-playlist chapter: On My Way by Alan Walker
...
Ucapan ambigu yang Henry katakan tentu membuat Otis semakin khawatir. Karena jika Henry sudah berkata untuk tidak usah khawatir maka Henry sedang melakukan sebuah rencana yang cukup berbahaya dalam konteks emosional. Sesuatu yang diluar jangkauan pemikiran Otis.
"Sebaiknya begitu." Balas Otis tanpa daya. Mengangkat bahunya pasrah.
Tidak ada yang bisa Otis lakukan selain berdoa dalam hati untuk keselamatan Henry. Entah kenapa Otis mendapat firasat buruk. Selain itu, Otis harus percaya jika apa pun yang Henry lakukan sudah dalam perencanaan yang matang.
"..."
Baik Henry dan Otis buru-buru turun ke lantai dasar untuk acara sarapan pagi keluarga besar Lehmann. Tentu saja, untuk merayakan suksesnya acara pertunangan Henry dengan Winola serta progress akuisisi beberapa perusahaan Meyer yang hanya tinggal menghitung jari.
Secara umum, keluarga Lehmann bukanlah sosok keluarga yang tamak akan ekspansi bisnis. Hanya kadang kala, sebuah diplomasi yang dibalut dengan sebuah pertunangan merupakan langkah yang tidak dapat dihindarkan. Terlebih jika keluarga Meyer yang lebih dulu mengusulkan ide cemerlang tersebut.
Seperti yang banyak orang ketahui, Winola Meyer merupakan satu-satunya ahli waris perempuan dalam keluarga Meyer dan seperti kebiasaan konglomerat adalah menjodohkan anak perempuan mereka dengan pesaing bisnis dengan tujuan untuk meredam ketegangan bisnis di masa depan.
"Otis, kau rupanya menginap di kamar Henry. Apa istrimu tidak keberatan jika kamu terlalu dengan sahabatmu sejak SMA?" kekeh Nyonya Besar Lehmann kepada Otis yang hanya bisa mengangguk setuju.
"Meski pun aku pulan ke rumah, istriku hanya akan memperhatikan anak kami yang sekarang berusia hampir dua tahun. Baginya diriku yang seperti penyumbang benih untuk anak perempuan kami. Kadang aku sendiri heran, untuk apa aku pulang jika selalu tidak diperhatikan." Balas Otis terkekeh.
"Memang seperti itu wanita jika sedang memiliki anak balita. Kamu harus bersabar, Otis. Aku sudah tiga kali mengalaminya jadi aku mengerti." Komentar Tuan Besar Lehmann ikut tertawa.
Henry adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak laki-lakinya, Dexter Lehmann sudah lebih dulu sukses dalam bisnis dan sekarang menduduki jabatan sebagai Presiden Direktur konglomerasi Lehmann. Sedangkan adik perempuan Henry masih duduk di bangku kuliah manajemen, Serena Lehmann.
Pada akhirnya semua orang ikut tertawa, menertawakan ucapan lucu Otis. Begitu juga dengan Henry yang tersenyum simpul, duduk di sebelah Serena yang sibuk dengan tabletnya.
"Kakak, tugas kuliahku sangat banyak dan aku khawatir tidak cukup waktu untuk mengerjakannya jadi bisakah kakak Henry ku yang tampan bersedia membantu?" rayu Serena dengan mata bundarnya yang menggemaskan.
Henry hanya bisa mendengus kecil. Adik perempuannya akan selalu berusaha menjilat lidah jika ada sesuatu yang dia inginkan. Sama seperti saat ini.
"Serena, kerjakan sendiri perkerjaanmu. Kamu seharusnya mengerti jika kakakmu Henry sedang sibuk dengan pekerjaan dan persiapan pernikahannya sendiri. Jangan mengganggu untuk tugas kuliahmu sendiri. Apa kamu tidak malu jika mendapat nilai bagus namun itu bukan hasil dari pemikiranmu sendiri?" tegur Tuan Besar Lehmann kepada putrinya.
"Ayah, aku hanya meminta beberapa saran taktis saja. Tidak perlu ayah katakan pun aku tahu hal semacam itu." Gerutu Serena, lalu menutup tablet dan segera menghabiskan isi piringnya.
