Dua hari berlalu. Siang itu, sepulang sekolah Raymond menunggu di depan sekolah Chika. Sebentar-sebentar dia tengok jam di handphonenya.
"Waduh, nih anak kemana sih? Teman-temannya udah pada pulang, kok dia malah belum keluar?" tanyanya dalam hati.
Raymond duduk di jok sepeda motornya. Semenatara itu, beberapa adik kelas dan teman Chika memandangi Raymond yang telah menunggu di depan pagar sekolah. Beberapa dari mereka tampak sedikit ketakutan melihat Raymond yang tengah menunggu Chika.
"Eh, itu kan anak SMA Putra Bangsa? Ngapain dia kemari?" tanya seorang siswa.
"Entahlah. Jangan-jangan dia mau malak nih," jawab seorang siswa.
Kehadiran Raymond di sana menjadi buah bibir di kalangan siswa SMA 52. Sebagai sekolah yang di favoritkan, tentu sangat kontras dengan reputasi SMA Putra Bangsa. Dan, setelah setengah jam menunggu, keluarlah Chika dan Windy dari pintu gerbang. Chika tersenyum manis melihat Raymond yang menunggunya.
"Ray, maaf ya agak lama nunggunya. Tadi ada jam tambahan," kata Chika meminta maaf.
Raymond yang kelelahan hanya tersenyum kecut. Dia ingain marah, tapi tak tega.
"Iya, gak apa-apa. Uhm … kita langsung berangkat yuk," ajak Raymond.
Chika berfikir sejenak. Dia pandangi Widya yang tersenyum ke arahnya.
"Udah, kasihan lho dia. Kalau mau jalan, duluan aja gih," kata Windy dengan senyum simpul.
Windy segera beranjak setelah berpamitan pada Chika. Sepeninggal Windy, Chika tampak seperti salah tingkah.
"Chika, yuk kita berangkat," ajak Raymond sambil memberika helm ekstra.
Sejenak, Chika memandangi Raymond. Dia hanya diam sambil tersenyum simpul.
"Eh, kok malah matengin gue?" tanya Raymond.
"Uhm, Ray. Kita ke toko buku dulu,yuk. Gue pingin beli buku paket nih, ama sekalian kita makan siang," kata Chika sambil harap-harap cemas.
Raymond tampak jutek. Dalam hati dia begitu jengkel.
"Ya elah, nih anak makan ati juga. Udah di jemput malah ngelunjak," keluhnya dalam hati.
"Uhm … kalau keberatan juga gak apa-apa kok, Ray. Maaf kalau aku terlalu nuntut kamu," kata Chika sambil beranjak.
Raymond sejenak berfikir. Dia lihat Chika berjalan sendirian. Entah bagaimana, perasaan ibanya muncul. Dia susul Chika yang berjalan sendirian dengan motornya.
"Oke, Chika. Gue anterin lo kemanapun lo mau," kata Raymond pada Chika.
Chika menghentikan langkahnya. Senyumnya kembali muncul. Dia hanya mengangguk. Raymond langsung memberikan helm ekstra pada Chika. Chika langsung menggunakannya dan naik ke boncengan motor itu. Mereka langsung menuju ke sebuah toko buku. Toko buku itu cukup besar, dan terdapat sebuah cafetaria. Dengan terpaksa, Raymond mengantarkan Chika di toko buku itu. Agak lama mereka berputar-putar di tengah banyaknya buku yang terpajang di toko itu.
"Chika, gue capek nih. Lo kok lama banget pilih buku?" tanya Raymond.
"Ya sabar dong. Namanya cari buku bagus ya harus memilih," kata Chika sambil menahan tawa.
