Chereads / Laut Dalam / Chapter 4 - Makam Kapal

Chapter 4 - Makam Kapal

Hukum alam selalu berlaku. Bagaimanapun, siapa pun yang terkuat, mereka yang akan bertahan dan tidak dimakan. Hal ini yang disadari oleh Gurita Raksasa yang tengah berenang dengan tenang di dasar laut yang gelap. Beberapa hewan kecil akan secara otomatis menyebar ketika makhluk besar itu lewat. Membuat Mer kecil yang dilindungi di salah satu tentakelnya, memandang dengan takjub.

Sepasang netra biru yang pucat itu bersinar di dalam kegelapan. Bak sebuah neon kecil yang sangat menarik. Hal ini terjadi saat perut si kecil kelaparan. Biasanya, Gurita Raksasa akan langsung memberikan sebagian dagingnya untuk peliharaan lucunya sebagai makanan, tetapi, kali ini berbeda.

Gurita Raksasa berpikir untuk mengajari si kecil berburu. Bagaimanapun, karena takut ikan kecilnya tertiup terbawa arus atau bahkan dimakan makhluk lain, Gurita Raksasa dengan tegas akan membawa si kecil ke mana pun. Terlebih Mer kecil cukup patuh. Hanya berenang-renang di sekitarnya. Ketika sepasang netra biru mulai bersinar dengan redup selayaknya neon, Gurita Raksasa tahu bahwa si kecil kelaparan.

Tanda ini baru Gurita Raksasa sadari setelah beberapa hari bersama dengan Bubunya. Bagaimanapun, karena selalu mengeluarkan gelembung yang berbunyi blub-blub, Gurita Raksasa dengan mudah memberikan Mer kecil sebuah nama. Bubu. Yah ... kembali ke pokok pembicaraan.

Gurita Raksasa baru menyadari tanda ini beberapa hari setelah mereka bergaul dengan baik. Pada awalnya, ia terpesona dan begitu senang saat melihat mata indah yang bersinar itu. Gurita Raksasa bahkan tertawa dan memuji si kecil karena memiliki mata yang begitu indah! Namun, beberapa saat kemudian, ia tidak bisa tertawa kembali.

Cahaya di tengah kegelapan, akan selalu menarik minat banyak makhluk.

Karena cahaya di mata si kecil, kegelapan laut dalam disinari dengan baik. Beberapa ikan kecil akan mendekati mereka. Tidak masalah sama sekali untuk makanan yang datang dengan sendirinya. Dengan senang hati Gurita Raksasa menangkap mereka dan memberi makan Mer Kecilnya. Namun saat beberapa predator juga ikut tertarik dengan mata leser peliharaannya ...

Beberapa kekacauan mulai terjadi.

Gurita Raksasa menyadari bahwa ketika Mer kecil diberi makan, mata bercahayanya akan langsung menghilang. Dengan melihatnya, Gurita ini tahu bahwa Peliharaan kecilnya akan bercahaya bila kelaparan. Ini adalah tanda khusus mereka. Namun, di dalam kegelapan yang gulita seperti ini, sedikit cahaya benar-benar ... sesuatu yang berbahaya.

Bagaimana bila sampai ada predator lain yang lebih kuat, mendadak muncul dan ingin memakan peliharaan kecilnya?

Gurita Raksasa benar-benar tidak bisa diam. Karenanya, sekarang ia membawa Mer kecil ke permukaan yang lebih terang. Setidaknya, di sana, meski airnya jauh lebih panas dan tidak menyenangkan, setidaknya mata si kecil tidak akan mencolok kembali. Di sana, juga memiliki jauh lebih sedikit predator. Mereka bisa hidup dengan baik, ia bisa mengajari Bubunya cara berburu.

Namun mata itu masih bercahaya. Neon kecil yang terlindung di dalam lingkaran tentakelnya, berkedip-kedip penuh dengan harapan. Mata besar itu sangat fokus, memandang Gurita Besar dan mengharapkan makanan.

Mama Gurita berkeringat dingin.

Oh, haruskah ia mengajari Bubu sekarang atau memberinya makan?

Mereka masih di dalam perjalanan ke laut dangkal. Bagaimanapun, dengan perubahan suhu dan tekanan air, terlebih lingkungan yang juga akan jauh berbeda, Gurita Raksasa tidak bisa berenang dengan cepat. Ia takut, hal-hal ini justru membuat Mer Kecilnya tidak nyaman dan jatuh sakit.

Namun dengan kecepatan ini ...

Mereka benar-benar jauh dari kata 'setengah jalan'.

"Bu!" sebuah gelembung-gelembung keluar dari dalam lingkupan tentakel. Ekor hitam-emas itu mengibas dengan tidak sabar. Kedua tangan kecil tidak henti menggaruk lembut tentakel yang melingkupinya hingga membuat si pemilik bergetar geli.

