Chereads / Raja Dan Ratu / Chapter 9 - Curhatan Raja

Chapter 9 - Curhatan Raja

Ada kesenangan tersendiri bagi Ratu karena cowok bernama Raja mengekorinya, terkadang Ratu memang lumayan parno saat perjalanan pulang karena banyak anak kuliah lain yang mencoba untuk menghalangi jalannya. Tapi masalahnya, Ratu terlalu gengsi minta bantuan pada mantannya.

"Hati-hati, kalau jalan tuh gak usah nengok-nengok, fokus sama jalan di depan, Ratu." beruntung Raja menangkap Ratu yang hampir kesempret motor. Karena hari ini malas untuk berkendara, Ratu memilih untuk naik bus kota Jakarta. Lebih nyaman sambil muter-muter.

"Gue kan udah bilang, mendingan lu pulang aja. Gue tuh mau jalan-jalan, kenapa bandel sih dibilangin!"

Tapi Raja tetaplah Raja. Ia muka badak dan tetap mengekori Ratu, menunggu bus untuk datang di halte mini. Apalagi Raja sudah lama tidak naik angkutan umum. Ia menitipkan motornya pada teman-teman nongkrongnya, yang terpenting bisa pulang dengan Ratu.

Bus sudah datang, Ratu langsung masuk begitu pun dengan Raja. Gadis itu awalnya agak tak nyaman karena Raja duduk di sampingnya, kayak gak ada tempat duduk lain saja.

"Kamu mau ke mana sih? Setahuku, kamu anak yang gak pernah ke mana-mana setelah kuliah."

Tatapan sebal langsung terpancar dari sorot mata Ratu. Kesal karena dari dulu Raja selalu memandangnya gadis anak rumahan.

"Gue gak selurus itu kok, kadang-kadang butuh hiburan. Males juga, mama kan pulangnya agak sorean. Tadi dosen mungkin lagi gak enak badan makanya bisa pulang cepat, ya meskipun ada tugas tambahan."

Ini adalah kalimat terpanjang dari Ratu setelah mereka putus. Itu tandanya, Ratu memang tak benci-benci amat dengan Raja, hanya masalah waktu saja.

"Ke manapun itu, aku bakalan temenin. Aku takut kamu kenapa-kenapa, misalnya pingsan atau panik, kamu kan panikan orangnya."

"Sok tahu."

Mereka sudah fokus dengan perjalanan, Ratu mengeluarkan ponsel dan bermain game. Hanya cara itulah agar Raja tak terus-terusan menerornya dengan pertanyaan yang sama. Kapan mau diajak balikan, emangnya lagi nyetrika baju bolak-balik terus. Ini hati ya, bukan baju yang bisa diganti tiap harinya.

Sampai di tujuan, Ratu langsung turun. Ia memang disuruh mamanya untuk belanja, karena kebetulan Ratu ingin sekali membuat salad buah sekalian aja ke pasar tradisional di Jakarta, lebih banyak pilihannya daripada di mall-mall besar.

"Yakin tetap mau masuk? Gue udah nasehatin ya, di dalam tuh panas. Gue beda tempat belanjanya sama lu."

Raja tak peduli. Apa kata dunia kalau seorang cowok gentle sepertinya takut dengan panas dan juga kulit menghitam.

"Santai. Aku cowok, Ratu. Yang harusnya khawatir tuh seharusnya kamu, minimal pakai sunblock biar gak belang."

Keduanya berjalan bersisian, momen yang sering dinantikan Raja akhirnya tercapai juga. Meskipun kencannya di pasar, terbilang mesra juga.

Kebetulan memang Ratu selalu membawa totebag ramah lingkungan, ia langsung membeli beberapa buah dan sayuran pesanan mamanya. Paling disuka adalah buah naga dan leci, Raja baru tahu kesukaan Ratu sekarang.

"Kamu beli banyak banget, mau jualan apa gimana?"

"Mau bikin salad, daripada nganggur kan di rumah. Lagian sebentar lagi UTS, harus mengkonsumsi yang seger-seger biar fresh terus badannya. Hmm, gak level ya beli buah di pasar?"

Duh, si Ratu sukanya buruk sangka terus sama mantan. Padahal Raja juga tak sepemilih itu kok, malahan bagus dong. Hitung-hitung mengangkat perekonomian pedagang kelas bawah. Tak melulu yang metropolitan.

"Terserah, sesuai pikiranmu aja aku kayak gimana. Yang pasti, sekarang aku senang kamu kembali hiperaktif gini, lebih adem mandanginnya."

