"Kamu diapain sama Sita dan gengnya?"
Bukannya bertanya kenapa telat malah membahas tentang senior yang melabraknya tadi sebelum ke sini. Memang sih, menyebalkan dilabrak tanpa sebab. Kalau masalahnya hanya karena pernah dekat dengan Raja, apalagi sekarang cowok itu berusaha lagi pdkt denganya, mulai sekarang ia harus menjaga jarak. Ya, jaga jarak.
"Hanya bertanya gue apanya si Raja sih. Haha, aneh emang."
Sambil membayangkan ekspresi Sita dan gengnya yang kesal setengah mati karena bertanya pertanyaan yang sama kepadanya, Ratu pun sama gelinya dengan mereka. Childish banget tahu gak.
"Intinya, mereka itu licik. Dari semua fans yang pernah menyukai Raja-mantan lu, cuma dia yang paling frontal dan selalu bikin masalah," terang Astrid.
Tumben-tumbenan sekarang Astrid jadi lebih tahu permasalahan di kampus, biasanya gadis itu cuek. Gak bakalan dibahas kalau benar-benar penting.
"Gue punya cara kok buat mereka geram. Kalau mau cari masalah sih gak bakalan gue ladeni, tapi kalau bikin gue mau muntah, so lihat aja entar."
Ancaman Ratu gak pernah main-main, sekelas Laura yang sudah terbiasa saja merinding dengan tatapan tenang tapi tajam dari Ratu.
Tapi baiklah, sebagai teman yang baik mereka akan ikut serta seandainya Sita dan gengnya mencari gara-gara dengan Ratu. Membalas kekejaman seseorang adalah dengan menjatuhkannya. Imbang bukan?
Mereka kembali fokus dengan chiki yang dibawa Astrid, gadis itu selalu peka saat suasana seperti ini, cemilan yang banyak dan juga ice cream.
Laura hanya bisa gigit jari karena dilarang dulu minum ice cream, meriang membuatnya hanya bisa memandangi ice cream yang biasa dia jilati.
***
Seperti biasa, hanya rebahan setelah pulang dari perpustakaan mencari keberadaan Ratu. Ponselnya puluhan kali berdering, nama Sita terpampang jelas di layar. Terlalu malas mengangkat, pasti pertanyaan yang sama.
Karena terus berdering, ia pun mematikan ponsel tanpa pikir-pikir, lapar juga.
"Heh, ngagetin aja. Apaan sih, tumben ke dapur?"
Aurora yang baru saja sibuk mengiris bawang merah dan cabai hampir mengarahkan pisau di tangannya ke arah Raja.
Melihat apa yang ingin dimasak adiknya. Rumah sebesar ini bisa ya kelaparan? Meminta bibi memasak hal yang lumrah, tapi pingin yang pedas-pedas.
"Bikin apa sih?" kepo Raja.
"Seblak. Males makan nasi, bosan. Rasanya ya gitu-gitu aja, gak kreatif."
"Oon, ya pasti gitu-gitu aja lah, namanya aja nasi. Kecuali lu kasih garem sekarang pasti beda." tutuk Raja. "Anyway, gue mau tuh seblaknya, bikinin juga ya!"
Mengangguk tanpa protes, toh Aurora memang membuat dia porsi, lebih malah. Gampanglah, tinggal tambah bumbu saja nanti.
Melihat abangnya masih duduk sambil mengamatinya, pasti tahu kalau abangnya dilanda masalah. "Pingin ngomong apa ke gue? Cus, ngomong aja, gue dengerin."
Menghela napas panjang. Penolakan dari Ratu membuatnya banyak mikir, kenapa sih Ratu tak pernah menyukainya atau setidaknya membuka obrolan dengannya? Padahal banyak gadis yang mengantri panjang hanya ingin disapa Raja saat bersimpangan.
"Lagi kangen Ratu, tadi gue niat jemput dia tapi malah ditolak, mana rame banget lagi."
Tuh kan, sesuai dugaan Aurora. Selalu Ratu dan masih Ratu objek utamanya. Ia hanya bertemu dengan Ratu sekali saja saat masih SMA dulu, cantik dan berambut panjang.
Tapi yang suka abangnya pun banyak, dari segi wajah, mulai bule, blasteran, bahkan gadis-gadis berwajah Korea sempat ada yang berkirim pesan dengan Raja. Ganteng sih, tapi playboy kelas kakap skip dulu jadi cowok idaman.
