Menolak untuk meresmikan panggilan sayang mereka, sepertinya terdengar kekanak-kanakan. Ya, Ratu sudah besar, tahu betul bagaimana caranya membuat hubungan makin romantis dan manis.
"Harus banget ya panggil sayang?"
"Ya terserah. Cuma aku mau pamer kalau aku udah punya pacar secantik kamu."
Ratu menggeleng, tak setuju dipuji terlalu tinggi. "Aku gak secantik itu kok, malu sama fans-fans kamu yang banyak itu."
Masa bodoh, Raja sudah memilih menu makan, membiarkan Ratu memesan apa saja keinginannya. Mereka jarang sekali pergi ke tempat-tempat populer untuk kencan.
Bagi Ratu, pergi ke manapun dengan Raja, selalu saja menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak, Ratu selalu memberi label pakaian yang selalu dipakai Raja, harganya bisa menjadi uang sakunya sebulan. Sultan mah bebas.
"Kamu kelihatan gak nyaman banget? Kita pindah tempat aja."
No! Ratu tak mau manja, hanya urusan makan saja harus sampai pindah tempat. "Nggak usah, kita tunggu makanan kita datang saja. Boleh aku pinjam ponsel kamu?"
Dengan segera Raja menyerahkan ponselnya, tanpa bertanya kenapa pacarnya meminjamnya.
"Kamu gak curiga kenapa aku pinjam?"
"Enggak, lagian aku emang gak sedang nyembunyiin apa-apa. Hehe, aku terkenal playboy, tapi aku juga punya stok hati yang tulus mencintai kan?"
Dasar tukang gombal!
Dengan santainya Ratu malah membuka galeri. Penasaran Foto siapa saja yang disimpan oleh Raja, hanya ada beberapa yaitu kelompok basketnya, teman-teman kuliahnya, keluarganya, Aurora juga foto Ratu.
Ia tak menyangka Raja memiliki foto candid Ratu saat sedang makan di kantin. Kapan pria itu memotretnya? Kenapa tidak sadar akan hal itu.
"Ini, kamu dapat dari mana?" tanyanya sambil menunjukkan foto candid saat makan di kantin.
Obrolan mereka terjeda karena pramuniaga sudah menyajikan 2 pasta pesanan Ratu.
"Udah, makan dulu aja. Itu foto aku yang potret. Ingat gak waktu pertama kamu nonton pertandingan basket ku dan kamu melempar aku pakai bola basket tapi udah kamu udah kempesin bolamya dan ada insiden kecil di lorong, kamu ingat?"
Ya iyalah, jelas Ratu masih sangat mengingatnya karena saat itu pria bernama Raja angkasa terang-terangan mencium bibirnya dengan sengaja tanpa izin pula.
"Oh, yaudah makan."
Ratu terlanjur malu untuk membahasnya Ia pun mulai menyedot pasta, menggulung-gulung lagi dan menyuapkan ke mulutnya.
Tak peduli dengan Raja yang masih mengamati cara Ratu makan, dari dulu gadis itu selalu bersemangat saat ada sesuatu yang masuk ke dalam mulutnya. Entah sebagai rasa syukur karena sudah makan atau memang kelaparan.
Setelah makanan sudah tandas tanpa kita Raja pun memesan makanan penutup, masih ingin berbincang-bincang ringan dengan pacarnya. Bahkan pria itu pindah duduk, agar bisa berdampingan dengan Ratu.
"Suka banget sama Pasta aglio olio ya?"
"Keracunan sama drakor sih, terus kebetulan aku pernah makan. Tapi ya masih enak di sini, mungkin beda kelas kali ya?"
"Bukan beda kelas, beda koki, Sayang. Gak baik mengkubu-kubukan makanan."
"Kan kamu yang bahas duluan."
Sebenarnya Ratu masih malu karena dipanggil sayang oleh pacarnya sendiri, tetapi ia pun harus membiasakan diri karena jangan sampai ada gadis lain yang memanggil sayang kepada Raja, Ratu juga bisa cemburu dong.
Mereka sama-sama melihat apa saja yang tersimpan di ponsel Raja, pria itu tidak ketar-ketir sama sekali karena memang tidak ada yang disembunyikan dan tidak ada yang perlu diungkapkan.
Raja tidak punya rahasia sama sekali seperti chat dengan gebetan atau mantan, juga fans-fans yang selalu mengirimkan pesan. Semisal foto saat bersama dengan gadis lain, karena Raja tak pernah melakukannya karena memang tidak pernah berminat serius dengan mereka yang pernah mengejarnya.