Sibuk memilih, Ratu sampai tak sadar tali sepatunya lepas. Betapa terkejutnya saat Raja tiba-tiba jongkok dan memperbaiki tali sepatunya.

"Ngapain?"

"Benerin tali sepatu kamu, takut kalau nanti jalannya malah keganggu, ya meskipun aku siap-siap aja buat nangkap kamu kalau misal nanti jatuh."

Modus aja terus, bukan Raja namanya kalau tidak berhasil bikin baper anak orang.

***

"Loh, Tante gak tahu kalau ada Nak Raja di sini, habisnya gak ada kendaraannya. Ke sini jalan kaki?" suara mamanya Ratu membuat Raja langsung berdiri dan menyambutnya. Sampai pulang pun cowok itu tetap membuntuti Ratu, dan Ratu hanya bisa pasrah. Lumayan ada yang bantu-bantu potong buah.

"Maaf, Tan, tadi gak izin dulu kalau mau ke sini. Tadi habis pulang kuliah ikut Ratu ke pasar beli buah, sekalian mampir ke sini. Gak apa-apa kan, Tan?"

Wajah polos Raja membuat Anggita hanya tersenyum. Beda lagi dengan Ratu yang kesal karena mantannya pintar banget cari muka. Dih, dasar sok tegar pesona.

"Gak apa-apa, Ratu memang kadang-kadang ke pasar sendiri. Dia suka masak kalau Tante pulangnya agak sorean, udah cantik jago masak lagi. Cantik kan anak Tante?"

Mendelik, tak tahu maksudnya apa sang mama memujinya di depan Raja langsung. Kebetulan Ratu selalu menonton tutorial dari YouTube untuk mengisi kesibukan, lebih ringan memasak daripada membuat adonan untuk kue ataupun brownies.

"Hehe, cantik kayak Tante." puji Raja. Ya jelas cantik dong, mantan Raja gitu loh, batin Raja bangga.

"Udah ah, Mama ganti baju dulu sana. Ratu mau nerusin bikin saladnya, gak pake buah kiwi karena Mama gak suka."

"Anak pinter, yang akur sama Raja. Mama mau mandi dulu, gerah.. Tante tinggal dulu ya."

Raja mengangguk dan kembali memotong dadu buah naga. "Kamu enak ya, bisa seasyik itu sama mama kamu. Jujur, aku iri. Di rumah cuma ada aku dan Aurora, juga pembantu rumah. Bahkan aku rasa, aku udah kayak anak pembantu rumah karena hanya ada mbok Laras."

Tatapan cowok itu terlalu sendu. Tak cocok dengan karakter Raja yang biasanya tengil dan urakan. Ratu tahu kalau kehidupan Raja tak seindah penampilannya. Orang tuanya sibuk, entah berapa bulan sekali baru menyempatkan pulang. Wajar saja sih, kelakuan Raja kadang memang di luar nalar.

"Ya gue bersyukur meskipun gak ada papa tapi masih bahagia. Mencoba bahagia, dulu awal papa gak ada juga gue kesepian kok, rasanya dunia sangat gak adil. Tapi karena udah biasa ya jadi biasa-biasa aja, rasa sakitnya bisa dikurangin."

"Ya kan mama kamu masih nyempetin tanya keadaanmu, Ratu. Masih perhatian, minimal tanya kabar lah. Beda sama aku yang gak pernah ditanya apa-apa, palingan cuma uang bulanan masih ada? Mau motor baru? Ponsel baru? Pertanyaan kayak gitu terus, bosen kali. Kan udah segede ini, gue juga masih tetap anak mereka. Butuh pengakuan dan kasih sayang."

Tak menyangka, ternyata Raja memang memiliki luka sendiri yang disimpan dan entahlah, mungkin cowok itu sedang berbaik hati membaginya dengan Ratu.

Kesepian di rumah sendiri adalah problem yang sebenarnya cukup serius. Tak ada kehangatan yang seharusnya didapatkan, apalagi Raja dan Aurora memang sudah lama sekali merindukan kebersamaan dengan kedua orang tuanya yang bergelut di dunia kerja.

"Intinya, kalau lu ga suka dengan apa yang mereka lakukan, ungkapin. Rasa sakit bakalan jadi sampah kalau lu mendem terus-terusan. Meskipun lu cowok, tapi ini gak ada kaitannya sama gender ya, Aurora juga pasti butuh pelukan dari mama dan papanya."

Tanpa permisi, Raja menyentuh permukaan punggung tangan Ratu, tersenyum setulus mungkin dan mengangguk pelan.