Perasaannya lebih baikan saat melihat Raja bermain piano, meskipun nada yang didengar sangat random tapi lumayan berkesan.
Bu Ayu yang kebetulan bisa dibilang dekat dengan Ratu pun hanya tersenyum melihat gadis itu bisa punya kisah asmara juga. Ya, asmara yang seindah jamannya dulu.
"Seblaknya udah habis ya, Bu?"
Sampai lupa mengisi daftar hadir. Ah, rasanya memalukan ngapel di perpusatakaan dan lebih bodohnya lagi, Raja menyogok bu Ayu dengan seblak.
"Jangan ditekuk dong mukanya. Santai, aku gak bakalan marah kok, Ratu. Tapi jangan diulangi, bisa-bisa perpustakaan bakalan jadi tempat pacaran."
Sindiran halus membuat Ratu malu sendiri. Ia pun pamit dan blabas ke kelas, rasanya malas untuk mencangking cemilan dari kantin. Apakah perutnya akan baik-baik saja? Apalagi Ratu memang tak bisa bekerja sama dengan rasa pedas.
Baru dibatin saja, perutnya mulai tak karuan. Bisa salah Raja memberinya seblak, ia memang belum sarapan nasi hari ini.
Terburu-buru ke toilet, ia berpapasan dengan Sita dan gengnya. Tapi Ratu tak menyadarinya dan langsung masuk ke kamar mandi.
"Tadi bukannya si jalang itu ya?" tebak Luna.
Mengangkat satu alisnya, ide Sita muncul dengan segera. Ia mengangkat sapu dan mengunci ruangan yang ditempati Ratu. Rasain, ini baru babak pertama.
Tak sadar dikunci, Ratu berulang kali menarik knop pintu. Tapi sayangnya tak terbuka juga. Bodoh, apakah tadi ia tak mengecek kalau pintunya rusak? Duganya.
Ia bahkan tak membawa ponsel, dan mendengar bel. Itu tandanya, sepi. Tak akan ada orang yang berada di sekitarnya.
Di kelas, Astrid menunggu Ratu. Tapi temannya tak kunjung datang juga, padahal dosen sudah masuk. Ponselnya pun tertinggal, apa ketiduran di perpus? Tapi ia tahu Ratu tak seceroboh itu.
Tak ada pilihan lain, Astrid pun hanya menunggu sampai Kelas berakhir.
***
Ini sudah lebih dari satu jam Ratu terjebak di kamar mandi. Badannya berkeringat, pengap. Siapapun tolong!
Dak! Cowok yang tak diduga pun menggebrak pintu, melihat Ratu yang melemas di lantai. Pakaiannya basah, tubuhnya panas dingin.
"Kenapa dia bisa ada di sini?"
"Dia dikunci, Raja. Lihat?" tunjuk Astrid ke arah gagang sapu yang patah.
Tanpa pikir panjang, Raja langsung membopong gadis pujaannya. Tak peduli meskipun banyak mahasiswa yang pulang, menatapnya heran. Sebenarnya apa yang terjadi.
Beruntung sekali Raja membawa mobil hari ini. "Trid, kamu bawa motornya Ratu ya, aku bawa dia ke rumah sakit dulu."
"Oke, nanti kabar-kabar ya."
Ratu tak sadarkan diri, mungkin saja dehidrasi apalagi lebih satu jam dikurung di kamar mandi. Raja sudah bergegas melajukan mobil, tak kuat melihat gadis di sampingnya tumbang.
Dalam perjalanan pun Ratu tak bergerak sama sekali, karena jalanan macet, Raja pun menutupi tubuh Ratu dengan jaketnya.
"Badan kamu panas banget. Bibir kamu pucat, Ratu."
Baiklah, bukan ingin modus. Tapi keadaan memaksanya untuk memberi napas buatan, memang sih, Raja sering membayangkan berciuman dengan mantannya. Tapi ya gak dalam keadaan separah ini juga.
Perlahan tapi pasti, Raja mulai membuka mulut Ratu, memompa dengan mulutnya. Mungkin orang yang melihat mereka akan salah paham.
Lampu lalu lintas berganti hijau, Raja kembali menjalankan mobil. Mobil di sampingnya hanya geleng-geleng kepala. Meskipun samar, tapi mereka bisa melihatnya.