"Ahahaha ... oke, oke, jangan menggaruk," Gurita Raksasa tertawa, merasa terhibur dengan kekesalan Peliharaannya yang lucu. "Baik, baik, Mama akan membawakan makanan untuk Bubu, tetapi Bubu harus bersabar, okay?"

"Bu!" gelembung-gelembung kembali terlihat.

Gurita Besar kembali tertawa. Namun, menyadari rasa lapar yang di derita oleh Peliharaan kecilnya, Gurita Raksasa tidak ragu kembali. Makhluk berwarna merah maroon dengan 8 tentakel besar itu merenggangkan salah satu tentakel. Bergerak dengan cepat dan tepat menangkap salah satu ikan kecil.

"Ah!" Mer kecil berseru senang. Ekornya mengibas-ngibas, sepasang irisnya menatap penuh semangat ke arah tentakel yang berhasil mendapatkan buruan. Ikan kecil yang malang itu langsung mati. Namun Bubu tidak peduli. Mer kecil meraih ikan yang berukuran 2 kali dari tubuhnya, lalu tanpa mengatakan apapun, memakannya dengan penuh semangat.

Giginya sangat tajam. Tidak memperdulikan tulang ikan sama sekali, ia mengunyah dengan mudah. Mencengkram ikan mati dengan kedua cakar kecilnya, lalu memulai makan dari kepala. Menyebabkan air disekitarnya berwarna merah.

Gurit Besar terkekeh. Tentakelnya yang menganggur mengusap kepala Mer kecil, sebelum akhirnya kembali melanjutkan perjalanan mereka. Bagaimanapun, semasa muda, Gurita Besar sudah berkeliling ke berbagai tempat. Secara kebetulan, ia juga sudah menandai sebuah dasar lautan yang masih bisa menembus cahaya matahari. Setidaknya, di sana, tidak segelap laut dalam.

Gurita Raksasa bersenandung senang.

Sudah sangat lama ia tidak melihat tempat itu. Sekarang, bagaimana wujud tempat itu?

.

.

.

Cahaya memanjang menembus ke dalaman laut. Menyinari bongkahan besi tua yang begitu besar dan tua. Benda yang tergeletak di atas permukaan pasir itu terlihat begitu tenang, berkarat, dengan berbagai macam terumbu karang yang menghiasi.

Namun, bukan hanya ada satu besi tua di tempat ini.

Ada banyak kapal-kapal besar yang telah karam. Tenggelam ke dasar air dan menjadi bangkai kapal. Anehnya, kapal-kapal yang semula begitu mewah dan sombong mengaruni laut, kini berkumpul di satu tempat. Saling menimpa satu sama lain seolah-olah tempat yang luas telah terlalu penuh untuk dihuni oleh kapal lainnya.

Gurita Raksasa yang baru saja sampai, tidak langsung mendekati makan kapal itu. Tempat yang terlihat begitu suram itu tidak seperti di dalam ingatannya. Dulu, kapal yang karam tidak sebanyak ini. Namun bukan karena jumlah kapal lah yang membuat Gurita Raksasa waspada. Melainkan ... keberadaan Makam Kapal yang masih belum jelas penghuninya.

Begitu banyak spesies hewan kecil yang terlihat hidup di sini. Mereka lincah dan berwarna-warni, cocok untuk Peliharaan Kecil yang membutuhkan mainan dan makanan dengan cita rasa yang berbeda. Namun ... apakah tempat ini aman untuk si kecil bermain-main? Gurita Raksasa dengan waspada merayap di pasir, secara perlahan dan hati-hati, mendekati salah satu bangkai pesiar terdekat.

Panjang Gurita Raksasa hanya sekitar 5 Meter, dengan tubuh fleksibel tanpa tulang, dengan mudah merayap dan menyelinap masuk ke bangkai kapal yang telah dijadikan rumah oleh banyak hewan kecil. Ia berjalan di lorong yang panjang, berkeliling dan memasuki setiap celah yang terlihat. Tentu saja, dengan membawa-bawa Mer kecilnya yang tidak henti mencoba menggapai apapun yang menarik perhatiannya.

Si kecil sedikit agak rewel. Ekor ikannya akan mengibas penuh semangat dan beberapa kali, Gurita Raksasa tergelincir dan hampir melepaskan Peliharaan Kecilnya yang bersemangat ingin mengejar ikan. Karenanya, Tentakel besar itu mengikat Mer kecil dengan lebih erat, sukses membuat sosok yang dipanggil Bubu, mulai memprotes. Ia akan mengoceh, memuntahkan beberapa gelembung, lalu berseru 'Ah!' ketika melihat hal menarik dan mencoba mengejarnya kembali.

"Bubu sayang, jangan nakal, okay?" Gurita Raksasa kembali mencoba membujuk. Memeluk dan mengusap kepala Mer kecil dengan lembut. "Setelah kita berkeliling, Mama akan membebaskan Bubu. Pertama, kita harus memeriksa tempat ini dulu, okay?"

