Waktu terus berjalan. Tanpa terasa, bimbel pun berakhir. Semua peserta berhamburan keluar dari tempat bimbel. Begitu pula Chika dan Raymond. Mereka berdua ke areal parkir di sekitar bimbel.
"Ray, temenin gue bentar ya," pinta Chika.
Raymond keheranan. Dia lihat hari telah petang.
"Chik, ini hari telah petang. Besok kan kita harus sekolah. Emang, lo mau kemana?" tanya Raymond.
"Ray, gue di tunjuk buat ikut cerdas cermat. Gue mau ke sekolah buat ngambil materi yang akan dilombakan. Sekalian, kita briefing bentar," kata Chika.
Raymond berfikir sejenak. dalam hati, dia merasa malas. Namun, perasaan tak tega menyelimutinya. Dengan terpaksa, Raymond menurutinya. Chika tersenyum manis. dia segera naik ke boncengan motor dan melingkarka keduatangannya di pinggang Raymond. Mereka segera beranjak ke sekolah Chika. Sesampainya di sana, Chika segera turun dan menemui kepala sekolahnya. Di luar, Raymond tampak begitu kesal.
"Iiih, nih cewek. Manja banget. Dan yang aneh, kenapa jug ague kok gak tegaan sih ke dia. Ih, kesel deh!" katanya sambil menyalakan rokoknya.
Ketika tengah menunggu Chika, tanpa sengaja dia bertemu dengan Victor. Kala itu, Victor baru saja membeli senar bass nya. Dia segera memacu motornya dan menghampiri Raymond.
"Lho, Ray. Lo kok di mari? Lagi ngapain?" tanyanya sambil menepuk pundak Raymond.
Raymond yang tengah melamun sejenak terkejut. Dia terbelalak seolah tak percaya jika Victor berada di sana.
"Eh lo, Vic. Nih, gue lagi nunggu ratu luwes," jawab Raymond sambil menghembuskan asap rokoknya.
Mendengar jawaban Raymond, Victor mengernyitkan dahinya sambil tersenyum ringan.
"Ratu Luwes? Uhm, emang Ratu luwes di mana? Perasaan gue belum pernah lihat lo ikutan kontes abang none jakarte," kata Victor.
Raymond tertawa renyah. Dia kembali menghisap rokoknya dalam-dalam, dan menghembuskanya kuat-kuat.
"Ya itu tuh. Anak SMA 52 tuh. Entah kenapa gue kok gak bisa ya nolak dia. Orangnya cupu, tapi pedenya ampe tujuh purnama," balas Raymond.
Victor dan Raymond tertawa lepas. Victor yang ingin merokok segera mengambil rokok di sakunya. Dia masukkan batang rokok itu di bibirnya dan hendak menyalakannya. Raymond yang melihat rokoknya terbalik menegurnya.
"Bhro. Rokok lo kebalik tuh," katanya sambil tersenyum.
Victor segera mengurungkan niatnya. Dia ambil rokoknya dan membenarkannya, lalu menyalakanya.
"Ya elah, Bhro. Gue nih penasaran ama ratu luwes yang lo tunggu," kata Victor sambil menghisap rokoknya.
"Tunggu aja. Palingan bentar tuh anak keluar," kata Raymond santai sambil menghisap rokoknya.
Sambil menunggu Chika, Raymond dan Victor mengobrol. Agak lama mereka mengobrol. Dan tanpa terasa, Raymond menghabiskan dua batang rokok. Tepat setelah rokoknya habis, dari kejauhan Raymond melihat Chika keluar dari sekolah. Dia berkata pada Victor.
"Lo mau tahu ratu luwes yang gue maksud?" tanya Raymond pada Victor.
"Boleh. Mana dia?" Victor balik bertanya.
"Tuh, die baru aja nongol," kata Raymond sambil memandangi Chika yang membawa begitu banyak buku.
Victor memandanginya. Dia mengernyitkan dahinya sambil menghisap rokok yang dia pegang. "Itu ceweknya?"
"Iya. Tuh ratu luwesnya. Jujur, gue kadang sebel. Tapi kenapa y ague gak tegaan ama dia?" tanya Raymond.
