Di malam yang sama, Chika memandangi dirinya di cermin. Dia tersenyum simpul. Entah apa yang dia lakukan. Rupanya, dia mencoba berbagai model rambut, dan juga berbagai model kacamata. Sambil tersenyum simpul, dia pandangi dirinya di cermin itu.
"Uhm … Raymond. Lo udah buat gue penasaran. Jujur, baru kali ini gue rela ngerubah sedikit penampilan gue hanya buat lo tertarik ama gue," katanya dalam hati sambil menyisir rambutnya.
Setelah mencoba beberapa model kacamata dan juga model rambut beserta aksesoerisnya, dia tersenyum puas. malam itu, Chika tidur dengan bgitu lelap. Keesokan paginya, seperti biasa dia berangkat ke sekolah. Ibunya sempat terkejut melihat perubahan pada Chika.
"Chika, hari ini penampilan kamu sdikit berbeda. Uhm … kamu mulai tertarik sama cowok ya?" tanya ibunya.
"Nggak, Bu. Kebetulan aja Chika lama tak pakai barang-barang ini," kata Chika dengan nada gugup.
Ibuya hanya tersenyum simpul. Dia siapkan sarapan pagi untuk Chika. Setelah sarapan pagi, dia langsung pamit untuk ke sekolah. Di sekolah, perhatian para pria tertuju pada Chika. Mereka begitu kagum melipria tertuju pada Chika. Mereka begitu kagum melihat sedikit perubahan pada Chika.
"Widiw, putri kita kok makin menarik ya?" goda Windy.
"Eh lo, Win. Bikin gue kaget aja," balas Chika.
Windy tertawa lepas sekaligus kagum pada penampilan baru Chika.
"Chik, gue gak nyangka lho lihat penampilan lo sekarang. Beda dar biasanya.
"Beda? Emang biasanya gue bagaimana?" tanya Chika.
Sejenak, Windy tertawa ringan. "Chik, lo tahu gak? Biasanya lo itu kelihatan mirip Betty La Fea, tapi sekarang? Wow. Lo kelihatan … uhm … lebih, Cling."
Chika tertawa ringan. Dia mencubit gemas lengan Windy. "Ah. Lo bisa aja. Udah, kita masuk kelas yuk."
"Ok, yuk." Windy menggandeng tangan Chika dan mereka melewati beberapa cowok yang berdiri di depan kelasnya.
Seorang cowok memperhatikan Chika. Dia berbisik pada temannya.
"Eh, beruntung sekali tuh Uji tiap hari pergi ke bimbel bareng Chika. Gile, do'I cakep bhro," bisiknya.
"Iya lho. Gue heran, tuh anak mujur tiap hari ngeboncengin Chika. Nah kita-kita cuman ngiler aja ngeliatin tuh anak," bisik temanya.
Chika sempat mendengar perkataan mereka. Dia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Tak lama kemudian, terdengar lonceng tanda upacara bendera di mulai. Kegiatan rutin tiap minggu di semua SMA di mulai.
Di SMA Putra Bangsa, kegiatan itu juga berlangsung. Dan, seperti biasanya, setiap senin razia dilakukan petugas kepolisian. Mereka merazia tas para siswa. Dan hasilnya, sungguh luar biasa. Beragam barang yang tak seharusnya di bawa para siswa terjaring razia. Beberapa teman Raymond ada yang kedapatan membawa rokok. Setelah upacara usai, beberapa siswa yang membawa rokok di panggil ke ruang guru.
Ketika pelajaran telah di mulai, Raymond disuruh ke ruang guru. Dia terkejut melihat Dion, ikut terjaring razia. Dilihatnya, Dion tengah dihukum untuk menghisap dua pak rokok clobort (rokok khas dari desa yang kulitnya terbuat dari kulit jagung). Raymond tertawa ringan melihat Dion yang batuk-batuk dengan bibir kebiruan setelah menghisap rokok yang terkenal dengan nikotinnya yang super besar dan berat sekali menghisapnya.
"Lho, Bhro. Lo enak ya. Gue tengah pusing ama bahasa inggris, sedangkan lo di sini ngerokok. Ada kopinya lagi," goda Raymond.
"Lo tega ya. Nih gue pada ampek kena cerutu desa. Uhuk!" kata Dion sambil batuk.
"Eeeh, kok malah ngobrol. Habisin tuh satu pak lagi," kata seorang guru.
Dion hanya memasang wajah melas memandangi gurunya. "Ya, Pak. Ampuuun."
"Selama belum habis, jangan pergi ke kelas, mengerti." Dengan santai guru itu duduk di depan Dion.
Raymond berlalu dari ruang guru. Dilihatnya dia orang yang bersama Dion mulai mabuk karena kuatnya aroma rokok itu. Waktu terus berlalu, dan akhirnya jam istirahat tiba. Raymond melihat Dion berjalan seperti orang mabuk. Sesekali, langkahnya terhuyung.
"Eh, Dion. Lo baik-baik aja kah?" tanya Raymond.
"Oh, Lo. Gue baik-baik aja, cuman bintang di kepala gue koq masih banyak ya?" tanya Dion dengan nada bercanda.
"Yeee, Lo. Mentang-mentang tadi dapet cerutu," balas Raymond.
"Udah, jangan di bahas, Ray. Gue pahit banget nih. Mana dada ampek," keluh Dion.
Raymond mengajak Dion ke kantin. Mereka segera memesan es cendol. Ketika es cendol itu datang, Dion melahapnya dengan cepat. Bahkan dia minta tambah.
"Buju buset! Lo emang abis kemasukan apa nih?" kata Raymond keheranan.