Bubu tidak mengerti, Gurita Raksasa tahu bahwa Peliharaan Kecilnya tidak mengerti apa pun yang ia katakan. Namun Makhluk bertentakel itu tidak peduli. Ia akan tetap berbicara dengan makhluk imut dan cantik ini.

"Mama akan memeriksa daerah sekitar, jadi Bubu tidak boleh berlarian," Gurita Kecil mengusap kepala Mernya, sukses menarik perhatian si raven yang sempat teralihkan dengan ikan yang lewat.

Sepasang kelereng biru yang pucat menatap fokus ke arah kepala Gurita. Ekspresinya terlihat ragu-ragu, sebelum akhirnya memasang ekspresi serius, seolah mengerti apa yang dikatakan makhluk di depannya.

Gurita Raksasa tertawa.

Astaga! Kenapa peliharaannya bisa begitu imut seperti ini?!

Gemas, Gurita Raksasa mengusap kepala Mer kecilnya. "Bubu, jangan berlarian, mengerti?" Gurita Raksasa kembali mencoba memberitahu. "Sampai Mama selesai memeriksa daerah ini, Bubu harus bersembunyi dan jangan berlarian."

Perlu pengulangan beberapa kali sampai akhirnya Mer kecil terlihat sedikit mengerti.

Puas, Gurita Raksasa akhirnya membawa Mer kecil yang tenang dan patuh untuk bersembunyi. Meski kepala kecil masih akan menoleh ke kanan dan ke kiri, bahkan matanya tidak henti menatap beberapa ikan yang terlihat menarik, tetapi Mer kecil tidak kembali mencoba mengejar. Ia hanya memandang, lalu tidak melakukan hal lain kembali.

Gurita Raksasa merasa sedih melihat si kecil menahan diri, tetapi hal ini memang penting. Oh, salahkan kenapa Mer kecilnya terlihat sangat rapuh dan lemah! Gurit Kecil benar-benar dibuat was-was bila sedikit saja, melepaskan pengawasan ke makhluk kecil ini.

Helaan napas terlontar. Gurita Raksasa tetap harus menyelesaikan misinya.

Pertama, sosok gurita akan merayap pada setiap permukaan dinding karat pada kapal. Berkeliaran selama beberapa waktu sebelum akhirnya menemukan tempat yang terlihat aman dan sangat tersembunyi. Tempat itu sempit, tetapi cukup besar untuk Mer kecilnya bersembunyi.

"Bubu, jangan berlarian dulu sampai Mama kembali, mengerti?" Gurita Raksasa kembali mengingatkan. Tentakel besar dengan lembut mengusap kepala kecil. "Mama akan segera kembali, Bubu jangan nakal."

Sepasang mata biru itu berkedip. Ia tidak mengerti tetapi tetap memberikan reaksi. Senyuman mengembang di bibir mungilnya. Kedua tangan terentang, memeluk tentakel besar.

"Eeee!" gelembung-gelembung air kembali keluar dari bibir kecilnya.

Gurita Besar kembali tertawa. Ia dengan lembut kembali mengulangi kata-katanya, sebelum akhirnya dengan enggan melepaskan diri dari pelukan Peliharaan kecilnya.

"Bubu, tunggu Mama."

Sepasang netra biru berkedip, sebelum akhirnya tersenyum dan memuntahkan beberapa gelembung.

"Bu!"

Gurita Besar terkekeh. Ia tidak mengatakan apa pun kembali dan hanya mengusap kepala kecil dengan tentakelnya, lalu berbalik dan merayap keluar di antara mesin-mesin tua yang berantakan dan tidak teratur.

Mer kecil refleks berenang mengikuti.

"Ah, tidak, Bubu harus di sini," Gurita Besar segera menyadari bahwa Peliharaan kecilnya mencoba mengikuti. Tentakelnya refleks mendorong kembali si kecil ke tempat persembunyian. "Bubu harus menunggu Mama di sini."

Sepasang netra biru menatap Gurita Raksasa, bingung.

"Bubu harus di sini," Gurita Besar kembali berujar lembut. Dengan sabar mengajari. "Tidak boleh mengikuti Mama."

Sepasang mata yang polos itu berkedip beberapa kali.

"Baiklah ... Mama harus pergi sekarang," berbalik, Gurita Besar kembali merayap. Namun, belum sampai 2 cm ia pergi, tubuhnya merasakan Mer kecil yang kembali berenang mendekatinya.

Hal ini, mau tidak mau membuat Gurita Besar frustasi.

Pada akhirnya, setelah beberapa kali mengajari, Mer kecil akhirnya dengan patuh bersembunyi di antara besi-besi yang berkarat. Warna rambut dan ekornya yang gelap dengan sempurna menyembunyikan sosok lembut dan lemah itu.

Gurita Raksasa menghela napas lega, lalu tanpa ragu mengambil langkah seribu. Oh, sungguh, memiliki Peliharaan yang begitu lengket, ternyata sedikit merepotkan meski membuat bahagia.

.

.

.

TBC