"Jaman sekarang memang gak kenal tempat, ya, Ma. Dulu aja kita ciuman ngumpet-ngumpet, ini di dalam mobil di jalan pula." ucap salah satu pasutri di dalam mobil.
***
Betapa khawatirnya Anggita melihat putrinya jatuh sakit lagi. Apalagi mendengar anaknya baru saja disekap di kamar mandi sakit hatinya bertambah dua kali lipat.
Ia sungguh berterima kasih kepada Raja yang sudah repot-repot membawa anaknya ke rumah sakit.
"Saya nggak melakukan hal besar, Tan, saya melakukan ini karena memang ingin Ratu enggak kenapa-napa setelah ini saya akan cari siapa orang yang iseng mengunci Ratu di kamar mandi, Tante."
Bersamaan dengan itu, Astrid muncul bersama Laura. Mereka mendapat kabar yang sangat mengejutkan.
"Raaj, kita mau ngomong sama lu."
"Oke. Saya permisi dulu, Tant."
"Iya," sambung Anggita.
Setelah dirasa menjauh dari mamanya Ratu, Laura langsung mendorong Raja karena saking kesalnya, sebab Ratu bisa seperti ini karena menjalin hubungan lagi dengan Raja. Ia pikir temannya akan bahagia karena raja memang punya kualitas yang dibanggakan di seantero kampus.
"Lu kok dorong gue sih?" tanya Raja heran. Gak ada angin, gak ada hujan main dorong-dorongan.
"Ya karena ini semua karena lu, Raja. Ratu gak bakalan kayak gini kalau gak kenal sama lu."
Tunggu, apakah Laura buta? Jelas-jelas Raja adalah orang yang sudah mengeluarkan Ratu dari kamar mandi yang dikunci, Raja juga orang yang sudah membawa teman mereka ke rumah sakit. Jadi, di mana bagian yang membahayakan yang diperbuatnya?
"Kalau mau nyalahin orang, please, pakai alasan yang logis, Ra."
Daripada debat terus, Astrid pun menengahi. Ia pun sama kesalnya dengan Laura, tapi melihat bagaimana tadi Raja sangat panik, Astrid tahu ini bukan kemauan cowok itu.
"Jadi, pihak kampus heboh karena kejadian tadi. Dan tim keamanan pun memeriksa CCTV, nah ternyata yang ngunci Ratu adalah Sita dan gengnya. Jangan bilang lu gak tahu kalau cewek itu naksir lu dan mengincar Ratu sebagai sasaran empuk karena gak terima lu lebih milih temen kita daripada mak Lampir itu."
Tanpa harus mikir panjang, sudah pasti Raja akan memilih Ratu. Cantik, menarik, tidak pernah caper dan juga punya daya tarik sendiri. Tapi sebenarnya Sita juga cantik hanya saja dengan kecantikannya itu malah digunakan untuk menyakiti orang lain.
Ia pun merasa bersalah sudah melukai teman Laura dan Astrid, bukan keinginannya sama sekali.
Menunduk dengan wajah frustasi. "Yang jelas, gue gak ada niatan nyakitin ratu, Ra. Gue sayang sama dia. Gue juga berniat buat ngelindungin dia dari siapapun yang mencoba menyakitinya."
Haha, gitu yang di bilang sayang? Cowok jaman sekarang memang kambing semua.
Padahal dulu, saat pertama tahu Raja adalah mantan Ratu, Laura sangat bangga temannya pernah menjalin hubungan dengan salah satu cowok most wanted di kampus.
"Tapi status lu malah bikin dia bahaya, Raja. Sadar nggak sih, aelah!"
Demi tak menimbulkan keributan, Astrid pun menyuruh Raja pulang. Hal ini bisa dibicarakan dengan Ratu nanti setelah gadis itu sadar. Yang terpenting, Sita dan temannya sudah mendapatkan balasan yang setimpal dari pihak kampus.
Tak dapat membela diri, Raja pun pamit. Ia melirik lagi ke arah ruangan tempat Ratu berbaring. Apakah memang kedekatannya selalu membuat gadis itu dalam bahaya?
Tak tega melihat Ratu lebih sakit lagi, awas aja Sita! Raja tak akan tinggal diam gadis yang ia suka disakiti.