Raymond hanya diam sambil memandangi Chika dengan wajah jutek. Dia tampak mengantuk dan sesekali menguap. Chika hanya tersenyum memandangi Raymond yang tampak jutek. Dan, setelah hampir sejam, akhirnya Chika menemukan buku yang dia cari. Dia langsung membayarnya di kasir. Setelah membayar buku itu, Chika mengajak Raymond ke cafetaria di toko buku itu. Mereka langsung duduk dan memesan makanan. Sambil menunggu pesanan, Chika langsung membuka percakapan.
"Ray, makasih ya lo udah temanin gue beli buku," kata Chika dengan senyum manis.
"Iya, sama-sama," balas Raymond dengan senyum kecut.
"Lo senang, gue yang mules, Chik," katanya dalam hati.
Chika memegang tangan Raymond. Dia tahu cowok di depannya tampak terpaksa.
"Ray, maaf ya kalau gue berlebihan. Tapi gue seneng punya teman dekat macam lo yang apa adanya," kata Chika dengan senyum manis.
DEG! Raymond terkejut mendengar perkataan Chika.
"Bagaimana dia tahu kalau gue kepaksa? Nih cewek aneh deh," bathinnya.
Percakapan mereka terputus ketika makanan yang mereka pesan tiba. Sepeninggal pelayan, Raymond dan Chika melahap makan siangnya. Chika kembali mengajak Raymond berbicara.
"Ray, menurut lo, gue ini gimana?" tanya Chika pada Raymond.
Raymond terdiam sejenak. Rupanya pertanyaan Chika mengejutkannya. Dia nyaris tersedak bakso. Setelah diam beberapa lama, akhirnya Raymond menjawab.
"Lo ini eksentrik, Chik. giue lihat, lo beda dari kebanyakan cewek. Jujur, lo tampak culun dengan potongan itu," jawab Raymond.
Chika tertawa renyah. Dia pandangi Raymond dan mengamatinya.
"Lo juga unik, Ray. Jujur, gue lihat lo seperti berandalan, tapi ternyata menurut gue lo itu care. Care banget," kata Chika.
Raymond mengernyitkan dahinya. Dia merasa heran.
"Gue? Kok lo bisa nilai gue care? Emang darimana lo menilainya?" tanya Raymond.
"Lo itu unik. Gue pandang lo punya potensi yang harus lo gali. Tentunya lo harus cari dulu," jawab Chika.
Raymond hanya mengernyitkan dahinya sambil melahap bakso di hadapannya. Chika hanya tersenyum melihat ekspresi lucu Raymond. Mereka segera melahap makanan itu dan beranjak dari sana. Sesampainya di tempat les, Raymond yang begitu mengantuk ingin tidur.
"Chika, gue ngantuk berat nih. Apalagi habis makan bakso. Gue mau jalanin tugas negara dulu ya," kata Raymond.
"Iya, gue ngerti, Ray. Oh ya sekalian titip pesan ke alam mimpi lo," balas Chika dengan senyum manis.
Raymond hanya menggelengkan kepalanya. Dia masuk ke kelas yang kosong dan langsung terlelap. Chika menyusulnya masuk. Diam-diam di perhatikan Raymond yang terlelap. Entah bagaimana, perasaan sayangnya pada Raymond mulai muncul. Dia duduk termenung di sebelah Raymond yang tengah terlelap. Sambil membaca buku yang barusan dia beli, Chika kembali termenung. Sejenak, dia pandangi Raymond yang terlelap.
"Raymond, sayang sekali orang sebaik kamu jadi bahan taruhan gue. Andai boleh memilih, gue pingin batalin ini semua. Tapi, gue uadah terlanjur. Sayang banget, Ray," katanya dalam hati.
Dilihatnya Raymond terlelap. Diam-diam, Chika membelai lembut kepala Raymond. Dia pandangi wajah Raymond dengan senyum manis.
"Entah gimana perasaan gue sekarang? Jujur, lo beda, Ray. Lo beda dari kebanyakan cowok. Memang, lo bukan yang gue harapin, tapi lo udah mulai mengetuk hati gue," katanya dalam hati sambil membelai lembut kepala Raymond yang terlelap.
