Chereads / Cinta Pertama Jingga / Chapter 10 - Sebelum Pernikahan

Chapter 10 - Sebelum Pernikahan

"Nggak ada tunangan, nggak ada foto prewed, nggak ada bridal shower, semuanya nggak ada. Yakin masih mau nikah?" Jingga berbicara sendiri di depan cermin.

Ia berbalik dan berputar, body-nya tak terlalu bagus, malah kalau dibandingkan dengan Amel, mungkin tidak ada apa-apanya.

"Kan, aku lagi masa pertumbuhan juga, wajar!" Jingga menyimpulkan sendiri.

Baju untuk acara pernikahannya sudah ada di rumah, selama satu minggu sebelum pernikahan itu berlangsung, dia dan Andra tidak diizinkan bertemu. Jingga hanya berjalan ke kampus dan mengurus usaha kecilnya, sedang Andra meneruskan tanggung jawab di perusahaan bersama beberapa klarifikasi yang belum selesai, harus ia selesaikan sebelum hari H pernikahannya dengan Jingga.

"Jingga, ada temen kamu itu jemput ke sini, buruan!" Suara sang ibu memaksa Jingga untuk bergegas mengambil tas kuliahnya, gelar sarjana harus segera ia raih dan dirinya bisa fokus menjadi pemilik usaha kedai itu sembari menjadi ibu rumah tangga.

Ternyata tak lain yang datang menjemputnya itu Sigit, kali ini Sigit datang dengan seorang gadis yang kabarnya menjadi teman dekat karena merasa sakit hati dengan keputusan Jingga menikah bersama Andra.

Ya, Sigit sudah mengaku kalau mencintai Jingga, tapi Sigit tidak mau buta hingga Jingga tidak bahagia bersamanya, Jingga harus bahagia bersama pria pilihannya meskipun kalau diukur Andra jelas kalah baik dengan Sigit sendiri.

"Bu, kenalin ini Kara, pacarnya Sigit sekarang!" seru Jingga, meminta ibunya mendekat dan berkenalan.

"Astaga, nggak tahu tadi kalau ajak cewek. Biasanya dia ke sini cuman sendiri kayak orang galau gitu. Salam kenal ya, Kara, baik-baik sama Sigit terus temenan sama Jingga, dia emang bawel anaknya, tapi Jingga pasti bisa jadi teman baik kamu," tutur Rani, ia salami kedua teman putrinya itu, tak lupa membawakan bekal camilan untuk mengisi waktu kosong sembari menunggu jam kuliah dan pelanggan yang datang membeli jus.

Rani kecup kening putrinya, "Kamu inget pesen ayah, kan? Nggak boleh aneh-aneh, harus jaga diri sebelum menikah itu, jangan sampe pancing Andra buat ngelakuin hal buruk, kamu jadi contoh yang baik, oke sayang, emuah."

"Iya, Bu ... salam buat kak Lana kalau telpon ya, emuah!"

Jingga ambil duduk di bangku belakang, seperti biasa dan mungkin akan seperti ini juga saat Jingga sudah menikah dengan Andra.

Rumah itu akan kembali sepi karena pasti Jingga akan tinggal di ibu kota bersama Andra, tapi sempat ia dengarkan kabar kalau Andra mendapat tugas di daerah sini, belum ada kepastian di sana.

"Eh, terus kalau kamu nikah kan di sana, aku gimana kerjanya?" Sigit tersadar akan bisnis yang mereka jalani bersama.

"Bakal lanjut dong, Git. Kan aku bisa ke sini, aku juga masih kuliah, nanti kak Andra bisa ambil tugas di sini atau PP Jakarta-Bandung," jelas Jingga.

"Itu sih jauh banget, Jingga. Nggak kasihan kamu sama dia?"

"Jauh kalau mau, pasti ditempuh. Iya, nggak, Kar?"

Kara mengangguk setuju pada ucapan Jingga, kalau sudah cinta mau apa juga pasti akan ditempuh.

Tapi, masalahnya yang Sigit tahu dan Jingga sadar, tidak ada cinta yang sama diantara keduanya. Hanya Jingga yang mempunyai rasa itu, sementara Andra tidak.

***

Kampus tempat di mana Jingga cukup dikenal karena keaktifannya itu sontak berubah sejak kabarnya bersama Andra tersiar.

