Karena sudah menerima Raja sebagai pacarnya, Ratu akhirnya menawari pria itu untuk makan. Masih malu, masih terbawa suasana euphoria kecil-kecilan yang dirayakan di hatinya.
"Kelihatan seneng banget sih, udah balikan sama si ganteng."
Baru saja membuatkan sesuatu, dengan usilnya Raja malah bermain tepung. Ya, entah membuat apa, sepertinya Ratu akan membuatkan risol isi wortel di dalamnya.
"Kenapa pakai tepung? Kan udah ada kulitnya, tinggal gulung kan?"
"Ya aku juga mau bikin bakwan buat kamu. Aku tahu Aurora suka makan, apalagi kita sesama fangirl pasti tahu kalau cemilan bisa membuat mood menonton kita tambah."
Baiklah, mereka sangat kompak. Awal jadian bukannya kencan, malah buat bakwan bersama, thanks dear.
"Kamu suka siapa di antara manusia-manusia Korea itu?"
"Hmm, banyak. Gak terlalu suka banget sih, cuma ya antusias aja kalau ada konser mereka, meskipun gak yakin jiga bakalan bisa dateng secara langsung. Jutaan harga tiketnya."
Raja membentuk O dengan mulutnya, ikutan memotong wortel dan cabe. Gila, cabe sebanyak ini buat apa? Bisa-bisa mulutnya meledak seperti kompor.
Tak ingin mengganggu, tangannya tak selihai Ratu. Akhirnya Raja memilih duduk saja, memilih mengarahkan kamera tepat pada postur Ratu yang tengah sibuk sekarang.
Lucu, padahal beberapa bulan ini, bahkan berminggu-minggu yang lalu, Raja menganggap dirinya payah. Lama sekali pedekate ulangnya. Ratu bukan tipikal gadis yang suka dirayu.
Ia lupa waktu, padahal tadinya izin dengan Aurora akan pulang secepatnya. Mungkin ini yang dinamakan lupa waktu karena cinta.
Mendengar suara penggorengan, ia yakin Ratu sudah berhasil dengan adonannya. Dan ya, dari baunya saja sudah membuat perut Raja keroncongan.
"Ini, sepiring dicoba dulu. Kayaknya dari muka kamu kelihatan banget udah kelaperan."
Ah, pacar yang pengertian. Dengan gesit, tangannya mencicipi risol, bersamaan dengan cabe rawit. Hanya di Indo, makan gorengan plus cabe.
Oke, buatan kue tante Anggita saja enak, dan tak heran gorengan buatan Ratu tak kalah jauh dari kiraannya.
Ponselnya berdering. Melihat nama Sita, sudah malas untuk mengangkatnya.
"Kenapa gak diangkat? Siapa tahu penting?" suruh Ratu.
No, keadaannya akan makin memburuk kalau pria itu mengangkat telepon dari perempuan yang memang pernah melukai Ratu.
Belum lagi nanti Lidya bakalan ngamuk. Sahabat pacarnya memang kurang setuju dengan hubungan mereka, mungkin merasa keselamatan Ratu akan terancam karena mereka berpacaran.
Tapi, Raja akan bertanggungjawab dengan semua hal yang buruk yang mungkin saja akan terjadi pada Ratu.
"Dari Sita. Malas, aku bosen dengerin curhatannya dia. Biasalah!"
Ratu sudah selesai menggoreng, ikut duduk dan hanya mengangguk-angguk. Malu rasanya, saat ditagih status kejelasan oleh Sita, Ratu membenarkan kalau mereka memang tak punya hubungan apa-apa.
"Dia.. sering banget ya curhat ke kamu? Kayaknya kalian deket banget, sampai kak Sita mikirnya kamu adalah miliknya."
Garuk-garuk kepala. Entahlah, maksudnya ini Ratu cemburu atau kepo sih?
"Ya karena dia memang labil emosinya. Keluarganya berantakan, kehilangan ibu, so yeah.. Begitulah. Dia tidak sedewasa kamu, Ratu."
Cukup dimengerti. Kalau bukan karena mamanya yang super perhatian, Ratu tak yakin akan menerima kenyataan kalau papanya sudah tiada.
"Semua orang pasti juga sedih. Tergantung kita saja, Raja. So, bagiku, Sita memang harus belajar sendiri sama yang namanya kemandirian. Jangan bergantung sama orang lain."
