Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 32 - Perasaan Terpendam

Chapter 32 - Perasaan Terpendam

Waktu terus berjalan. Tak terasa, siang telah tiba. Bel sekolah berbunyi tanda pelajaran berakhir. Mayang mengemasi bukunya, dan bersiap pulang. dia berjalan ke parkiran motor. Dia nyalakan motornya. Tiba-tiba, seorang teman sekelasnya mendekatinya.

"May, tunggu," teriak teman sekelasnya.

Mayang memandangi temannya. Dia tampak terengah-engah seolah baru saja berlari. Keringatnya begitu deras membasahi wajahnya.

"Cil. Lo kenapa, kok seperti habis dikejar anjing gede gitu?" tanya Mayang.

"Duuuh, May. Gue cari tebengan nih buat pulang. Duit gue abis," kata Cecil.

Mayang memandangi sejenak. Dia hanya membawa satu helm.

"Yah, Cil. Gue cuan bawa satu helm. Padahal, jalan ke rumah lo sering razia polisi. Maaf, Cil. Gue gak bisa. Mana duit gue juga pas," kata Mayang.

"Yah, May. Please … anterin gue pulang," pinta Cecil.

Mayang berfikir sejenak. Dilihatnya, semua temannya sudah pulang. Cecil kembali memelas.

"May, please … gue butuh tebengan nih. Mau ya?" pinta Cecil memelas.

Setelah berfikir agak lama, Mayang pun mengangguk. Dia menyuruh Cecil duduk di boncengan. Setelah itu, mereka pergi dari sekolah itu. Di tengah perjalanan, Cecil membuka percakapan.

"May, makasih ya lo mau kasih gue tebengan. Kalo kagak, bisa-bisa gue pulang jalan," kata Cecil.

"Udah, Cil. Lo tenang aja. Tunjukin dong jalan aman ke rumah lo supaya gak kena razia," kata Mayang.

Cecil menunjukkan jalan tikus ke rumahnya demi menghindari razia. Namun, perkiraan Cecil meleset. Ternyata, di jalan yang biasanya tak ada razia, hari itu ada razia.

"Yah," keluh Mayang ketika melihat di depanya ada razia.

"PRIIIIIT" seorang polisi yang melihat Cecil tak mengenakan helm menyetop motor Mayang.

"Selamat siang. Bisa saya lihat SIM dan STNK anda?" tanya polisi itu.

Tanpa bicara, Mayang mengeluarkan dompetnya. Dia keluarkan SIM dan STNK nya. Polisi itu melihatnya, dan kembali bertanya.

"Anda tahu apa pelanggaran yang anda lakukan?" tanya polisi itu.

"Iya, Pak. Saya tahu. Pelanggaran saya karena ketahuan membawa penumpang yang tak pakai helm," jawab Mayang.

Polisi itu keheranan. "Maksud mbaknya apa ya?"

"Nah, saya kan bawa penumpang. Teman saya tak pakai helm, dan ketahuan bapak," jawab Mayang menjelaskan alasannya.

Polisi itu tersenyum. Dia menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Mayang.

"Owh, gitu. Jadi kalau tak ketahuan itu artinya tak melanggar? Pintar kamu," kata Polisi itu tersenyum.

Polisi itu akhirnya memberikan peringatan kepada Mayang.

"Mbak, perkara hukum jangan dianggap melanggar kalau ketahuan aja. Ketahuan atau tidak, selama itu melanggar ya tetap melanggar. Kali ini, saya berikan peringatan kepada anda. Tolong jangan diulangi, atau SIM anda saya sita. Mengerti?" kata Polisi itu.

"Iya, Pak." Mayang menjawab singkat.

Polisi itu akhirnya mempersilahkan Mayang lewat. Setelah beberapa lama, tibalah mereka di rumah Cecil. Setelah mengantar Cecil, Mayang langsung pulang ke rumahnya. Di rumah itu, telah menunggu Ferry.

"Kak, maaf tadi ada teman nebeng. Jadi Mayang pulang terlambat," kata Mayang.

"Iya, gak apa-apa. Udah, kamu ganti baju dulu sebelum bimbel di mulai," kata Ferry.

