Oke, seperti arahan adik juniornya. Raja sudah mengantri beli seblak, ia tahu Ratu tak terlalu suka pedas. Seperti lirik lagu, yang sedang-sedang saja.
"Makasih, Mang, kembaliannya ambil aja."
Raja berlalu, melewati beberapa adik junior yang menatapnya penuh minat. Lumayan kan, ngantri seblak, panas-panas gini ada penyegaran mata.
Masalahnya terlalu menarik perhatian untuk ke fakultas Ratu, sebenaranya Raja sih tak masalah. Tapi kadang banyak kerumunan yang membuatnya putar otak agak mereka hanya bisa berdua saja. Kalau di perpus kan gak boleh bawa makanan. Aha, ide jahil muncul, ia putar badan dan balik lagi ke mamang seblak. Kayaknya hari ini si mamang panen rezeki seblak, karena setelah Raja membeli seblak banyak ciwi-ciwi yang ikutan mengantri di belakangnya.
***
Heran, baru kali ini bu Ayu melihat Raja. Kenal sih, hanya saja tak pernah bertegur sapa. Kenapa pula Raja cengengesan kepadanya, kabar yang didengar makhluk most wanted di hadapannya selalu saja merayu dosen-dosen muda.
"Ada apa, ya?"
"Ah, sampai lupa. Hari ini saya ulang tahun, Bu. Ini ada seblak buat ibu." menyodorkan kresek bening berisikan seblak.
Tak tahu maksud pemberian seblak secara tiba-tiba, bu Ayu tetap pasang badan dan ekspresi horor. Bukankah ada pemberitahuan, tak boleh membawa makanan di perpustakaan?
Karena hanya diam saja, Raja menerobos ruangan kerjanya. Bahkan berani melihat laci, meringis dengan wajah tanpa dosa.
"Bukannya saya mau menghakimi Ibu tetapi ternyata dugaan saya benar. Anda punya beberapa makanan meskipun hanya permen di sini. Bukankah saya juga tidak salah membawakan seblak untuk ibu?" ancam Raja.
Di balik niat baiknya, sudah pasti Raja punya niat tersendiri untuk mendekati Ratu karena ia tahu mantannya itu sering sekali ke perpustakaan dan memang sudah dekat dengan penjaga perpus. Tak bisa mengelak lagi, bu Ayu pun menerima sogokan seblak dan bertanya apa kemauan Raja.
Menyugar rambut penuh gaya Raja pun mengutarakan isi hatinya.
"Maaf ya bu saya bohong kalau saya sedang ulang tahun, tetapi sebentar lagi memang ultah sih. Oh ya, tapi saya ada maksud lain, kenapa saya ke sini dan menyogok Ibu seblak. Pertama saya ingin mencari di mana Ratu sekarang, katanya biasanya jam segini dia sering ke sini? Apakah hari ini dia nggak datang Bu?"
Ah, ternyata hanya mencari keberadaan Ratu. Apakah mereka dekat? Bu Ayu tak tahu kalau selera Ratu lumayan juga. Tampan, lumayan tengil sih.
Karena masih diam saja, Raja pun berkata lagi. "Dia mantan saya, Bu. Percaya gak percaya, saya memang terkenal punya pamor yang buruk di kampus tetapi saya serius sama Ratu. Saya ingin berniat untuk mendekatinya dan menjadikannya pacar saya, makannya saya ingin menghabiskan waktu bersamanya."
"Dengan makan seblak bersama maksudmu?" menunjuk ke arah kantong kresek yang dibawa Raja. Jaman sekarang memang lucu ya pdkt-nya?
Tapi bukan urusannya juga. Ia mengenal baik Ratu, gadis baik yang sangat rajin ke perpustakaan. Kadang mengajaknya mengobrol, kadang juga berbincang bicara hati ke hati dan kadang hanya tiduran di perpustakaan saat ada masalah.
Bagi ibu Ayu, Ratu sudah seperti adiknya sendiri. Tentu saja ia ingin gadis itu mendapatkan cowok yang baik. Memang sih belum terlalu mengenal Raja apalagi belakangan ini Andreas juga mendekati Ratu meskipun bagi ibu Ayu Andreas lebih terkesan cowok yang tidak peka dan lembek.
Baru saja dibatin, Ratu nongol dan keheranan melihat Raja ada di perpustakaan apalagi sepertinya sedang mengobrol dengan Bu Ayu.