Manggut-manggut. Raja mana paham, ia dan Aurora memang sudah belajar fakta bahwa orang tua mereka sibuk, bukannya tidak perhatian. Hanya caranya saja yang salah.
"Kamu gak suka ya dia bergantung sama aku? Pacar kamu?"
"Pede. Udah, dihabisin. Aku ngantuk, kamu pulang gih. Udah kubungkusin buat Aurora."
Pengusiran secara halus, tapi baiklah, Raja harus memberi waktu Rati istirahat total.
***
Sita mengutuki dirinya, karena tak tahu arah dia malah terkena racun omongan teman prianya, Faris.
"Sialan!"
Lagi dan lagi, tak ada kata yang bisa mendeskripsikan kekesalannya. Seburuk-buruk keadaannya, belum pernah Sita sampai sejauh ini.
"Udah, jangan disesali. Lu gak bakalan hamil, gue selalu pakai pengaman kalau main."
Apa katanya? Jangan disesali? Sita bukan jalang yang dengan murah ditiduri hanya karena butuh hiburan. Dia hanya mau Raja Angkasa, hanya pria itu yang bisa membuat perasaannya jauh lebih tenang.
Dua hari ini, Sita memang tak ke mana-mana. Hanya berdiam diri di apartemen, menjauh dari rumah dan bahkan kabur dari dunianya.
Sayangnya, Faris biasa saja. Merasa tak bersalah sudah mengambil kesucian Sita. Dia mana tahu kalau Sita masih perawan? Di pikirannya, perempuan seperti Sita pasti punya masa lalu dengan banyak pria.
"Terus maunya gimana?"
"Gimana lu bilang? Gedeg gue sama lu! Pergi sana, gue benci sama lu!"
Lagi-lagi gagal. Faris pikir, dengan berhubungan, Sita bisa diajak enak-enak. Bisa diajak seperti perempuan dewasa.
Tapi nyatanya, perempuan itu malah menyumpah serapahinya dengan sampah. Faris pun pergi, meninggalkan Sita yang masih mengutuki hidupnya sekarang.
Melihat kepergian Faris, dengan segera Sita pun mencari ponsel dan menscroll kontak di ponselnya. Ya, tujuannya adalah Raja.
Ke mana perginya pria itu? Apakah bertemu Ratu? Ah, selalu Ratu dan Ratu lagi. Menyebalkan.
***
Belum juga pergi dari rumah Ratu, Raja masih stand bye di depan pintu. Ia tahu Ratu sudah masuk ke kamarnya.
Mungkin ada baiknya ia menerima panggilan dari Sita.
"Kenapa?"
"Kamu di mana?"
Agak kaget mendengar suara isak tangis dari perempuan itu. Masalah apa lagi yang dialaminya?
"Yeah, aku di rumah Ratu."
Gelak tawa mengejek sangat kentara dari suara Sita. Pasti perempuan itu mengatai-ngatai Ratu di batinnya. Bodo amat, namanya cinta.
"Kenapa sih, ada apa sama kamu? Tahu gak, gak setiap masalah kamu larinya ke aku?"
"Ya karena punyanya kamu, Raja! Ayah aku aja gak peduli sekarang."
Haha, ingin rasanya Raja tertawa. Memang Raja punya Sita gitu? No lah ya!
Tiba-tiba saja, tanpa diduga ponselnya direbut Ratu. Ia tak tahu kalau sejak tadi pacarnya mendengarkan obrolannya dengan Sita.
"Halo."
Terdiam. Pasti Sita tambah kesal mendengar suara Ratu.
"Aku Ratu, ada urusan apa sama Raja ya?"
Mampus! Ini kenapa baru satu hari jadian, sifat posesif Ratu malah muncul?
Ups! Baru kali ini Ratu terlihat sangat sangar. Cemburu? Masa iya? Separah itu? Momen ini harus diabadikan.
"Aku butuh Raja sekarang. Bisa minta tolong sampaikan biar dia bisa ketemu sama aku?"
Dasar gila! Bisa-bisanya Sita malah bertanya tentang hal seberani itu? Ya, harus diakui dulu Raja memang datang saat Sita membutuhkan. Tapi, itu dulu, setelah tahu perasaan Sita lebih dari seorang teman, Raja menghindar dan tak mau berurusan dengan Sita.
"Maaf, pacarku bukan tukang ojek kamu, kak Sita."
Ah, suka sekali dianggap seperti ini. Soal Sita? Terserah!!