"Ceritakan hal itu lewat surel saja. Tidak perlu membuat keributan di depan ayah, mengerti?" bisik Henry lembut di telinga kanan Serena. Memastikan hanya Serena saja yang mendengar.
Dalam hak ketegasan, Tuan Besar Lehmann adalah contoh yang sangat baik. Tidak kepada siapa pun, Tuan Besar Lehmann tidak akan pilih kasih dan itu membuat anak-anaknya terdidik secara alami sebagai pribagi yang mandiri.
Meski demikian, Serena hanyalah anak bungsu yang manja dan Henry sebagai kakak laki-lakinya tidak pernah lupa untuk sedikit memanjakan adiknya. Bagi Henry, Serena adalah bentuk dari kemurnian sejati seorang perempuan. Berbanding terbalik dengan ibunya yang tegas seperti marinir.
"Baik, kakak." Balas Serena tersipu malu. Mengangguk pelan pertanda mengerti ucapan kakak laki-lakinya yang selalu berpihak padanya apa pun yang terjadi.
"..."
Di kantor pusat perusahaan Lehmann, Isana sibuk menyiapkan ruang rapat untuk para manajer yang akan dihadiri oleh bos besar mereka, CEO Henry Lehmann. Menata meja dan kursi serta materi rapat secepat mungkin. Bos Besar akan segera datang dalam tiga puluh menit.
Meski secara teknis Isana adalah sekretaris Henry dalam perusahaan, tetapi itu tidak sepenuhnya benar karena semua pekerjaan yang harus Isana kerjaan akan di intruksikan oleh Otis lebih dulu sebagai asisten pribadi Henry.
"Sudah selesai?" bisik Julie, sahabat baik Isana dari balik pintu. Julie merupakan salah satu anggota Tim Humas di perusahaan. Julie juga yang membawa Isana untuk bekerja di perusahaan.
Isana menggeleng pasrah. Secara teknis, tugasnya selesai saat membagikan materi rapat di meja terakhir. Namun tidak demikian jika yang akan datang rapat adalah CEO mereka, Henry Lehmann.
Isana harus mengecek sekali lagi semua yang berkaitan dengan rapat dan semua hal terkecilnya. Bos Besar mereka biasanya sangat teliti dengan semua yang disentuh, dilihat dan yang menjadi fokusnya. Terutama saat rapat dengan para manajer.
"Ada apa?" balas Isana setelah selesai.
"Apa kamu sudah bertanya kepada suamimu tentang gosip itu? Apa reaksinya?" desis Julie penuh penasaran.
"Seperti yang aku duga. Gary dan Winola murni berhubungan karena perkerjaan. Akan aneh jika selera Winola memiliki standar yang rendah dan menyukai suamiku, bukan begitu?" balas Isana sambil mengangkat bahu.
Karena Isana sangat yakin jika Gary tidak akan memiliki cukup rasa percaya diri untuk menggoda aktris papan atas sekelas Winola dan wanita itu juga tidak akan mungkin bertekuk lutut dihadapan Gary tanpa motif tertentu.
"Kau benar. Hanya saja, aku tetap merasa ada yang aneh." Komentar Julie sebelum menghilang ke dalam kubikelnya.
Rapat segera dimulai, Isana duduk di belakang Otis seperti biasa. Sementara Henry memimpin rapat dengan aura dingin yang mematikan seperti rapat yang telah lalu-lalu. Tatapan mata Henry tajam sembari membaca materi rapat.
"Mungkin kalian harus tahu jika kita akan mengakuisisi perusahaan Meyer, tapi sebelum itu terjadi kita akan mengambil alih agensi yang menangani Winola. Untuk apa aku melakukan hal tidak berguna semacam itu adalah akhir-akhir ini selalu saja ada gosip tidak sedap tentang tunanganku jadi semakin cepat kita ambil alih maka semakin baik. Isana, tolong beritahu Tim Humas tentang masalah ini untuk segera membuat draf konferensi pers yang akan aku lakukan sendiri. Sekarang juga, Isana." Kata Henry membuat Isana langsung bangkit berdiri karena namanya disebut dua kali.
...
To Be Continue ...
Terima kasih telah membaca CEO Palsu. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini? Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini. Semoga harimu menyenangkan.