Mayang mengangguk. Dia langsung beranjak ke kamarnya dan berganti pakaian. Sambil mengambil beberapa buku, dia bawa tugas kimia dari gurunya dan membawanya ke ruang tamu. Sesampainya di sana, Mayang langsung duduk di sebelah Ferry.

"Kak, Mayang ada tugas kimia nih. Mayang kurang menguasai pelajaran Kimia," kata Mayang menunjukkan tugasnya.

Ferry memandangi tugas kimia itu. Dia membaca sejenak soal latihan itu sambil manggut-manggut. Dia tersenyum manis. Ferry mengambil buku paket kimia yang di bawa Mayang, dan mulai menjelaskan soal itu. Dengan sabar, Ferry menjelaskan pengertian unsur-unsur kimia dan juga menjelaskan rumus-rumus untuk menghitung unsur kimia. Mayang yang mencintai Ferry tampak terhanyut dalam lamunannya. Dia pandangi Ferry tanpa berkedip.

Setelah menjelaskan cukup panjang, Ferry keheranan melihat Mayang yang tetap memandanginya tanpa berkedip. Dia lambaikan tangan di depan wajah Mayang.

"May, halo … kamu udah ngerti penjelasan aku tadi?" tanya Ferry.

Mayang tersentak. Dia terkejut seolah baru sadar dari lamunannya.

"Uhm, i—iya, Kak. Mayang mendengar penjelasan kakak," kata Mayang dengan gugup.

Ferry tersenyum keheranan melihat Mayang yang begitu gugup.

"May, kamu udah ngerti dengan penjelasan aku tadi?" tanya Ferry.

Mayang terdiam. Dia berusaha menutupi perasaannya. Mayang hanya mengangguk.

"Oke, sekarang, coba kamu kerjakan soal nomor satu," kata Ferry.

DEG! Keringat dingin menetes. "Waduh! Tadi aku gak ngedengerin penjelasan Kak Ferry. Bagaimana cara kerjain ini?" keluhnya dalam hati.

Mayang hanya diam memandangi soal itu. Dia begitu kebingungan untuk mengerjakan tugasnya. Ferry yang menyadari jika Mayang melamun hanya tersenyum simpul. Dengan lembut, dia tepuk pundak Mayang.

"May, tadi kamu melamun ya? Hayo … jawab dengan jujur," kata Ferry.

Mayang kembali terkejut. Wajahnya memerah menahan malu. Dia hanya memainkan jarinya karena begitu gugup. Ferry begitu tenang. Dia kembali bertanya pada Mayang.

"May, coba fokus. Tadi kamu melamun?" tanya Ferry sekali lagi.

Dalam hati, Mayang begitu berdebar-debar. Wajahnya bersemu merah. Dia begitu malu ketahuan melamun di depan cowok idamannya.

"Duuuh! Gue kok gak bisa nahan perasaan gue ke Kak Ferry? Nih cowok udah keren, baik, pinter pula. Duuuh, apa aku mulai jatuh cinta?" katanya dalam hati.

Mayang hanya menundukkan wajahnya menahan malu. Ferry tersenyum manis melihatnya menundukkan wajahnya.

"May. Kakak ulangi ya penjelasannya. Tapi, Mayang harus konsentrasi. Bagaimana?" tanya Ferry.

Mayang kembali tersenyum memandangi wajah Ferry. Dia tak berkata-kata, hanya mengangguk. Ferry akhirnya kembali mengulangi penjelasannya. Kali ini, Mayang berusaha fokus dengan mata pelajaran itu. Penjelasan demi penjelasan Ferry dia dengarkan. Setelah cukup lama menjelaskan, Ferry kembali bertanya pada Mayang.

"Bagaimana, May? Apa sudah mengerti dengan penjelasan aku?" tanya Ferry.

"Sudah, Kak. Mayang sudah mengerti," kata Mayang dengan nada yakin.

Tiba-tiba ibunya datang membawakan makanan kecil dan minuman untuk Ferry dan Mayang. Sambil menyajikannya, ibunya berceloteh.