Victor tersenyum pada Raymond. "Mau tahu pendapat gue? Tuh cewek gak cupu-cupu amat, Bhro. Dia cerdas lho."
Raymond mengangguk. "Emang tuh cewek pintar. Entah, kenapa dia malah ngajakin gue ke sana sini. Kan lo tahu, gue nih paling canggung deket ma cewek."
"Udah, Bhro. Lagian gue lihat tuh cewek sebenarnya cantik. Cuman emang dianya dikit cupu," kata Victor.
Dan, tak lama kemudian Chika mendekati Raymond yang tengah bercakap-cakap dengan Victor. Sejenak, Chika menutup hidungnya ketika melihat Victor merokok.
"Uhm, Chik. kenalin nih. Temen gue, Victor," kata Raymond memperkenalkan Victor.
Chika berusaha tersenyum. Dia menjulurkan tangannya. "Gue Chika. Salam kenal."
Victor terkejut mendengar perkataan Raymond. Dia pandangi Raymond sesaat. Namun, Raymond tetap tenang. Dia memberi isyarat pada Victor. Victor membuang rokoknya, dan membalas juluran tangan Chika.
"Uhm … Gue Victor. Kebetulan, kita satu band," kata Victor dengan nada sedikit gugup.
"Owh, temen bandnya Raymond ya. Uhm, oke. senang berkenalan. Aku permisi dulu ya," kata Chika berbasa-basi.
Victor hanya mengangguk. Dia pandangi Raymond sambil tersenyum manis. Dengan sedikit berbisik, dia berkata pada raymond.
"Bhro, gue pulang dulu ya. Sukses kencannya," katanya dengan suara lirih.
Raymond memandangi Victor dengan wajah menahan malu.
"Vic, jangan gitu dong. Gue ma dia temenan aja kok," balasnya dengan suara lirih.
Victor tersenyum sejenak pada Raymond, lalu dia tersenyum pada Chika, dan langsung tancap gas beranjak dari tempat itu. Sepeninggal Victor, Chika rupanya mendengar perkataan Victor. Dia tersenyum memandangi Raymond.
"Eh, kok lo senyum-senyum ama gue?" tanya Raymond keheranan.
Chika seolah terhanyut dalam lamunan. Dia tak merespon pertanyaan Raymond. Raymond memandangi Chika yang tetap tersenyum ke arahnya.
"Eh, Chika. Ada kecoa tuh di kaki lo," kata Raymond menggoda.
Seolah tersadar, Chika menjerit histeris. Tanpa sadar, dia memegang erat lengan Raymond sambil meloncat kaget. Raymond tertawa lepas melihat ekspresi Chika yang jijik terhadap kecoa.
"Hahahah …, gue kerjain lo," katanya sambil tertawa lepas.
Sadar dirinya di kerjai Raymond, Chika memasang wajah manyun sambil mencubit gemas lengan atas raymond.
"Iiih! Lo tega ya ngerjain gue! Nih, rasain!" katanya sambil manyun.
Chika langsung mencubit pinggang Raymond. Merasa kaget, Raymond spontan melompat sambil tertawa geli.
"Ih, kamu tuh ya. Kalo jutek kok doyan main cubit sih?" tanya Raymond sambil tertawa.
"Biarin! Lo sih, selalu aja ngegemesin. Udah ah, yuk pulang. gue capek nih," kata Chika sambil pura-pura jutek.
Raymond mengangguk. Dia berikan helm ekstra itu pada Chika. Chika segera memakainya dan naik ke boncengan motornya dan beranjak dari tempat itu. Dan, tak lama kemudian sampailah mereka di rumah Chika. Sambil tersenyum manis, Chika menatap Raymond sejenak.
"Ray, makasih ya udah anterin gue. Ohya, nanti minggu pagi lo datang ya," kata Chika.
Raymond hanya mengangguk. Chika segera masuk ke dalam rumahnya. Sejenak, Raymond memandangi Chika yang berjalan masuk ke dalam rumahnya.
"Cewek aneh. Dia kelihatannya sih cupu, tapi kok gak canggung ya deke tama gue?' tanyanya dalam hati.
