma drakor dan wibu, Kak. Meskipun banyak kubu-kubuan di antara mereka, aku tetap gak bisa milih keduanya."

"Sama kayak aku, kalau di suruh milih kamu atau Ratu, aku juga gak bisa milih keduanya."

Mereka sama-sama tertawa dengan bercandaannya Raja, lalu bersiap-siap membawa pakaian ganti karena sudah fix akan mandi di air terjun.