"Tadi teman kamu, Sayang?" tanya Anggita. Raja baru saja pulang setengah jam yang lalu, dan kebetulan Ratu langsung masuk kamar setelah beberes meja makan.
Anggita kembali masuk ke kamar putrinya, rasanya senang Ratu punya teman lawan jenis. Itu tandanya putrinya tak melulu memikirkan kebahagiaannya saja, tapi kebahagiaan diri sendiri.
"Dia dulu satu SMA sama aku, Ma. Dan sekarang sekampus, awalnya sih gak satu kampus dia pindahan gitu, kenapa?"
Aneh, padahal kuliah kan gak main-main. Tapi kenapa Raja malah memilih sekampus dengan putrinya?
"Gak apa-apa, ganteng ya? Hmm, dia dekat sama kamu?"
Curiga dengan pertanyaan dari mamanya, Ratu langsung menutup kepala dengan bantal. Tahu betul apa maksud dari pertanyaan tersebut.
"Ya udah, Mama cuma mau bilang kalau sepertinya teman kamu tadi, namanya Raja kan? Dia kelihatan baik dan menyenangkan."
Setelah itu Anggita tak menganggu putrinya lagi, menutup pintu dengan hati-hati. Dalam hatinya senang, ada orang yang perhatian sampai membelikannya obat demam.
Memang sih, akhir-akhir ini Raja perhatiannya bikin baper. Big No! Ratu gak mau sama sekali tersihir tipu muslihat dari mantannya. Siapa tahu semua perhatiannya selama ini adalah jebakan. Ya, siapa tahu bukan?
Baru saja memejamkan mata, ponselnya berdering. Nama Raja tercetak di sana, bahkan Ratu menyematkan nama setan merah untuk mantannya.
"Kenapa?"
"Ya elah, galak bener. Salam dulu dong, Neng. Assalamu'alaikum, Neng Ratu penguasa isi hatiku."
Menghela napas. Udah basi, Raja. Udah basi banget, Ratu malas sekali mendengar suara sok lembut dari cowok itu.
"Waalaikumsalam. Ada apa telepon?"
"Hmm, gak apa-apa. Cuma mau bilang, kue buatan mama kamu enak banget, aku jadi ngidam deh, Rat."
"Emangnya hamil bisa ngidam? Sejak kapan lu ganti kelamin?"
"Eits, ngidam gak buat ibu hamil aja ya, Rat. Nanti deh, kalau kamu ngidam anak kita aku bakalan turutin semuanya."
Klik. Ratu langsung mematikan telepon, bisa-bisa gila berbicara dengan Raja membahas hal-hal yang absurd.
Mendingan tidur, toh kepalanya memang masih agak pusing. Ia butuh istirahat yang sangat cukup, rasanya rindu kuliah dan teman-teman.
***
Rejeki anak sholeh memang apa-apa saja, sepulang dari menjenguk Ratu ia memang mendapatkan sekotak kue dari tante Anggita. Lumayan kan dapat kue gratis, memang sih Raja bisa beli di toko kue tapi mendapatkan dari mama mertua jelas beda rasanya.
"Kelihatannya enak banget, beli di mana, Bang?" kepo Aurora. Weekend gini enaknya memang ngemil sambil santai dan rebahan di rumah.
"Eits, pertanyaannya salah. Ini gak beli ya, Dek. Ini dikasih sama mamanya Ratu, buat calon mantunya. Mau nyoba?"
Aurora langsung menjuput kue yang sudah terbagi beberapa potong, mengunyahnya, kebetulan hobinya adalah makan. "Enak, lembut banget. Mamanya kak Ratu hobi bikin kue?"
"Beliau ada toko sih, nanti aku cari tokonya, biar bisa pdkt sama mamanya dulu. Konon katanya, kalau deketin orang tuh deketin dulu keluarganya."
Pepatah lama yang memang benar adanya. Lagi pula Ratu sepertinya masih maju mundur untuk menerima Raja kembali, masih butuh waktu untuk pulih dari sakit hatinya sendiri.
***
Lega rasanya bisa merasakan udara pagi hari di kampus. Memang sih, Jakarta tidak rekomen untuk menenangkan diri, tapi setidaknya kegiatan Ratu tidak hanya rebahan di kamar saja sambil inget mantan.
"Udah sehat?" Laura menyentuh kening Ratu, memastikan.
