Chereads / CEO Palsu / Chapter 9 - CP 9 Hari yang seharusnya bahagia

Chapter 9 - CP 9 Hari yang seharusnya bahagia

-playlist chapter: Always by Isak Danielson

...

Untuk beberapa saat, Gary terharu. Isana masih mencintainya seperti dulu meski Gary berkhianat sejak tujuh tahun yang lalu. Tentu saja, Gary tidak bisa mengatakan hal tersebut karena hanya akan merusak suasana. Atau yang lebih buruk, Gary akan kehilangan keluarganya.

Dan Gary tidak bisa melakukan hal bodoh seperti mengaku semuanya kepada Isana disaat yang seperti. Saat-saat paling membahagiakan dalam hidup Gary. Tidak bisa.

Gary, tidak bisa kehilangan salah satu dari Isana dan Leon atau Winola. Mereka bertiga adalah bagian penting dari kehidupan Gary yang membosankan. Menjadikan Gary tokoh brengsek jika tidak boleh dikatakan sebagai tokoh antagonis.

"Sama-sama sayang. Kamu juga telah memberi sesuatu yang paling indah di dunia dan sangat berharga yaitu Leon." Kata Gary, membalas kecupan di kening Isana.

Ditempatnya, Leon tersenyum kemudian tertawa.

"Apa itu artinya aku akan memiliki seorang adik?" kata Leon ceria.

Sontak membuat Gary dan Isana saling pandang dengan tatapan tidak percaya. Kemudian mereka tertawa bersamaan. Memiliki satu lagi anak bukanlah sebuah ide yang buruk. Namun membesarkan anak adalah masalahnya karena Gary masih belum mampu menyelesaikan hutangnya sedangkan Isana juga tidak mungkin berhenti bekerja untuk merawat anak kecil.

Dan itu tidak mungkin mereka jelaskan kepada anak laki-laki tujuh tahun yang masih polos. Dengan kata lain, mereka belum siap untuk memiliki anak baru. Di kota besar, membesarkan anak bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah. Terlebih lagi untuk kebutuhan dan biaya dan sebagainya.

Secara refleks Gary memijit keningnya dengan salah satu tangannya. Sedangkan salah satu tangan Gary yang lain menggenggam erat tangan Isana untuk memberikan sedikit kekuatan psikis.

...

Winola resah bukan main menunggu Gary sejak pagi buta. Keinginan membuncah tidak terbendung sementara Gary masih tidur pulas di rumah bersama istri dan anaknya.

Menyadari itu, membuat Winola semakin kesal.

Hingga pada akhirnya Gary datang, menyelinap dari balik pintu belakang seperti biasa. Namun, ada yang lain kali ini. Gary membawakan seikat bunga mawar merah besar dan menyodorkannya di depan Winola yang terperanjat.

"Kau membuatku kaget setengah mati. Sayang, apa yang kamu lakukan ini tidak seperti dirimu yang biasa?" cebik Winola untuk mengalihkan rasa gembira yang tidak bisa dia sembunyikan.

Untuk waktu yang lama, Winola sangat mengerti jika Gary hanyalah pria miskin yang berkepribadian hangat dan sangat jantan di tempat tidur. Sebuah kontradiksi yang tidak akan bisa Winola temui di luar sana. Atau Winola yang sudah terpaku hanya kepada Gary.

Dan mungkin, rasa ketertarikan Winola sudah mendekati obsesi karena Winola telah dibuat buta oleh keinginannya untuk selalu bersama Gary. Meski harus secara diam-diam. Setidaknya, Winola masih memiliki logika tentang bagaimana kejamnya kapitalisme dan keluarga Meyer jika Winola ketahuan.

"Entahlah. Anggap saja hadiah dari penggemar beratmu selama sekian tahun dan merayakan hubungan gelap kita selama lebih dari tujuh tahun." Kekeh Gary getir pada kalimat terakhir.

"Jangan bersedih hati di pagi hari, sayang. Mari kita bersenang-senang saja. Aku sudah tidak sabar." Desah Winola menyeret Gary ke dalam kamarnya.