Raymond segera memacu motornya dan pulang ke rumahnya. Sementara itu, di teras depan rumahnya, Mayang tengah mempelajari materi cerdas cermat bersama Ferry.
"Nah, sekarang soal kimia. Nih, coba selesaikan soal ini," kata Ferry sambil menyodorkan sebuah kertas berisi soal kimia.
Mayang menerimanya. Sejenak, dia pandangi soal itu. dia mencoba mengerjakannya. Tampak dahinya mengernyit memikirkan cara menyelesaikan soal itu. Ferry tampak tenang sambil memandangi jamnya.
"Oke, waktunya tinggal sepuluhmenit lagi," katanya sambil tersenyum memandangi Mayang yang tengah sibuk mengerjakan soal latihan.
Mayang berusaha keras mengerjakan soal itu. Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa sepuluh menit telah tiba.
"Oke, May. Waktunya habis," kata Ferry bak seorang juri.
Mayang tampak berkeringat karena berfikir keras untuk mengerjaka soal itu. Dia menyerahkan lembaran soal itu pada Ferry.
"Bagaimana, Kak?" tanyanya.
Ferry tersenyum sambil mengoreksi hasil latihan Mayang. Dia sedikit menggelengkan kepalanya.
"Oke, May. Kamu sudah ada kemajuan di Kimia, namun sejujurnya cara yang lo pakai terlalu panjang. Dan, dari lima soal, lo ada salah dua," kata Ferry sambil menunjukkan penilaianya.
Mayang terkejut. "Cara penyelesaian kimia gue terlalu panjang? Emang ada cara yang lebih singkat tapi benar?"
Ferry tersenyum dan mengangguk. "Ada, May. Oke, dari dua jawaban lo yang salah, gue akan jelasin."
Ferry kembali mengambil lembaran kertas kosong. Dia kembali menuliskan soal yang jawabannya salah. Setelah selesai menulis, dia menunjukkan cara tersebut. Sambil mempraktekannya, dia menjelaskan cara itu secara detail. Mayang begitu takjub akan kemampuan Ferry menyelesaikan kedua soal itu dengan cepat.
"Nah, setelah penjelasan gue dan juga contoh tadi, lo udah paham?" tanya Ferry.
Mayang tersenyum manis. "Uhm, gue sedikit paham, sih. Tapi, belum paham 50 persen."
"Lima puluh persen? Itu mah belum paham lagi, May," kata Ferry sambil tersenyum ringan.
Tiba-tiba, ibunya Mayang muncul sambil membawakan teh hangat untuk Ferry dan Mayang.
"Eh, ayo minum teh dulu. Dari tadi sore lho kalian serius banget. Udah, diminum dulu mumpung hangat," kata Ibunya Mayang sambil menyajikan teh hangat itu.
Ferry tersenyum manis."Terima kasih, Tan."
"Iya, Nak. Ibu tinggal ke dalam dulu ya," balas ibunya Mayang sambil beranjak ke dalam.
Sepeninggal ibunya Mayang, mereka menikmati teh hangat sejenak sabil saling berpandangan.
"May, lo udah banyak kemajuan. Gue yakin lo pasti bisa. Lo yang penting tunjukkan hasil terbaik lo," kata Ferry sambil menyeruput teh hangat itu.
"Terima kasih, Kak. Aku akan berusaha," balas Chika.
Sejenak, mereka bercanda sambil menikmati teh hangat di depanya. Setelah dirasa cukup, Ferry kembali menjelaskan rumus kimia yang dia pakai. Perlahan, Mayang mulai memahami penjelasan Ferry. Tak terasa, malam makin larut. Ferry segera mengakhiri kursus privat itu.
"May, udah malam nih. Gue balik dulu ya," kata Ferry pada Mayang.
"Oh iya, Kak. Makasih ya atas penjelasannya," kata Mayang sambil tersenyum manis.
Ferry tersenyum manis. dia sejenak menggenggam erat kedua tangan Mayang.
"Semangat ya, May," katanya dengan senyum manis.
Mayang mengangguk. Ferry langsung beranjak pulang. sepeninggal Ferry, Mayang tersenyum manis sambil membereskan meja di teras rumahnya.