Plung! Aurora sudah sibuk mencemplungkan Telur, bakso, sosis, kerupuk pedas. Hmm, perutnya menggelitik karena lapar.
"Jadi intinya abang beneran susah move on ya dari kak Ratu, hmmm hebat juga dia."
"Bukan hebat lagi, tapi empat jempol. Awalnya gue ketemu dia di kampus biasa aja sih, sampai akhirnya gue kena karma."
Melihat kerutan di dahi Aurora, Raja paham kalau adiknya tengah kebingungan oleh penjelasan absurdnya.
"Jadi saat itu gue nggak sengaja menarik tangannya dan akhirnya punya keinginan untuk menciun dia," Raja tertarik dengan bau seblak, makanan yang sangat dicintai oleh kaum hawa.
"Terus responnya?"
"Kayaknya gue pernah curhat tentang ini deh sama lu beberapa bulan yang lalu? Sejak itu gue nggak bisa tidur tenang sebelum gue bisa dapetin dia. Mungkin kesannya kayak gue harus jadi cowok yang menjaga dia dari cowok-cowok lain. Yeah.. Ratu nggak jelek-jelek amat sih, banyak kok yang naksir dia di kampus. Senior kelas gue aja suka banget nyimpen fotonya."
Ternyata Abangnya bisa cemburu juga.
Ini pertama kalinya Aurora melihat Raja mendengus kesal menceritakan kekesalannya karena cinta ditolak. Bucin parah emang!
Tara, sudah jadi. Akhirnya berhasil juga bikin seblak variasi lengkap, Aurora memang sering bereksperimen di dapur karena saking gabutnya mencari kegiatan. Ia adalah gadis muda yang selalu rebahan di rumah ketimbang berfoya-foya di mall ataupun shopping nggak jelas. Duitnya banyak sih, hanya saja terlalu bosan karena sudah berteman dengan uang dari kecil.
"Nih, obat galau ala-ala chef Aurora. Awas masih panas," menyuguhkan mangkok yang hampir penuh permukaannya. Sengaja memberikan porsi lebih banyak, karena yang viral di tik-tok, seblak jadi obat pelipur lara orang yang sedang patah hati.
Mulai menyendok, meratakan seblak buatan Adiknya sendiri. Lumayan juga hasilnya. Pas rasa asinnya, pedasnya pun enggak pedas pedas banget, semuanya nyampur jadi satu di lidahnya. Mungkin karena lapar kali ya, Raja bisa menghabiskan semangkok penuh seblak hanya dengan hitungan menit saja.
"Gila, bibir gue dower. Level berapa sih ini?"
Menghitung cabai yang ia masukkan ke dalam panci tadi, "Mungkin sekitar sepuluh, lebih malah,"
Melihat Aurora tak masalah dengan pedasnya seblak, Raja harus memberinya predikat. Ia jadi ingat tentang Ratu, gadis itu sama persis dengannya, tak terlalu suka makanan pedas.
Ah, satu ide jahil muncul di otaknya. Banyak sekali warung seblak berjejer di dekat kampus, ia akan membelika seblak untuk Ratu besok saat kuliah.
"Dek, nyogok cinta pakai seblak masih jaman gak sih?"
Tersedak sampai ke hidungnya, semua hewan kebun binatang terucap dari mulutnya karena kesal tengah asyik-asyiknya makan seblak malah dkejutkan.
"Gila lu bang, hampir aja mata gue kecolok kuah seblak. Sana gih, pergi aja. Ganggu orang makan!"
Raja pun berlalu, kembali menyalakan ponsel. Banyak notifikasi bermunculan, nama Sita jadi posisi teratas. Lebih dari lima puluh pesan dan dua puluh panggilan tak terjawab dari Sita bodo amat. Ia pun mengirim pesan ke salah satu gadis yang hampir tiap hari memesan seblak.
"Jadi, menurut lo seblak yang paling mantap punya mamang siapa?" send. Menunggu balasan.
"Karena Kak Raja nggak suka pedas mendingan pilih yang gerobaknya warna hijau, enak dan bisa request level, nggak pakai cabe setan pula cuma cabe rawit biasa," balasnya salah seorang adik juniornya.