Sejenak, Chika terlena. Namun, dia akhirnya kembali sadar bahwa usahanya mendekati Raymond tak lebih karena taruhan. Hatinya kembali berkecamuk.
"Chika, sadar. Lo dekati Raymond hanya sebatas menaklukanya. Bukan macarin tuh cowok," bisik suara dari hatinya.
"Chika, lo jangan kejam gitu. Lo gak boleh mempermainkan perasaan dia. Kasihan dia," kata suara hatinya yang lain.
Chika tampak bimbang. Dia tutup bukunya dan melangkah keluar. Dia pergi ke toilet dan menutup pintunya. Di dalam sana, Chika memandangi dirinya di cermin. Wajahnya tampak sedih, dan perlahan air matanya menetes. Dia begitu dilema.
"Ya Tuhan, mengapa aku mulai mencintai dia? Apakah aku kejam?" tanyanya dalam hati.
Dia pandangi pantulan cermin di depannya. Chika hanya menggelengkan kepalanya mengahadapi dilema itu. Sejenak, dia menghela nafasnya untuk menenangkan dirinya. Dia basuh mukanya dengan air dingin dan akhirnya keluar dari toilet dan duduk di sebuah bangku.
Sementara itu, sepulang sekolah, Mayang tengah rebahan di kamarnya. Iseng dia buka instagram, dan dia lihat Chika tengah mengupload foto dirinya dan Raymond.
"Uhm, usaha lo boleh juga," katanya dalam hati.
Iseng Mayang menelepon Chika. Dan, tak lama kemudian panggilannya di terima.
"Halo, Chik. Lo habis jalan sama Raymond ya?" tanya Mayang sambil tersenyum.
"Iya, May. Uhm … tapi masih pendekatan kok," jawab Chika melalui telepon.
"Oke. Semoga sukses ya. Oh ya, Chik. Gue baru jadian ama kakak kelas lo, Ferry," kata Mayang.
Di tempat Bimbel, Chika terkejut mendengar perkataan Mayang melalui telepon. Dia tersenyum simpul.
"Lho, jadi lo serius sama Kak Ferry?" tanya Mayang.
"Iya, Chik. Gue beneran sayang sama dia. Dia jadi mentor les gue," jawab Mayang.
"Oh ya?" Chika kembali bertanya.
"Iya, Chik. Kita memang pacaran, tapi sekolah tetap nomor satu. Selama ini, dia bantu gue memahami pelajaran yang gak gue fahami," jawab Mayang melalui telepon.
Chika mengangguk. Dan, rupanya peserta bimbel sudah banyak yang berdatangan. Dilihatnya, jam pelajaran hampir di mulai.
"Uhm, May. Udah dulu ya. Gue mau mulai bimbel. Mana Raymond masih belum bangun lagi," kata Chika sambil menutup speaker handphonenya.
"Oke, see ya," balas Mayang melalui telepon.
Telepon pun di tutup. Buru-buru Chika masuk ke kelas dan membangunkan Raymond.
"Ray, bangun. Bimbel mau di mulai," kata Chika sambil menggoyangkan tubuh Raymond.
Raymond akhirnya terbangun, Perlahan dia buka matanya, dan dilihatnya Chika yang ada di depannya. Dia hanya tersenyum simpul.
"Uuugh, lega," katanya menggeliat.
Perlahan, Raymond bangkit dan duduk di sebelah Chika. Dia tersenyum simpul.
"Uhh, Chik. Makasih lo udah traktir bakso, dan bangunin gue. Maaf, tadi terima kasihnya terlambat," kata Raymond sambil bercanda.
Chika tersenyum manis. "Udah, gak apa-apa. Oh ya, buruan gih cuci muka," kata Chika.
Raymond segera beranjak ke toilet untuk cuci muka. Tak lama kemudian, dia datang dan langsung duduk di sebelah Chika. Bimbel di mulai tak lama setelah itu.