"Gile bhro. Bibir gur pahit abis. Bleeeh! Cerutu desa itu beneran kuat rasanya," balas Dion sambil melahap es cendol yang kedua.
Raymond hanya keheranan melihat Dion makan es cendol begitu lahap. Ketika itulah, tiba-ttiba Shely menutup kedua mata Raymond dari belakang.
"Lho, ini siapa ya?" tanya Raymond keheranan.
Dia pegang tangan itu, dan langsung mengenalinya. Raymond menoleh ke belakang.
"Ya elah, Shel. Lo kapan nih munculnya?" tanya Raymond.
"Sejak lo masuk bareng ama pemain kuda lumping gue disini," balas Shely tertawa renyah.
"Shel, bibir gue pahit nih. Enak aja di bilang pemain kuda lumping," balas Dion.
Mereka bertiga tertawa lepas. Shely akhirnya duduk bertiga dengan Dion dan Raymond. Dia membawa sebuah undangan.
"Ray, lo besok datang ya pas ultah gue," kata Shely memberikan undangan itu pada Raymond.
Raymond membuka undangan itu dan membacanya. Dia mengangguk.
"Oh ya, lo juga Dion. Lo jangan lupa datang ya," kata Shely.
"Oke, asal ada …." Perkataan Dion langsung di putus Shely. "Tenang, nanti pasti ada door prize special buat kamu, Dion."
Dion tersenyum manis. Tampak keakraban diantara mereka bertiga. Dan, bel masuk kelas pun berbunyi. Mereka masuk ke kelas masing-masing. Ketika akan masuk kelas, mendadak Dion merasakan perutnya begitu sakit. Berulang kali dia buang gas dan terdengar oleh beberapa siswi yang ada di belakangnya.
"Bhro, gue mules banget nih. Lo ke kelas duluan, gih," kata Dion sambil berlari ke toilet.
Raymond hanya mengangguk. Dia berjalan ke kelasnya. Rupanya, beberapa siswi yang mendengar suara itu berceloteh.
"Widiw, tadi gue kira ada jet lewat, eeeh ternyata bukan," seloroh seorang siswi.
"Itu mah knalpot brong, bukan jet kali," kata siswi satunya.
Mereka tertawa lepas sambil masuk ke kelasnya. Waktu terus berjalan, dan siangpun tiba. Jam pulang sekolah pun telah tiba. Raymond langsung bersiap menuju ke tempat bimbelnya. Di sana, dia mengulang kebiasaannya, yaitu tidur di ruang bimbel.
"Uhm, akhirnya gue bisa istirahat disini," katanya sambil tersenyum.
Raymond pun terlelap. Sementara, di SMA 52, Chika yang telah berpenampilan baru kembali menarik perhatian kaum adam. Beberapa adik kelas bahkan tak jarang yang menarik perhatian kepadanya, namun seperti biasanya Chika begitu tenang seolah tak terjadi apa-apa. Dan siang itu, ketika menunggu Uji, seorang cowok dari SMA tetangga mendekatinya.Rupanya, Chika begitu popular di SMA tetangganya.
"Chik, lo mau kemana?" tanya cowok itu.
"Uhm, gue nungguin sobat gue. Mau bimbel," kata Chika dengan tenang.
Cowok itu tersenyum manis. Dia memperkenalkan dirinya.
"Gue Boy, dari SMA 56." Boy menjulurkan tangannya.
"Gue Chika," jawab Chika singkat.
Cowok itu tersenyum simpul memandangi Chika. Dalam hati, Chika mengagumi ketampanan Boy, namun dia hanya sekedar mengagumi saja. Perasaan penasarannya pada Raymond tetap lebih besar.
"Uhm, gimana kalau gue anter lo ke lokasi bimbel. Daripada terlambat," ajak Boy.
Chika berfikir sejenak. Dia lihat Boy membawa mobil. Namun, sepertinya dia sudah terlanjur janji dengan Uji, teman bimbelnya. Dengan halus, dia menolaknya.
"Maaf, Boy. Aku sudah janji dengannya. Gak enak kalau aku batalin," kata Chika.
Rupanya, Boy begitu pengertian. "Oh, gak apa-apa, Chika. Aku ngerti kok. Uhm … kebetulan aku juga mau ketemu sama … tuh dia," katanya sambil menunjuk seorang siswi yang baru keluar.
Siswi itu mendekatinya. Rupanya, dia adik kelas Chika.
"Chika, ini Risty, dik gue," kata Boy memperkenalkan siswi yang masih kelas satu SMA.
Risty tersenyum memandangi Chika. Mereka berjabat tangan dan saling berkenalan.
"Oh ya, Chika. Nih adik gue kan juga ingin bimbel. Kalo di tempat bimbel lo berapa biayanya?" tanya Boy.
Chika tersenyum manis. "Uhm, gini aja. Gue akan ambil brosurnya, dan besok deh gue berikan ke adik lo. Bagaimana?"
"Ok, Thanks ya." Boy tersenyum manis.
"Kak Chika, Risty pulang dulu ya," kata adik kelasnya.
Segera Boy dan adiknya berjalan ke mobil yang terparkir, dan meninggalkan tempat itu. tak lama kemudian, Uji keluar dengan motor bututnya.
"Maaf, May. Tadi gue kesulitan kerjain ulangan, makanya baru bisa keluar sekarang," kata Uji.
"Udah, gak apa-apa. Waktu masih panjang. Berangkat yuk," ajak Chika yang langsung naik ke boncengan motor Uji.
Uji hanya mengangguk. Tak lama kemudian, berangkatlah mereka ke lokasi bimbel.