...
Tentu saja bukan itu yang Winola inginkan. Segila apa pun yang sudah Winola lakukan, wanita cantik itu tidak akan mau hubungan terlarangnya tersiar ke seluruh negeri. Itu adalah aib yang bukan hanya akan menghancurkan kariernya tapi juga akan menghancurkan keluarga besarnya.
Winola tidak bisa membiarkan itu terjadi karena orang asing di depannya!
Winola tidak peduli jika Henry mengetahui semua yang selama ini Winola lakukan, asalkan dunia hanya mengenal sosok Winola Meyer yang suci, bersih seperti malaikat. Karena Winola juga yakin itu juga yang Gary inginkan.
Gary selalu mendukung Winola tanpa syarat dan selalu datang saat wanita itu sangat membutuhkan belaian kasih sayang. Itu juga yang menjadi alasan Winola tidak bisa melepaskan Gary. Karena kehadiran Gary sudah lebih dari cukup untuk menyelimuti dirinya dengan kasih sayang.
Tetapi, adanya gagasan bertunangan dengan Henry Lehmann itu terdengar sangat tidak masuk akal.
Untuk apa menikah dengan pria jelmaan iblis itu?
"Bagaimana aku bisa hidup dengan manusia keji seperti dirimu?" komentar Winola menggeleng-gelengkan kepala tidak mengerti. Tetap anggung dan cantik.
Jika sosok pria yang berdiri didepanya sangat mengerikan. Maka kehadiran Winola adalah sosok malaikat yang datang untuk menyelamatkan sang iblis kembali ke jalan yang benar. Seolah itu mudah saja bagi Winola.
"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu kepadamu. Kamu menjual dirimu kepada pria yang sudah memiliki istri dan anak? Sungguh menyedihkan. Bukan kah penawaranku cukup layak untuk dipertimbangkan? Suatu hari nanti kamu pasti akan berterima kasih padaku." Balas Henry serius.
Winola terdiam untuk beberapa saat. Merenung dan menimbang banyak hal.
"Baik kalau begitu, aku setuju. Asal kamu tidak ikut campur atau melarangku bertemu atau berhubungan dengan Gary?" kata Winola pada akhirnya. Tersenyum licik seperti Henry.
"Setuju." Balas Henry lalu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
Jadi, seperti itulah proses pertunangan singkat antara Winola dan Henry yang pada akhirnya akan Gary ketahui belakangan.
...
Secara teknik, Gary bekerja di agensi Winola sebagai supir sejak beberapa bulan yang lalu. Sebelumnya, Gary bekerja berpindah-pindah dari satu perusahaan perkapalan hingga perusahaan jasa asuransi. Namun tidak pernah ada yang mampu bertahan lebih dari satu tahun.
Bukan karena Gary kurang pendidikan formal, tapi karena kepribadian Gary yang terlalu menginginkan kebebasan sehingga membuat Gary tidak bisa berkembang saat membangun karier. Lebih tepat, membuat Gary seperti pria tanpa harapan.
Sepulang bekerja, Gary merebahkan tubuhnya pada sebuah sofa empuk di depan TV, menyalakannya tanpa berniat untuk menonton. Hanya mengisi keheningan rumah sembari menunggu istrinya pulang kerja.
Sementara anaknya...
"Ayah... Leon ingin mainan robot baru sepeti Rudi, tolong besok belikan ya?" rengek anak Gary berlari dari arah kamar menyerang punggungnya.
"Robot? Coba ayah lihat fotonya?" balas Gary tiba-tiba kembali bersemangat.
Leon, dengan malu-malu mengeluarkan secarik kertas brosur mainan dari balik punggungnya. Menyerahkan kertas tersebut kepada ayahnya dengan senyum di paksa. Antara takut dan bahagia. Takut ayahnya akan marah karena tidak punya uang untuk membeli atau bahagia karena sangat berharap ayah akan mengabulkan permintaannya kali ini.
Tentu saja, keinginan anak kecil sangat sederhana. Sayangnya, mainan itu cukup mahal dan saat ini isi dompet Gary jelas tidak cukup mampu membelinya. Namun Gary tetap tersenyum kepada putranya.