"May, senang ya bimbel dengan sang artis?" sindir ibunya.

Mayang kembali tersipu malu. "Iiih, Mama. Ada-ada saja."

Ibunya tertawa renyah. "Nak Ferry, silahkan dinikmati hidanganya sambil mengawasi putri ibu yang kelewat bawel."

Ferry tersenyum manis. "Uhm, terima kasih, Tan."

Setelah itu, ibunya langsung pergi ke belakang. Sementara, Mayang berusaha leras mengerjaka tugas kimia itu. Berbekal dengan penjelasan dari Ferry, akhirnya Mayang bisa mengerjakan tugas itu. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berhasil menyelesaikan tugas itu.

"Ini, Kak. Tugasnya sudah selesai,' kata Mayang menunjukkan hasil kerjanya.

Ferry mengamati hasil kerja Mayang. Dia tersenyum puas dengan hasil kerja itu.

"Bagus, May. Semua jawaban dan caranya benar," kata Ferry sambil menyerahkan buku itu.

Mayang tersenyum puas. Ferry kembali membuka buku paket Mayang yang lain.

"Oke, pelajaran mana lagi yang kesulitan?" tanya Ferry.

"Uhm … ini, Kak." Mayang membuka buku biologinya, dan menunjukka materi yang tak di mengerti.

Ferry kembali menjelaskan materi itu. Dia begitu sabar dan telaten menjelaskannya oada Mayang. Tak terasa, sore telah datang, Setelah penjelasan yang cukup lama, Mayang mulai mengerti.

"Uhm, sudah sore, May. Saya kira sekian dulu, dan coba kamu pelajari materi ini," kata Ferry menutup bimbinganya.

"Baik, Kak. Mayang akan ingat pesan kakak," kata Mayang.

Ferry tersenyum manis. Setelah bercakap-cakap sebentar, dia langsung pamit pulang. Sepeninggal Ferry, ibunya mendekati Mayang.

"Mayang. Jangan sia-siakan kebaikan sang idola hatimu, supaya dia gak dipatok wanita lain," kata Ibunys sambil tertawa renyah.

Wajah Mayang kembali memerah. "Iiih, Mama. Kok tahu aja sih kalau Mayang suka Kak Ferry?"

Ibunya hanya tertawa ringan. "Kamu itu anak Mama. Jelas mama tahu kalau kamu mulai cinta pada Nak Ferry."

Dengan menahan malu, Mayang segera masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamarnya, Mayang berbaring sambil tersenyum-senyum sendiri.

Malam harinya, Raymond yang tenaga ada jadwal manggung di Tango cafe tangah berada di atas panggung. Dia set setelan gitar listrik yang dia pegang.

"Gimana Ray?" tanya Victor.

Raymond mengamati setelah gitarnya. Setelah di rasa cukup, dia mengangguk tanda siap untuk main. Romi sebagai vokalis mulai membuka percakapan.

"Selamat malam, pengunjung tango. Kami akan memainkan lagu lawas dari Roxette yang berjudul It Must Have Been Love," kata Romi membuka percakapan.

Terdengar riuh tepuk tangan pengunjung café. Dan, permainan pun di mulai. Mereka membawakan lagu itu begitu bagus. Namun, tanpa di sadari Raymond, Chika rupanya tengah menonton permainan musiknya. Dia datang bersama Windy dan Uji. Chika tampak begitu memperhatikan Raymond.

"hei, Chik. koq tumben segitunya lo ngedengerin lagu itu?" tanya Uji.

Chika tersadar. Dia tampak gugup dan wajahnya memerah. Windy mengamati grup band itu. Dan, dia tersenyum ketika melihat Raymond di atas panggung.

"Widiw … rupanya ksatria bergitar yang di hatinya dia manggung tuh," kata Windy menggoda Chika.

Uji keheranan. Dia melihat Raymond di panggung. Sambil tersenyum manis. dia goda Chika.

"Eh, Iya. Dan, rupanya lo kena petikan asmara dia deh," goda Ujik.

Chika hanya diam sambil tersipu malu. Dalam hati, diam-diam Chika merasa begitu kagum pada Raymond.