"Udah, lumayan. Ada banyak tugas pasti ya?"
"Gak terlalu banyak sih, santai. Udah aku absenin nama kamu, traktir bolunya tante Anggita ya?"
Itu mah kecil, mereka berjalan santai ke kelas, menyapa beberapa orang yang berjalan bersisian dengan keduanya.
Dari kejauhan, Raja cukup bahagia Ratu sudah berangkat. Itu tandanya gadis itu sudah baikan, mungkin ia akan menghampiri Ratu nanti setelah jam makan siang.
Baru saja melepas helm, gelayutan tangan seorang gadis membuatnya kaget. Sita, salah satu teman sekelasnya yang memang menyukai Raja dari awal kepindahannya.
"Ke kelas bareng yuk, Beb?"
"Bisa singkirin tangan lu gak? Sit, please, gue lagi males banget debat sama cewek."
"Kan gue gak mau ngajak debat, Raj. Gue mau ngajak lu bahagia, daripada lu galau mikirin si anak sastra, siapa namanya? Mending happy kan sama gue?"
Raja menepis tangan Sita, mencoba untuk melangkah lebih jauh sebelum Sita mengejarnya. Banyak barisan gadis yang selalu dilabrak Sita karena merasa mendekati cowok yang diincarnya, tapi untuk Ratu sepertinya harus dengan usaha ekstra karena Raja benar-benar menyukai gadis itu.
***
Betapa terkejutnya saat Ratu melihat cowok yang belakangan ini sangat memperhatikannya, mengiriminya spam pesan dan membelikannya makanan untuk merasa baikan.
Tapi Ratu masa bodoh, hanya melongo saat cowok itu duduk di depannya, melihatnya dengan tatapan sok manis. Tapi emang beneran manis sih.
"Ini ada bubur, ada nasi goreng rendah lemak siapa tahu lagi program diet plus macaroon, aku tahu kamu malas kan jalan ke kantin?"
"Sok tahu. Emangnya lu gak ada kesibukan ya?"
"Hmm, bisa dibilang gue makhluk paling punya banyak waktu di muka bumi ini sih. Gue mau nyibukin diri dengan memperhatikan lu biar gak sakit lagi."
Jengah dengan perhatian alay dari Raja. Menatap banyaknya makanan yang memang merupakan kesukaannya, tahu dari mana sih si Raja?
"Gue sakit karena kehujanan, bukan kelaperan."
Merasa ditolak, Raja memberikan makanan yang dibawanya dan membaginya kepada Laura dan Astrid. Kebetulan teman yang satunya gak masuk, lupa siapa namanya.
Apalagi kalau gratis gini mah siapa yang bakalan nolak? Banyak yang memposting kemesraan mereka, banyak pula yang memberikan hastag kapan balikan.
"Kalau si Ratu nolak terus, kita mau kok nerima makanan dari lu, Raj. Ya hitung-hitung amal gitu, dosa lu kan banyak," goda Laura.
"Dih, kayak malaikat aja bisa prediksi dosa gue. Iya gampang, kan gue modus ke sini cuma mau lihat calon ibu dari anak-anak gue."
Seketika wajah Ratu menunjukkan kemuakan mendengar bucinnya Raja.
Dari kelas yang berbeda, Sita geram. Ratu lagi dan selalu Ratu. Ia menekan tangannya kuat-kuat, tak suka dengan kedekatan mereka. Apalagi Sita memang tak suka miliknya dimiliki oleh orang lain.
"Gak bisa dibiarin sih, lu harus gerak cepet. Ratu makin sok banget, sok kecakepan." hasut Luna.
"Santai, gue punya cara buat ngejauhin mereka. Tunggu aja tanggal mainnya."
"Caranya?" tanya Gena.
Sita menaikan alisnya tanda memulai peperangan. Baginya Raja adalah miliknya dan gak boleh ada yang memilikinya kecuali dirinya.
Selama ini terlalu banyak para junior kampus yang kalah bersaing dengannya. Banyak juga yang tak mau memiliki masalah dengan Sita.
Gadis sok muka badak dan menganggap Raja adalah barang yang bisa dipamerkan, karena Raja memang sempurna luar dalam. Perasaannya lebih menjuru ke mengagumi dan mendewakan Raja.
Tapi sayangnya sampai sekarang Raja tak pernah menggubrisnya. Hanya ada kata teman di antara mereka.