"Ayah akan membelikan robot itu untuk Leon, tapi tidak hari ini. Tunggu sampai ayah memiliki cukup uang, oke?" kata Gary lembut, mengelus ujung kepala anaknya dengan hati-hati.
Entah bagaimana, Gary tidak bisa tega untuk berbuat kasar atau berkata kasar kepada anak laki-lakinya tersebut. Bagaimana pun juga Leon adalah putra kandungnya bersama Isana. Wanita yang luar biasa namun tidak cukup mampu untuk menundukkan sifat liar Gary sejak awal.
"Apa sangat lama atau besok atau minggu depan?" Leon masih menuntut dengan sebuah kepastian.
Bukan kali pertama Gary berjanji seperti itu dan hasilnya hanya janji-janji manis belaka. Gary sangat tahu jika dirinya hanyalah ayah yang payah. Seorang ayah yang bahkan tidak mampu membelikan mainan kepada anaknya sendiri. Ayah yang hanya dan selalu memikirkan kesenangannya sendiri.
"Besok, ayah janji besok akan membelikannya untukmu." Balas Gary bersunggung-sunggung.
Meski tanggal satu masih dua pekan lagi, Gary tidak peduli. Untuk pertama kalinya, Gary berniat meminta uang kepada Winola untuk membelikan mainan anaknya. Entah kenapa, Gary merasa sanggup untuk melakukannya.
"Sungguh? Asyik...." teriak Leon kegirangan lalu berlarian keliling ruangan.
Secara alami, Gary tersenyum bahagia. Kebahagiaan yang tidak banyak Gary temukan di rumah. Dan saat hanya berdua dengan Leon, maka seluruh energi negatif dari luar yang Gary bawa ke rumah tiba-tiba menghilang pudar seketika. Hanya ada rasa bahagia yang menyesakkan dada.
"Jadi seperti ini rasanya rumah yang sesungguhnya? Kenapa selama ini aku tidak pernah merasakannya." Bisik Gary kepada dirinya sendiri.
"Tentu saja, seandainya kamu lebih sering pulang cepat ke rumah maka kamu akan merasa lebih bahagia." Timpal sebuah suara yang sangat Gary kenal selama delapan tahun ke belakang.
Isana berdiri bersandar pintu masih lengkap dengan baju kerja dan tas besar yang berisi entah apa. Sudah sejak lama, Gary tidak pernah peduli apa yang istrinya lakukan. Namun kali ini, Gary merasa sangat penasaran.
"Tumben kamu bisa pulang cepat?" selidik Gary curiga.
Dalam keseharian, Gary berusaha sebisa mungkin untuk bersikap wajar selayaknya peran suami dan ayah di dalam rumah. Bagaimana pun mereka berdua adalah keluarga yang Gary miliki sekarang. Orang tua Gary sudah lama meninggal dunia, begitu juga dengan orang tuan Isana.
"Bos besar di tempatku bekerja pulang cepat dan kami semua juga ikut pulang cepat. Lalu kamu sendiri?" balas Isana balik bertanya.
Karena tidak biasanya Gary pulang cepat apalagi hari masih sore. Itu seperti sesuatu yang tidak masuk akal akan Gary lakukan di hari kerja. Hanya ada akhir pekan dan itu pun jika tidak direbut oleh jatah tidur seharian Gary.
"Bisa dikatakan sama sepertimu. Kamu tahu aktris Winola bukan? Sekarang aku jadi supir pribadinya dan hari ini dia memintaku pulang cepat karena dia ada urusan keluarga yang tidak mau diganggu oleh pekerjaan." Cerita Gary jujur.
Untuk beberapa bagian dalam kehidupan Gary, tidak sekalipun pernah berbohong kepada Isana tentang segala kegiatannya. Kecuali dan tentu saja tentang hubungan terlarangnya dengan Winola. Gary takut jika Isana akan mati berdiri jika mendengarnya.
"Jadi benar mereka bertunangan?" tanya Isana.
...
To Be Continue ...
Terima kasih telah membaca CEO Palsu. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini? Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini. Semoga harimu menyenangkan.