"Kenapa lu ada di sini?"
Ah, baru datang ternyata. Pantas aja, dari tadi memantau belum kelihatan postur tubuh Ratu. "Oh, ini aku bawain seblak. Gak pedes,"
Lumayan laper, Ratu langsung menyambar kantong kresek. "Hmm, makasih. Ada lagi?"
Ya ampun, lucu sekali. Bu Ayu hanya melongo melihat kedua makhluk yang satunya sangat perhatian dan satunya tidak peka sama sekali. Jadi ingat masa muda dulu.
"Begini, sebenarnya aku juga belum pernah makan seblaknya si mamang, makannya aku ngajakin kamu makan bareng berdua untuk satu, satu untuk berdua gitu. Bu Ayu juga aku belikan. Iya kan, Bu?" tuntut Raja meminta pembelaan.
Tahu betul apa maksud Ratu, ia langsung menarik tangan cowok itu dan berjalan ke ruangan paling belakang perpustakaan, tempat yang sangat jarang sekali dikunjungi oleh kebanyakan orang, hanya kadang-kadang saja Ratu masuk ke sana sesuai izin oleh Bu Ayu.
"Oke, ini tempat paling aman karena gak bakalan diomongin orang-orang."
Mengedarkan pandangan, ternyata tempat penyimpanan alat musik yang sepertinya sudah tidak layak pakai. Baru tahu ada tempat seperti ini di kampusnya.
"Ah iya sampai lupa, dibuka gih seblaknya. Aku suapin?"
"Gak usah, masih punya tangan yang berguna untuk makan."
Kebetulan Ratu memang selalu membawa peralatan pensilnya dan tersimpan sendok plus garpu yang memang selalu aman di dalamnya. Ia bahkan membawa minuman juga. Timing yang pas sekali.
Sambil menunggu Ratu memakan seblak, Raja berjalan-jalan keliling, menyentuh permukaan alat musik seperti drum dan piano. Sangat berdebu.
"Apakah ini benar-benar rusak?" tanyanya sambil meraba drum, dan alat musik lainnya.
Menoleh, melihat Raja yang menulis sesuatu di atas piano. Piano yang berdebu memang bisa memperlihatkan tulisan dari jemari Raja.
"Sebenarnya masih berfungsi hanya saja mengikuti zaman, jadi pihak kampus selalu membawa alat musik yang menurut mereka sudah tidak berguna ke sini. Gue pernah sempat beberapa kali mencobanya dan masih berfungsi dengan baik, ya mungkin kampus selalu mengganti alat musik dengan yang lebih modern sih itu aja yang gue tahu. Kenapa?"
Tanpa membalas pertanyaan Ratu, Raja langsung duduk dan membuka piano. Mulai melemaskan jari-jarinya di atas tuts piano sudah lama ia tidak bermain musik.
Nada asal-asalan membuat Ratu terpengarah. Apakah mantannya memang benar-benar bisa bermain?
"Dari tatapanmu sepertinya aku tahu, pasti di dalam pikiranmu kamu bertanya apakah aku bisa memainkannya? Dan jawabannya adalah sedikit bisa."
"Sungguh?"
"Butuh bukti?"
"Waktu dan tempat gue persilahkan."
Akhirnya Raja mengambil ancang-ancang untuk bersiap memulai menimbulkan suara dari jemarinya, nada-nada yang mungkin tidak dikenal Ratu mulai menyapa gendang telinganya. Indah, mendayu-dayu dan bikin ngantuk, tentunya.
Tepuk tangan dari gadis pujaannya membuat Raja menunduk layaknya pianis yang baru saja menyelesaikan permainannya. "Kamu orang yang sangat beruntung karena bisa melihat permainan amatir ku."
"Oh, Gue merasa tersanjung."
Raja kembali duduk di dekatnya, menyerobot seblak yang tinggal separuh. Dan memang tak bisa dibohongi, seblak si mamang memang the best. Langsung bikin pingin nambah.
"Aku makan dikit aja, sisa banyak. Habiskan ya? Kayaknya aku mau ke kelas dulu."
Langkahnya terhenti karena tangan Ratu menahannya. "Makasih seblaknya dan permainan lu tadi lumayan bagus."
"Anything for you, Lady. Nanti malem aku telepon. See you."
Raja akan mengingat hari ini hari di mana ratu menyentuh tangannya tanpa disuruh.