Beberapa mahasiswa ada yang menilai buruk hingga tak percaya lagi pada Jingga meskipun klarifikasi terus berjalan dan bisa mereka dengarkan secara langsung.

Hanya Sigit dan Kara yang berada di dekatnya, itu pun Jingga tak memaksa, dia membebaskan kedua temannya untuk memilih.

"Jingga, biarin aja kali orang ngomong gitu. Toh, mereka nggak bakal tahu aslinya, masa iya mereka cobain kamu buat buktiin kamu udah tidur sama kak Andra atau belum, nggak mungkin kan? Yang bisa rasain jelas kak Andra aja nanti," tutur Kara.

"Iya, bener. Nggak ada habisnya jelasin ke mereka, udah deh kalau mereka tanya kamu acuh aja kayak biasanya, Jingga. Aku gemes kalau kamu tanggepin mereka!" timpal Sigit geregetan.

"Habis ini kita udah lulusan, udah bye, nggak hidup sama mereka. Lagian, kalau untung juga mereka bisa kerja di tempat usaha keluarga lo, kan? Ahahahahah," imbuh Sigit sembari tergelak.

Jingga manggut-manggut, entah kenapa dia jadi terbawa suasana hingga menjawab beberapa pertanyaan dari mahasiswa di kampus ini.

Jingga fokuskan kembali dirinya, dia harus tenang agar sampai hari pernikahan tiba, kondisinya baik dan menguatkan Andra yang kali ini juga mencoba menahan diri.

Hanya semoga Andra tidak bertemu dengan Amel, Jingga cukup khawatir akan hal itu.

***

Bruk,

Jingga gosok lengannya, tak sengaja menabrak tubuh tegap seseorang yang tengah berjalan di depannya.

"Kamu Jingga, kan?"

Jingga sontak mengangkat wajahnya, "Eh, Bapak dosen baru, Jingga kira siapa. Maaf ya, Pak, maaf banget nggak sengaja tadi."

"Nggak apa, lain kali hati-hati ya ...."

"Iya, Pak." Jingga setengah membungkuk sampai dosen barunya itu berlalu.

Dia, sebut saja dosen baru yang tampan dan muda bernama Erlangga, banyak yang sedang mengantri untuk mendekati dosen itu sampai rela diberi tugas banyak.

Jingga menjadi perempuan langkah di sana karena sama sekali tidak tertarik, mungkin itu juga yang membuat dosen itu nyaman menyapa Jingga.

Tidak, Jingga tidak boleh goyah. Ada calon suami yang menunggunya, mungkin ia bisa dengan mudah mendapatkan dan berbahagia dengan dosen muda itu, tapi akan lebih bahagia lagi kalau berhasil mendapatkan hal sulit yang diupayakan.

[Kak Andra, udah cobain bajunya?] Jingga.

...

[Udah, nggak foto, malu. Lo?] Andra.

[Udah juga, nggak foto biar kamu penasaran!] Jingga.

Andra kerutkan keningnya, Jingga yang selalu mengiriminya pesan, bahkan terus membalas meskipun jawaban darinya tak memuaskan.

Ada maaf yang terselip untuk sementara ini sampai Andra merasa yakin nantinya bisa berjalan dengan Jingga seutuhnya.

Tak sulit jatuh cinta, tapi mudah untuk menyakiti, Andra tidak mau itu terjadi.

"Mau ikut ke club?" tawar salah satu temannya.

Andra bergeleng, "Gue mau nikah, entar aja ikutan kalau lagi akting!"

"Akting apaan?"

Andra tidak membalas, ia berlalu bergitu saja tanpa menghiraukan seruan temannya.

Ponsel itu masih bergetar, Andra yakin Jingga membalas dan mencari topik untuk pembicaraan mereka.

Maaf, sekali lagi maaf. Andra harus menyiapkan mental dan diri sebelum pernikahan itu terjadi.

Satu minggu dari sekarang untuk Jingga.

"Jingga, ada buah naganya?" seru Sigit.

"Ah, ada. Maaf, belum turunin tadi, kelupaan. Aku beli kok sama Kara tadi, aku ambilin ya, tunggu!" balas Jingga, ia bergegas mengambil buah-buah beberapa keranjangnya itu.

"Dia ngelamun aja, kasihan ... tapi, gimana kalau udah cinta!" gumam Sigit.