"Kontak whatsAap kamu cuma 10? Ini yang gak ada namanya siapa? Penggemar ya?"
Raja ikut mendongak, mengecek sekali lagi bahwa kontak teleponnya hanya sepuluh orang termasuk Ratu.
"Hmm, aku hanya menyimpan nomer Aurora dan dosen sih, rata-rata kan teman satu grup tim basket."
"Terus yang gak ada namanya?"
"Ibuku."
Hampir saja Ratu memuntahkan minuman yang hampir ditelannya.
"Kamu gila? Dasar anak yang berbakti!"
"Buat apa? Toh aku udah hafal nomer ibu, dia lebih sering menelepon Bibi daripada anak-anaknya."
Ratu hanya tersenyum getir, dari dulu Ia tahu kalau Raja memang tidak begitu dekat dengan orangtuanya, dekat hanya dekat dengan uang uang mereka yang selalu dikirimkan setiap bulan. Pantas saja pria itu selalu memakai brand dan merk terkenal juga bisa membeli apa saja yang ingin ia beli tanpa pikir panjang.
"Kamu tahu, aku lebih terbuka dengan kamu daripada ibuku sendiri. Yeah, sejauh ini hanya kamu dan Aurora orang yang paling aku percayai."
Tanpa sadar, Ratu mulai tersentuh dengan pernyataan pria itu.
***
Baru pulang dari kencan, Raja paham siapa siluet seseorang yang berdiri di depan rumahnya. Sedang apa Sita di sini? Malam-malam begini?
"Mau apa lagi?"
Melihat Raja sudah pulang, Sita langsung menghampiri bahkan melilitkan tangannya. Ia rindu akan perhatian Raja, rindu dengan pertanyaan-pertanyaan dasar seperti 'apakah kamu baik-baik saja, Sita?'
Sayangnya, Raja langsung menepis tangan Sita. Ia tak ingin ada apa-apa lagi dengan perempuan yang hanya bisa dianggap sebagai teman saja. Ya, just friend, tak bisa lebih tak bisa kurang.
"Kamu udah beda."
"Karena memang seharusnya aku bersikap seperti itu, Sit. Please, ada Ratu yang harus aku jaga perasaannya. Kamu juga berhak bebas mencintai yang lainnya bukan?"
Haha, melupakan tidak semudah merebus mie instan. Sita juga berhak mempertahankan bagaimana perasaannya, terlepas sekarang hidupnya makin berantakan karena merasa kotor sudah tidur dengan pria lain.
Ia merasa sudah tak pantas dengan siapa-siapa lagi sekarang. Raja, ya, Raja adalah pria paling masuk akal karena ia tahu Raja tak pernah pandang bulu.
"Aku ingin kamu bisa kembaliin semua rasa traumaku, Raja. Cuma kamu yang bisa."
Dari dalam, Aurora yang iseng menguping hanya geleng-geleng kepala. Kelas good looking sepertinya tak akan paham arti mengemis perhatian dari seseorang.
Ia hanya menyayangkan sikap Sita yang sangat terlihat obsesif terhadap saudaranya.
"Aku pesankan taksi."
"Aku gak ingin pulang!" rengeknya.
Lalu Raja harus apa? Membiarkan Sita menginap di rumahnya? No! Itu bukan ide bagus, ia paham betul apa yang ada di otak Sita dan apa kemauannya.
Dekat dengan Sita saat masa-masa terburuk perempuan itu membuat Raja berpikir keras dengan apa yang dilakukannya dulu adalah salah besar. Ternyata kita sangat tergantung dengan orang yang bisa memberikan perhatian lebih dari keluarganya sendiri.
"Apakah di hatimu gak ada sedikit saja rasa kasihan karena aku sangat menderita dengan hidupku Raja?"
"Kamu yang membuat dirimu sendiri terluka dan juga mengalami trauma. Kamu bisa sembuh, kamu bisa pergi dan kamu bisa jalan-jalan, kamu bisa terapi. Aku juga punya rasa sakit hati, aku juga pernah memiliki trauma, aku juga nggak bisa dekat dengan keluargaku sendiri tapi apa? Aku menikmati hidup, Sita bukan seperti kamu yang seperti hidup seperti manequin."
Akhirnya terpaksa Raja memerankan taksi untuk mengantarkan ke mana saja Sita akan pergi asal tidak lagi di rumahnya.