Seperti yang kita ketahui bersama, apalagi yang sedang mereka lakukan adalah perbuatan terlarang yang sama sekali tidak pantas untuk ditiru. Hati kecil mereka telah mengeras dibutakan oleh nafsu yang tidak ada habisnya untuk dituruti.

...

Di kediaman keluarga Lehmann, Henry sibuk dengan tumpukkan berkas akuisisi salah satu perusahaan Meyer yang harus segera dia lakukan. Sementara itu, Otis si sahabat karib sekaligus asisten pribadinya, berdiri di belakang kursi memantau pekerjaan Henry.

Sesekali Otis menjawab beberapa pertanyaan Henry dengan sangat lancar. Boleh dibilang, kemampuan manajerial yang Otis kuasai setara dengan kemampuan Henry dan pada beberapa hal mungkin Otis Wada lebih baik.

"Otis, tolong carikan aku orang khusus untuk sesuatu yang bersifat pribadi." Kata Henry memerintah.

"Biar aku tebak, kau ingin memata-matai Winola si tunanganmu sendiri?" kekeh Otis menggelengkan kepala beberapa kali.

"Bukan urusanmu." Balas Henry dingin.

"Lalu, kamu juga yang menyebarkan gosip Winola dekat dengan sopirnya karena mereka terlihat serasi saat sesi pemotretan sebuah iklan? Sebenarnya kamu cemburu atau sedang memprovokasi?" kata Otis menebak-nebak.

Sejak lama Otis Wada mengenal Henry sebagai sahabat juga sebagai asisten dari seorang CEO bertangan dingin. Otis sangat mengerti jika perjodohan yang dua keluarga paksakan untuknya hanya untuk bertujuan bisnis.

Dan apa yang coba Henry lakukan adalah untuk memancing amarah kekasih Winola yang sesungguhnya. Dengan demikian, rencana pernikahan bisa dibatalkan sebelum terlambat. Otis sangat tahu jika tidak ada cinta diantara mereka berdua dan tidak akan pernah terjadi.

Namun, yang tidak Otis ketahui adalah pengetahuan Henry tentang Winola lebih dalam yang Otis kira selama ini. Dan biar kan saja untuk menjadi rahasia Henry.

"Sepertinya kamu terlalu banyak membaca novel Online sehingga membuat otakmu dipenuhi dengan konspirasi mengerikan semacam itu. Kerjakan saja seperti yang aku minta, ajudan Otis." Balas Henry dengan suara dingin yang sama.

"Siap komandan." Kekeh Otis kemudian berjalan keluar ruangan untuk melakukan panggilan telepon.

Setelah kepergian Otis, dibarengi suara jam dinding yang berdentang keras mengisi ruangan, Henry mendesah menghembuskan napas panjang. Tangannya berhenti sejenak dari rutinitas menandatangani sejumlah dokumen penting.

"Otis, sebaiknya kamu tidak perlu ikut campur lebih dari yang seharusnya. Aku tidak ingin kamu tahu diriku yang sebenarnya." Bisik Henry lebih kepada dirinya sendiri.

Kemudian, Henry melanjutkan aktivitasnya hingga Otis kembali ke dalam ruangan.

"Aku sudah mendapatkannya. Seseorang yang akan melakukan semua perintahmu tanpa syarat. Tentu biayanya tidak murah. Kamu mengerti maksudku bukan?" kata Otis, memasukkan ponselnya sendiri ke dalam saku celana lalu menyerahkan secarik kertas diatas meja.

"Ini nomernya?" tanya Henry setelah melirik sebentar.

"Benar sekali. Ngomong-ngomong apa yang akan kamu lakukan dengan orang ini?" bisik Otis penuh rasa penasaran yang jelas.

Untuk beberapa detik, Otis bisa melihat kilatan cahaya dari salah satu manik mata Henry dan itu menandakan sesuatu yang tidak baik. Otis sangat khawatir jika Henry akan melakukan hal buruk dengan menyuruh orang khusus yang dia pesan.

"Tenang saja, Otis. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang melanggar hukum. Hanya sedikit memberi hukuman kepada juniorku di sekolah dulu." Balas Henry tersenyum jahat.

...

To Be Continue ...

Terima kasih telah membaca CEO Palsu. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini? Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini. Semoga harimu menyenangkan.